PERMASALAHAN DAN KEBIJAKAN PUPUK ORGANIK DI INDONESIA


Penggunaan pupuk ini secara terus menerus dan berlebihan untuk meningkatkan produksi pertanian, tanpa diimbangi pemberian pupuk organik akan menimbulkan “levelling off, terutama pada lahan sawah". Sementara itu, penggunaan pupuk organik di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala. Penggunaannya di lapangan belum optimal.

Namun peran pupuk organik ini ke depan sangat penting dan strategis, di samping dapat mendongkrak levelling off dan perbaikan tingkat kesuburan tanah, penggunaan pupuk organik ini dapat secara langsung atau tidak langsung mengurangi kebutuhan pupuk anorganik.

Jika penggunaan pupuk organik tersebut meningkat, pada gilirannya dapat menambah kapasitas ekspor perusahaan pupuk anorganik dalam negeri sehingga dapat menambah devisa negara. Apalagi Krisis ekonomi global, penyediaan pupuk yang akhir-akhir ini semakin langka di lapangan merupakan tantangan yang perlu dicarikan solusinya

Produksi dan produktivitas tanaman, sangat dipengaruhi oleh input utama produksi yaitu pupuk. Namun beberapa tahun terakhir ini, kebutuhan akan pupuk terus meningkat, sehingga keberadaannya semakin sulit dan harganya semakin tinggi. Kekurangan pupuk selain disebabkan produksinya yang terbatas, juga disebabkan oleh pendistribusiannya yang kurang baik dan pemakaian yang berlebihan di beberapa tempat.

Oleh karena itu perlu upaya untuk mengembangkan dan memproduksi pupuk organik, untuk mensubstitusi pupuk an-organik yang sudah ada, serta menerapkan teknologi pupuk dan pemupukan yang lebih efisien. Pengembangan industri pupuk organik mempunyai arti yang strategis karena serasi dengan tuntutan masyarakat dunia yang menginginkan dan lebih rnenghargai produk alarni yang bebas dari bahan kimia berbahaya dan ramah lingkungan.

Beberapa permasalahan yang muncul pada saat penggunaan pupuk organik, perlu mendapat perhatian bagi para ahli agronorni. Pupuk organik yang semula hanya berupa kompos ataupun pupuk kandang dengan produksi dan pemakaian lokal, berubah menjadi suatu komoditas yang diperlukan pada sebaran lokasi dan komoditas yang lebih luas. Permasalahan yang muncul antara lain standarisasi mutu pupuk organik, kapasitas produksi, regulasi maupun teknis distribusi dan efektifitas terhadap hasil maupun ekonomi usaha taninya (dikutip dari hasil Seminar nasional Peragi dengan tema “Permasalahan dan Kebijakan Pupuk Organik di Indonesia”. 17 Desember di Botani Square –Bogor)

KEAJAIBAN ORGANOTRIBA

Dasyat memang hasil dari organo triba pada tanaman, khususnya untuk jagung. Penggunaan organo triba nyata-nyata meningkatkan bobot, diameter dan panjang tongkol jagung. Sehingga tidak ada alasan untuk belum menggunakan organo-triba.

HEBATNYA BIO-FOB


Gambar di atas bukan hasil modifikasi foto atau hasil jepretan kamera panili di luar negeri. Melainkan panili milik petani yang ada di Bali. Ia mendapatkan berkah, tanamannya berbuah lebat, setelah menggunakan bibit vanili Bio-fob.

BIBIT SEHAT ALA BIO-FOB

Apakah Anda ingin mendapatkan bibit yang segar dan jagur seperti gambar di bawah?


Gunakanlah Bio-fob. Gambar di atas hasil aplikasi bio-fob terhadap tanaman perkebunan dan hortikulture.

APLIKASI BIO-TRIBA PADA TANAMAN BUNGA-BUNGAAN

Aplikasi biotriba pada tanaman hortikultur membuat tanaman tumbuh subur,sehat dan produksi bunga lebih banyak.

VANILI BioFOB DI KAB.DAIRI SUMATRA UTARA

Kabupaten Dairi merupakan salah satu pusat tanaman vanili di Sumatra Utara. Akan tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini tanaman vanili petani terserang penyakit BBV mengakibatkan hancurnya pertanaman vanili di Kabupaten itu, sehingga semangat petani untuk menanam vanili merosot tajam.

Melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Dairi mengundang Dr.Mesak Tombe (pakar teknologi BioFOB) dalam pelatihan pemanfaatan teknologi BioFOB untuk penanggulangan penyakitBBV kepada kurang lebih 100 orang petani vanili.

Teknologi BioFOB dapat digunakan untuk pengendalian penyakit BBV dengan menggunakan secara penuh komponen teknologi BioFOB yaitu : (1) Bibit BioFOB, (2) BioTRIBA (3) OrganikTRIBA (4) Mitol 20 EC. Dengan menggunakan teknik BioFOB diharapkan bahwa pervanilian Di Kabupaten Dairi dapat pulih kembali serta menghasilkan vanili organik.

PETANI BELAJAR TEKNIK BIOFOB.

Beberapa petani andalan dari Sanggata yang didampingi oleh Staf Dinas Perkebunan kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur telah belajar mengenai Tehnik penggunaan paket BioFOB selama 4 hari yaitu dari tanggal 27 – 30 Oktober 2008, pada tanaman perkebunan dan pertanian secara khusus adalah taman vanili.

Pelatihan ini diadakan oleh BALITTRO bekerjasama dengan Dinas Perkebunan Kutai Timur dan Meori Agro. Dalam pelatihan petani dibekali mengenai teknik memproduksi bibit sehat dan toleran terhadap penyakit secara praktis dan mudah dilaksanakan dengan menggunakan formula BioFOB. Disamping itu mereka juga belajar menggunakan potensi alam yang ada disekitar mereka untuk memproduksi pupuk organik yang bermutu dengan menggunakan teknik BioTRIA dan dapat mengurangi biaya usaha tani.

Diharapkan bahwa petani andalan ini akan menjadi stimulator dalam meningkatkan pemahaman petani terhadap pemanfaatan teknologi tepat guna secara hkusus di Kutai Timur

ORGANOTRIBA MENINGKATKAN JUMLAH TUNAS PADA BIBIT


Organo-triba merupakan kompos yang sudah diperkaya dengan berbagai mikroorganisme. Manfaatnya tidak hanya dapat meningkatkan kesuburan tanah dan produktivitas tanaman (baca artikel sebelumnya, namun juga dapat meningkatkan jumlah tunas pada pembibitan.

Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Pusat Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman (12/05 s/d 4/06) yang coba membandingkan dampak penggunaan beberapa jenis campuran media tanam terhadap kualitas bibit jarak pagar. Dimana media tanam yang diuji terdiri atas 4 jenis, yakni tanah-sekam dengan pupuk kandang, tanah-sekam dengan serbuk gergaji, tanah-sekam dengan organo-triba dan tanah-sekam dengan cocoperat. Digunakan seratus bibit untuk setiap aplikasi media tanam.

Hasilnya, bibit dengan organo-triba memiliki tunas lebih banyak dibandingkan yang menggunakan media pupuk kandang maupun serbuk gergaji. Hal ini menunjukkan organo-triba lebih efektif meningkatkan pertambahan tunas dibandingkan dengan pupuk kandang maupun serbuk gergaji .

Tentunya hasil ini cukup menarik, khususnya pada budidaya tanaman yang mementingkan pertambahan daun maupun pertumbuhan pada bibitnya. Misalnya pada penangkaran anakan tanaman hias, dimana semakin banyak daun dari bibit yang dijual maka semakin mahal harga jualnya. Artinya organo-triba dapat digunakan memacu munculnya tunas-tunas baru pada bibit tanaman.

Oleh sebab itu tidak ada salahnya mencoba memanfaatkan organo-triba untuk menggantikan kompos biasa atau pupuk kandang yang sering digunakan dalam pembibitan. Karena selain menyuburkan tanam dan berdampak positif bagi tanaman dewasa juga bermanfaat dalam pembibit.

BELUM PERNAH MENGGUNAKAN BIO FOB ATAU BIO-TRIBA ?



Teknologi bio-fob atau bio-triba merupakan teknologi tepat guna. Merupakan salah teknologi asli Indonesia yang sudah mendapat pengakuan bahkan penghargaan secara internasional.Teknologi ini juga direferensi berbagai situs-situs pertanian, misalnya Departemen Pertanian , Domba Garut (alamat situs dapat cek pada link di blog ini).

Manfaat dan efektivitasnya dirasakan cukup nyata oleh petani (baca: penjelasan tentang Bio-fob dan Bio-triba di blog ini). Sehingga tidak heran jika penggunaan bio-fob dan Bio-triba tersebar luas.

Teknologi ini juga telah menjadi komponen penting dari berbagai aplikasi praktis. Seperti pemrosesan urine domba menjadi pupuk cair organik yang menggunakan bio-triba. Atau budidaya vanila organik yang menggunakan bio-fob.

Teknologi ini sudah dikembangkan dan digunakan di 14 propinsi di Indonesia dengan melibatkan 12 perusahaan swasta lokal sebagai pewaralaba teknolgi. Dan teknologi ini juga telah tersebar hingga ke Malaysia, bahkan cukup diminati. Beberapa perusahaan swasta di negeri jiran telah menjadi distributor dari produk ini.

Sehingga boleh dikatakan bahwa teknologi ini cukup populer dan manfaatnya sudah dirasakan oleh petani. Jadi, apakah Anda termasuk dari mereka yang belum mengenal dan menggunakan Bio-fob dan Bio-triba?

TRAINING TEKNOLOGI BIO-FOB DAN NARASUMBER

Kami memberikan kesempatan bagi rekan-rekan yang ingin mempelajari seluk-beluk teknologi bio-fob. Pelaksanaan training kami buka setiap saat (pada hari kerja), dalam jangka waktu 2 hari.

Demikian juga bagi rekan-rekan yang membutuhkan narasumber untuk seminar atau pelatihan terkait dengan teknologi bio-fob, aplikasi mikroba, pupuk organik. Kami siap berbagi pengetahuan terkait dengan topik tersebut.

Bagi yang berminat silahkan menghubungi kami melalui email meori_agro@yahoo.co.id atau telp ke no +6281314983953.

PENGEMBANGAN METABOLIT SEKUNDER ASAL TANAMAN DAN STRATEGI PENGGUNAAN SEBAGAI PESTISIDA NABATI

Dalam kaitan dengan pengendalian OPT, aspek yang perlu disimak secara seksama adlah peran ”senyawa penghubung” ini (infochemicals) dalam mengatur pertumbuhan populasi dan musuh alami. Konsep ini kemudian juga berkembang menjadi konsep three-trophic-level yang percaya bahwa tumbuhan juga mengatur populasi musuh alami.

Semiokimia dapat dimanfaatkan untuk pengendalian serangga hama dalam lingkungan PHT. Dari tumbuhan, hewan dan mikrob, semiokimia dikelompokkan lagi menjadi feromon dan alelokimia. Alelokimia dikelompokkan lagi menjadi alomon, kairomon, dan sinomon, antibiotika dan mikroba.

Dampak alelokimia pada ekodinamika tumbuhan dengan serangga
Alomon : menolak makan
menolak menelan
menghambat reproduksi
menghambat ganti kulit
menghambat enzim proteae
menghambat enzim respirasi
Kairomon : menari musuh alami
Sinomon : saling menarik
Feromon : mengacaukan perkawinan


Pencarian senyawa kimia baru dari tumbuhan, mikroba dan hewan akan terus dilakukan sejalan dengan teknologi analisis kimia yang semakin canggih. Eludisasi struktur kimia dari senyawa-senyawa kimia produk alami terus berkembang. Studi biokomia untuk mencari target dari senyawa kimia juga. Eludisasi struktur kimia dan penemuan target kerja senyawa alomon akan terus merangsang sintesis senyawa insektisida baru.

Telaah dan pencarian senyawa bersifat kairomon terus ditingkatkan, termasuk dampaknya pada perilaku mencari inang dari musuh alami. Senyawa alomon yang terus ditelaah untuk dikembangkan menjadi insektisida adalah senyawa yang bersifat menolak makan, menolak oviposisi, menghambat enzim, menghambat kerja neurotransmiter, mengganggu pertumbuhan (kairomon) dan mengganggu proses pencernaan. Feromon baru akan terus dicari dan disintesis. Penelitian dan pencarian genpengatur produksi alomon akan terus dilakukan untuk pengembangan tanaman transgenik tahan serangga.

Teknologi
Adanya potensi dari senyawa metabolik sekunder sebagai insektisida telah mendorong pengembangannya ke segala arah. Bidang inipun tidak liput dari pengembangan secara bioteknologi. Salah satu pendekatan adalah identifikasi gen pengendali produksi senyawa bioaktif ini dan berusaha untuk menyisipkan pada tanaman ekonomi.
Keberhasilan tanaman jagung dan kapas yang telah disisipi gen dari B.t. (Bacillus thuringiensis) telah memacu pemikiran kearah tanaman transgenik yang mampu menghasilkan senyawa pertahanan terhadap serangga.

Senyawa lain diminati adalah penghambat enzim proteinase paada serangga, khitin dan senyawa yang dapat menginduksi produksi senyawa metabolit sekunder. Trikhoma yang dapat menyebaerkan ketahanan pada tumbuhan telah pula mendapat perhatian dalam kaitan dengan tanaman transgenik.

Produksi senyawa metabolit sekunder untuk insektisida telah diusahakan lewat kultur jaringan seperti nimba, piretrum dan akar tuba. Perhatian telah diutamakan pada senyawa hormon serangga, penghambattransmisi syaraf dan kairomon.

Penemuan dari kegiatan elusidasi kimia senyawabioaktif merupakan modal utama untuk sintesis insektisida dalam skala industri dan saat ini hasilnya telah memasuki pasar.

Suatu teknologi juga telah dikembangkan berupa sistem polikultur dengan komponen tanaman yang memiliki senyawa volatil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa senyawa volatil dapat menurunkan reproduksi serangga. Sintesis feromon terus berkembang atas dasar penemuan feromon baru ataupun cara sedikit memodifikasi senyawa yang mirip feromon.

PENGEMBANGAN METABOLIT SEKUNDER ASAL TANAMAN DAN STRATEGI PENGGUNAAN SEBAGAI PESTISIDA NABATI

Dalam kaitan dengan pengendalian OPT, aspek yang perlu disimak secara seksama adlah peran ”senyawa penghubung” ini (infochemicals) dalam mengatur pertumbuhan populasi dan musuh alami. Konsep ini kemudian juga berkembang menjadi konsep three-trophic-level yang percaya bahwa tumbuhan juga mengatur populasi musuh alami.
Semiokimia dapat dimanfaatkan untuk pengendalian serangga hama dalam lingkungan PHT. Dari tumbuhan, hewan dan mikrob, semiokimia dikelompokkan lagi menjadi feromon dan alelokimia. Alelokimia dikelompokkan lagi menjadi alomon, kairomon, dan sinomon, antibiotika dan mikroba.

Dampak alelokimia pada ekodinamika tumbuhan dengan serangga
Alomon : menolak makan
menolak menelan
menghambat reproduksi
menghambat ganti kulit
menghambat enzim proteae
menghambat enzim respirasi
Kairomon : menari musuh alami
Sinomon : saling menarik
Feromon : mengacaukan perkawinan


Pencarian senyawa kimia baru dari tumbuhan, mikroba dan hewan akan terus dilakukan sejalan dengan teknologi analisis kimia yang semakin canggih. Eludisasi struktur kimia dari senyawa-senyawa kimia produk alami terus berkembang. Studi biokomia untuk mencari target dari senyawa kimia juga. Eludisasi struktur kimia dan penemuan target kerja senyawa alomon akan terus merangsang sintesis senyawa insektisida baru.
Telaah dan pencarian senyawa bersifat kairomon terus ditingkatkan, termasuk dampaknya pada perilaku mencari inang dari musuh alami. Senyawa alomon yang terus ditelaah untuk dikembangkan menjadi insektisida adalah senyawa yang bersifat menolak makan, menolak oviposisi, menghambat enzim, menghambat kerja neurotransmiter, mengganggu pertumbuhan (kairomon) dan mengganggu proses pencernaan. Feromon baru akan terus dicari dan disintesis. Penelitian dan pencarian genpengatur produksi alomon akan terus dilakukan untuk pengembangan tanaman transgenik tahan serangga.

Teknologi
Adanya potensi dari senyawa metabolik sekunder sebagai insektisida telah mendorong pengembangannya ke segala arah. Bidang inipun tidak liput dari pengembangan secara bioteknologi. Salah satu pendekatan adalah identifikasi gen pengendali produksi senyawa bioaktif ini dan berusaha untuk menyisipkan pada tanaman ekonomi.
Keberhasilan tanaman jagung dan kapas yang telah disisipi gen dari B.t. (Bacillus thuringiensis) telah memacu pemikiran kearah tanaman transgenik yang mampu menghasilkan senyawa pertahanan terhadap serangga.
Senyawa lain diminati adalah penghambat enzim proteinase paada serangga, khitin dan senyawa yang dapat menginduksi produksi senyawa metabolit sekunder. Trikhoma yang dapat menyebaerkan ketahanan pada tumbuhan telah pula mendapat perhatian dalam kaitan dengan tanaman transgenik.
Produksi senyawa metabolit sekunder untuk insektisida telah diusahakan lewat kultur jaringan seperti nimba, piretrum dan akar tuba. Perhatian telah diutamakan pada senyawa hormon serangga, penghambattransmisi syaraf dan kairomon.
Penemuan dari kegiatan elusidasi kimia senyawabioaktif merupakan modal utama untuk sintesis insektisida dalam skala industri dan saat ini hasilnya telah memasuki pasar.
Suatu teknologi juga telah dikembangkan berupa sistem polikultur dengan komponen tanaman yang memiliki senyawa volatil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa senyawa volatil dapat menurunkan reproduksi serangga. Sintesis feromon terus berkembang atas dasar penemuan feromon baru ataupun cara sedikit memodifikasi senyawa yang mirip feromon.

SUKSES BESAR APLIKASI BIO-TRIBA DI NTT

Dr. Ir. Mesak Tombe, melalui rekayasa Biotriba berhasil menaikkan produktivitas hasil panen. Pada Jagung, tanpa kompos dan tanpa Biotriba, produksinya 2,28 ton per ha. Dengan kompos namun tanpa Biotriba, produksinya 5,04 ton per ha. Namun dengan kompos dan Biotriba, produksinya menjadi 5,58 ton per ha. Pada Bawang Merah, tanpa kompos dan Biotriba, produksinya 14,83 ton per ha. Dengan kompos dan tanpa Biotriba, produksinya 21,14 ton per ha. Namun dengan kompos dan Biotriba, produksinya 23,97 ton per ha. Pada Petsai, tanpa kompos dan Biotriba, produksinya 3,42 ton per ha. Dengan kompos dan tanpa Biotriba, produksinya 8,79 ton per ha. Sedangkan dengan kompos dan Biotriba, produksinya menjadi 12,29 ton per ha (dikutip dari Kabar NTT).

PRODUKSI BIBIT SEHAT DENGAN METODA ALAMIAH


Kehilangan hasil pertanian akibat serangan penyakit tanaman merupakan salah satu kendala (key factor) dalam keberhasilan suatu usaha agrbisnis. Usaha tani pada berbagai tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi seperti kelapa sawit, karet, kopi, vanili, lada dan coklat seringkali gagal akibat serangan penyakit tanaman. Salah satu faktor penting timbulnya penyakit adalah bahwa bibit yang digunakan sudah terkontaminasi dengan patogen penyakit sehingga dapat menjadi sumber inokulum dalam satu skala usaha tani. Sehingga untuk mengatisipasi hal tersebut sebaiknya kita menngunakan bibit sehat atau toleran/tahan terhadap OPT. Usaha pengendalian penyakit pada tanaman dilapangan masih didominasi oleh penggunaan pestisida sintetis dimana bahan tersebut tersedia melimpah dipasaran. Akibat penggunaan pestisida secara berlebihan atau kurang bijaksana akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kwalitas produk karena mengandung residu bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Dalam pasar global, produk pertanian semacam itu akan mempunyai nilai lebih rendah dibanding produk pertanian yang dibudidayakan secara organik.

Teknik memperoleh bibit sehat dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain, kultur jaringan, perlakuan terhadap benih secara kimiawi dan perlakuaan terhadap benih dengan mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme yang dapat digunakan berdasarkan hasil penelitian antara lain Fusarium oxysporum non patogenik (F.o.NP), Bacillus, Pseudomonas flourescens Di beberapa Negara maju seperti Jepang, Jerman, Cina dan AS telah menggunakan Fo.NP untuk memproduksi bibit sehat dan toleran terhadap patogen tertentu. Di Indonesia telah digunakan secara luas untuk memproduksi bibit vanili sehat (vanili Bio-FOB) yang bebas dan toleran terhadap penyakit busuk batang vanili. Teknik ini sudah observasi penggunaanya untuk menghasilkan bibit sehat pada beberapa tanaman seperti lada, tembakau, nilam cabe, tomat,,tembakau

Immunisasi (Induksi Resisten)
Imunisasi atau induksi resistensi atau resistensi buatan adalah suatu proses stimulasi resistensi tanaman inang terhadap patogen tanaman tanpa introduksi gen-gen baru. Teknologi imunisasi atau proteksi silang merupakan salah satu cara pengendalian penyakit tanaman dengan menstimulasi aktivitas mekanisme resistensi melalui inokulasi mikroorganisme non patogenik atau patogen avirulen maupun strain hipovirulen serta perlakuan substan dari mikroorganisme dan tumbuhan pestisida nabati. Mekanisme induksi resistensi (imunisasi) menyebabkan kondisi fisiologis yang mengatur sistem ketahanan menjadi aktif atau menstimulasi mekanisme resisten yang dimiliki oleh tanaman. Imunisasi tidak menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan dapat meningkatkan produksi pada beberapa tanaman meskipun tanpa adanya patogen dan memberikan suatu cara untuk bertahan terhadap stres lingkungan ( Tuzun dan Kuc, 1991; Kloper, 1997).
Prainokukasi dengan agens penginduksi dapat mengaktifkan secara cepat berbagai mekanisme resistensi tanaman, diantaranya akumulasi fitoaleksin, dan peningkatan aktivitas beberapa jenis enzim penginduksi seperti ß-1,4-glukosidase,chitinase dan ß-1-3-glukanase. Senyawa fitoaleksin adalah sustansi antibiotik yang diproduksi oleh tanaman inang apabila ada infeksi patogen atau pelukaan. Senyawa fitoaleksin nampaknya lebih banyak terbentuk dalam tanaman jika menggunakan mikroorganisme non patogenik dibanding hypovirulen (Fuchs et al., 1997; Rahmini, 2005).

Sinyal penginduksi resisten dapat berupa agens penginduksinya atau sinyal yang disintetis tanaman akibat adanya agens penginduksi. Sinyal tersebut diproduksi pada suatu bagian tanaman, namun dapat berperan pada bagian lainnya. Transinduksi sinyal dapat ditransfer secara intraseluler sehingga menimbulkan sistem ketahanan tanaman secara sistemik..

Teknologi imunisasi (induksi resisten) dengan menggunakan mikroorganisme sebagai penginduksi sudah dikembangkan dan digunakan di lapangan di negara-negara maju beberapa tahun sebelumnya (Tuzun dan Kuc, 1991), pada berbagai tanaman komersial seperti tomat, kentang, gandum, strawberry, dll.

Pada tahun 1980an Komada seorang peneliti Jepang mempublikasikan temuannya mengenai penggunaan Fusarium oxysporum non patogenik (F.o.NP) untuk menginduksi ketahanan tanaman ubi jalar terhadap penyakit busuk Fusarium. Hasil temuan itu menjelaskan bahwa penggunaan Fo.NP efektivitasnya tidak berbeda nyata dengan penggunaan Binomil yang merupakan fungisida andalan untuk pengendalian penyakit tersebut saat itu (Ogawa and Komada, l988). Di Indonesia penggunaan mikroorganime ini sudah dikembangkan pada tanaman vanili khususnya untuk penyakit BBV selama beberapa tahun terakhir ini (Tombe, 2004) dan sudah aplikasi sampai tingkat lapang, sedang penggunaannya pada penyakit BPB (busuk pangkal batang) pada tanaman lada baru proses awal yaitu pada tingkat rumah kaca (Noveriza et.al. 2005).

Hasil penelitian BALITTRO pada tanaman vanili telah ditemukan Fo.NP strain F10-AM yang diisolasi dari tanaman vanili sehat. Pra-inokulasi stek vanili dengan menggunakan konidia isolat itu dapat menghambat infeksi patogen BBV pada tanaman yang diberi perlakuan. Mikroorganisme itu telah diproduksi dalam bentuk formula agar memudahkan pelaksanaannya dan sudah dipatenkan di Ditjen HAKI. Sejak tahun 2001 teknologi ini telah digunakan secara luas di beberapa propinsi di Indonesia terutama di Bali untuk pengendalian penyakit BBV. Penyebaran dan aplikasi teknologi ini dilaksanakan dalam bentuk waralaba dengan pihak swasta lokal yang pada saat ini telah berada di 12 propinsi di Indonesia.

TEKNOLOGI BioFOB- Biost BERBASIS SRI (SYSTEM OF RICEINTENSIFICATION) UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI PADI

Upaya meningkatkan produksi padi Indonesia terus dilakukan dalam upaya untuk mencapai swasembada beras. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi laju peningkatan kebutuhan beras yang diperkirakan mencapai 41,5 juta ton atau 65,9 juta ton gabah kering giling (GKG) pada tahun 2025.

Sejak tahun 80-an, teknologi revolusi hijau telah memberikan hasil yang positif dalam peningkatan produksi tanaman padi. Namun demikian, beberapa dekade terakhir, kemajuan teknologi tersebut memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesuburan tanah. Hal ini ditandai dengan penggunaan pupuk kimia yang sudah mencapai tahap leveling off, dimana penambahan pupuk dengan dosis lebih tinggi tidak lagi mampu meningkatkan produktifitas secara nyata. Dampak lain dari penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia adalah ledakan hama dan penyakit tanaman yang sangat luar biasa sehingga biaya produksi menjadi sangat tinggi.

Dampak negatif penggunaan pupuk kimia secara intensif terlihat jelas pada degradasi bahan organik tanah. Hasil berbagai kajian menunjukkan bahwa pada sentra produksi padi kandungan bahan organik lahan-lahan sawah sudah berada diambang batas minimum dimana kandungan kurang dari 2%. Hal ini mengakibatkan tingkat efektifitas pemupukan menjadi sangat rendah sehingga dosis rekomendasi pemupukan dari tahun ke tahun semakin tinggi. Sebagai contoh, penggunaan urea saat ini sudah mencapai 400 – 600 Kg/ha sedangkan hasil yang diperoleh tidak lebih dari 6 ton gabah kering panen per hektar.

Upaya meregenerasi dan merevitalisasi tanah sangat perlu dilakukan dengan mengembalikan sumber energi dalam tanah. Salah satu teknologi saat ini yang banyak dikembangkan adalah teknologi HES (High Energy Soil) berbasis SRI (System of Rice Intensification). Teknologi ini menitikberatkan pada upaya pengembalian energi tanah melaluli penambahan bahan organik untuk meningkatkan keanekaragaman hayati sehingga tercipta aliran energi yang cukup untuk proses biokimia dalam tanah. Teknologi BioFOB merupakan salah satu pendekatan dalam meningkatkan keaneka ragaman hayati dengan penambahan bahan organik dan mikroorganisme bermutu yang terseleksi

Teknologi BioFOB-HES (High Energy Soil)
Pengembangan teknologi BioFOB-HES dalam budidaya padi sawah menitikberatkan pada empat komponen utama yaitu penambahan bahan organik, aplikasi pupuk hayati, pengendalian hayati/nabati dan pengelolaan air. Dengan menggunakan teknologi ini maka akan mengefisienkan penggunaan pupuk an organik.

a.Penambahan Bahan Organik
Bahan organic mempunyai peranan sangat penting dalam pemupukan. Tanah yang mengandung bahan organic yang cukup akan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menahan air dan hara sehingga tidak mudah hilang melalui pencucian dan penguapan. Pada kandungan bahan organic kurang dari 2.5 %, proses pencucian hara sangat sulit dikendalikan. sedangkan pada kandungan bahan organic kurang dari 2% kandungan unsur mikro sangat rendah sehingga menggangu pembentukan enzim dalam tanah yang sangat dibutuhkan dalam proses bio kimia. Penurunan bahan organic dari 3 % menjadi 2 % akan menurunkan kemampuan tanah dalam menyimpan unsure nitrogen sebanyak 900 kg/ha.
Penambahan bahan organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan kompos jerami atau bahan organik lainnya. Pengomposan dilakukan dengan menggunakan inokulan berfungsi ganda seperti BioTRIBA yang mengandung inokulan T. lactae dan B. pantotkenticus. Mikroba ini dipilih karena sebagai dekomposer mampu menghasilkan kompos dengan mutu sangat baik dan dapat berfungsi sebagai agensia hayati, biofertilizer dan bioabsorb untuk meningkatkan kesehatan dan produktivitas tanaman. Pemberian OrganoTRIBA atau kompos yang telah dirpses dengan BioTRIBA dilakukan sebanyak 150 – 300 Kg/ha.

b.Penambahan Pupuk Hayati
Penambahan pupuk hayati dimaksudkan untuk meningkatkan keanekaragaman mikroorganisme yang menguntungkan khusus mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat dan penghasil fitohormon. Penambahan mikroba penambat nitrogen sangat diperlukan untuk meningkatkan efektifitas pemupukan N. Sebagaimana kita ketahui, untuk menghasilkan gabah 8 – 10 ton/ha diperlukan nitrogen yang cukup besar mencapai 200 – 300 kg N/ha. Pupuk hayati yang mengandung inokulan penambat N sangat diperlukan untuk mensuplai 50 – 75 % kebutuhan N sehingga aplikasi pupuk kimia tidak terlalu tinggi.

Salah satu pupuk hayati yang dapat digunakan adalah pupuk BIO PRIMA yang mengandung inokulan lengkap penambat nitrogen dan pelarut fosfat, pemantap agregat dan penghasil fitohormon.

c.Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit sedapat mungkin terhindar dari penggunaan bahan-bahan kimia. Penggunaan pestisida hayati dan pestisida nabati sangat diperlukan untuk mengendalikan hama dan penyakit. Pengendalian penyakit secara hayati dapat dilakukan dengan menggunakan agensia hayati sedangkan pengendalian nabati dapat dilakukan pestisida nabati seperti Mitol 20 EC yang mengandung ekstrak cengkeh. Pengendalian hama secara hayati dapat digunakan inokulan Beauveria sp. seperti Mikoria dan produk sejenis.

d.Pengeloaan Air
Pengelolaan air sangat menentukan keberhasilan teknologi HES. Pengelolaan air sedapat mungkin menciptakan kondisi aerobik di dalam tanah untuk merangsang pertumbuhan mikroorganisme dan system perakaran yang banyak. Salah satu system pengairan yang perlu dalam teknologi HES adalah System of Rice Intensification (SRI) yang telah diteliti dan dikembangkan badan riset Departemen PU.

Metode Pelaksanaan Teknologi BioFOB-HES
a.Persemaian benih
Sebelum benih disemaikan terlebih dahulu dilakukan seleksi benih dengan cara merendam benih dalam air. Benih yang mengambang lalu di buang. Benih yang baik kemudian diperam selama 24 jam. Setelah diperam benih diberi perlakuan dengan cara merendam benih dalam larutan yang mengandung Bio Triba 10 cc/liter air atau larutan yang mengandung BioFoB 20 cc/liter air selama 20 menit. Benih yang telah diperlakukan lalu disemaikan pada bedengan yang telah dipersiapkan.
Bedengan dibuat dengan lebar 2 meter, tinggi 10 cm dan panjang sesuai dengan kondisi lahan. Sebelum disemai bedengan lebih dahulu ditaburi kompos OrganoTRIBA sebanyak 200 g/m2 bedengan. Pada umur 7 hari setelah semai benih dipupuk dengan menggunakan pupuk BIO PRIMA sebanyak 20 gram/m2.

b.Pengolahan lahan
Pengolahan lahan dilakukan seperti biasa. Setelah lahan diratakan dibuat saluran air disekeliling petakan dan dalam petakan dengan jarak 3 meter antar saluran. Dalam saluran air yang ideal diperkirakan 15 cm dengan lebar 20 cm
Apabila pada lahan terdapat banyak jerami perlu dikukan pengomposan dilapangan dengan menyemprotkan dekomposer yang dapat mempercepat pelapukan jerami. Pengomposan jerami dilakukan 7 hari sebelum dilakukan perataan lahan.

c.Pemupukan dasar
Pemupukan dasar dilakukan sebelum tanam dengan menggunakan kompos (Organo TRIBA) atau pupuk organik yang telah diolah dengan BioTRIBAsebanyak 150 – 300 kg/ha + 25 Kg pupuk HI

d.Penanaman
Penanaman dilakukan pada saat bibit telah berumur 14 – 16 hari. Bibit ditanam sebanyak 1 – 2 tanaman per lubang dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm atau dengan menggunakan jarak tanam legowo 2 dengan jarak antar barisan 25 cm, dalam barisan 12.5 cm dan jarak legowo 50 cm.

e.Pemeliharaan Tanaman
Pada umur 10 hari tanaman disemprot dengan pupuk organik cair 1 cc/liter yang dicampur dengan Mikoria (inokulan Beauveria sp.).

Pada umur 14 hari dilakukan penyiangan gulma secara manual dengan menggunakan alat penyiang.

Pada umur 15 hari dilakukan pemupukan susulan dengan menggunakan pupuk OrganoTRIBA 50 kg/ha + Urea 50 Kg/ha + Smart-SP 50 Kg/ha + KCl 25 Kg/ha

Pada umur 21 hari tanaman disemprot dengan inokulan Beauveria sp. (Mikoria) dan pupuk cair organik 1.5 cc/liter

Pada umur 30 hari dilakukan penyiangan kedua dengan cara manual atau menggunakan alat penyiang.

Pada umur 31 hari dilakukan pemupukan susulan dengan menggunakan urea sebanyak 50 kg/ha

Pada umur 45 hari dilakukan penyemprotan Mikoria 100g/ 15 liter air + pupuk cair organik 2.5 cc/liter.

Pada umur 60 hari dilakukan penyemprotan dengan menggunakan Mikoria 100g/15 l (1 tangki)

Pada umur 70 hari dilakukan penyemprotan dengan menggunakan Mitol 20EC sebanyak 3 – 5 cc/liter.

Dr. Mesakh berserta Keluarga mengucapkan

Selamat Idul Fitri
1 Syawal 1429 H,
Minal Aidin Wal Faidzin
Mohon Maaf Lahir Dan Batin


FUNGI ENDOFIT SEBAGAI PENGHASIL ANTIBIOTIKA


Sebagian besar mikroorganisme pada tingkat tertentu dalam hidupnya dipengaruhi oleh kegiatan mikroorganisme lain. Pengaruh tersebut dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu dari fenomena antagonisme yaitu antibiosis. Dalam hal ini salah satu dari dua populasi organisme yang berinteraksi menghasilkan senyawa antibiotik.

Antibiotik adalah substansi kimia alamiah hasil metabolisme sekunder mikroorganisme, yang mempunyai kemampuan baik menghambat pertumbuhan maupun membunuh mikroorganisme lain. Definisi tersebut sangat terbatas, karena sekarang banyak molekul yang diperoleh melalui sintesis kimia, mempunyai aktivitas terhadap mikroorganisme. Sekarang istilah antibiotika berarti semua substansi baik yang berasal dari alam maupun sintetik yang mempunyai toksisitas selektif terhadap satu atau beberapa mikroorganisme tujuan, tetapi mempunyai toksisitas cukup lemah terhadap inang (manusia, hewan, atau tumbuhan) dan dapat diberikan melalui jalur umum.

Walaupun masa jaya penemuan antibiotika telah berlalu, dimulai sejak tahun 1939 sampai 1959, tetapi penelitian dibidang ini bangkit kembali sejak tahun 1965 dengan penemuan antibiotika semisintetik seperti β-laktamin. Masa kini, bioteknologi antibiotika diarahkan untuk menemukan antibiotika baru dengan mengeksploitasi dunia mikroba, mencari galur yang beragam dari habitat yang beragam, seleksi galur dan perbaikan genetik, tekhnik media dan kultur, biosintesa molekul, fisiologi produksi antibiotika dan optimalisasi, serta modelisasi fermentasi industri. Disamping itu digalakkan mencari antibiotika yang dapat mengatasi AIDS, HIV dan virus hepatitis B (Sudirman, 1994).

Salah satu organisme penghasil antibiotika yang sedang banyak dibicarakan sekarang ini adalah fungi endofit. Fungi endofit biasanya terdapat dalam suatu sistem jaringan seperti daun, ranting, atau akar tumbuhan. Fungi ini dapat menginfeksi tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotika (Carrol,1988 ; Clay, 1988). Asosiasi beberapa fungi endofit dengan tumbuhan inang mampu melindungi tumbuhan inangnya dari beberapa patogen virulen, baik bakteri maupun jamur (Bills dan Polyshook, 1992).

Fungi Endofit
Fungi endofit adalah fungi yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan (Clay, 1988). Fungi ini menginfeksi tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotika (Carrol, 1988 ; Clay, 1988).

Asosiasi fungi endofit dengan tumbuhan inangnya, oleh Carrol (1988) digolongkan dalam dua kelompok, yaitu mutualisme konstitutif dan induktif. Mutualisme konstitutif merupakan asosiasi yang erat antara fungi dengan tumbuhan terutama rumput-rumputan. Pada kelompok ini fungi endofit menginfeksi ovula (benih) inang, dan penyebarannya melalui benih serta organ penyerbukan inang. Mutualisme induktif adalah asosiasi antara fungi dengan tumbuhan inang, yang penyebarannya terjadi secara bebas melalui air dan udara. Jenis ini hanya menginfeksi bagian vegetatif inang dan seringkali berada dalam keadaan metabolisme inaktif pada periode yang cukup lama.

Ditinjau dari sisi taksonomi dan ekologi, fungi ini merupakan organisme yang sangat heterogen. Petrini et al. (1992) menggolongkan fungi endofit dalam kelompok Ascomycotina dan Deuteromycotina. Keragaman pada jasad ini cukup besar seperti pada Loculoascomycetes, Discomycetes, dan Pyrenomycetes. Strobell et al. (1996), mengemukakan bahwa fungi endofit meliputi genus Pestalotia, Pestalotiopsis, Monochaetia, dan lain-lain. Sedangkan Clay (1988) melaporkan, bahwa fungi endofit dimasukkan dalam famili Balansiae yang terdiri dari 5 genus yaitu Atkinsonella, Balansiae, Balansiopsis, Epichloe dan Myriogenospora. Genus Balansiae umumnya dapat menginfeksi tumbuhan tahunan dan hidup secara simbiosis mutualistik dengan tumbuhan inangnya. Dalam simbiosis ini, fungi dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis serta melindungi tumbuhan inang dari serangan penyakit, dan hasil dari fotosintesis dapat digunakan oleh fungi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. (Bacon, 1991 ; Petrini et al., 1992 ; Rao, 1994).

Produksi Senyawa Antibiotika Oleh Fungi Endofit
Banyak kelompok fungi endofit yang mampu memproduksi senyawa antibiotika yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogenik terhadap manusia, hewan dan tumbuhan, terutama dari genus Coniothirum dan Microsphaeropsis (Petrini et al., 1992). Penelitian Dreyfuss et al. (1986), menunjukkan aktivitas yang tinggi dari penisilin N, sporiofungin A, B, serta C yang dihasilkan oleh isolat-isolat endofit Pleurophomopsis sp. dan Cryptosporiopsis sp. yang diisolasi dari tumbuhan Cardamin heptaphylla Schulz. Lebih lanjut, suatu penelitian yang dilakukan oleh Tscherter dan Dreyfuss (1982) dalam Petrini et al. (1992) menghasilkan suatu kesimpulan bahwa galur-galur endofit Cryptosporiopsis pada umumnya merupakan penghasil senyawa antibiotika berspektrum lebar. Isolat fungi endofit Xylaria spp. juga memiliki potensi besar dalam penelitian-penelitian industri farmasi maupun pertanian. Suatu strain Xylaria yang diisolasi dari tumbuhan epifit di Amerika Selatan dan Meksiko dilaporkan dapat menghasilkan suatu senyawa antibiotika baru dari kelompok sitokalasin (Dreyfuss et al., 1986).

Penelitian Brunner dan Petrini ( 1992) yang melakukan seleksi pada lebih dari 80 spora fungi endofit, hasilnya menunjukkan bahwa 75 % fungi endofit mampu menghasilkan antibiotika. Fungi endofit Xylotropik, suatu kelompok fungi yang berasosiasi dengan tumbuhan berkayu, juga merupakan penghasil metabolit sekunder. Pada suatu studi perbandingan yang dilakukan terhadap berbagai fungi, lebih dari 49 % isolat Xylotropik yang diuji menunjukkan aktivitas antibiotika, sedangkan fungi pembandingnya hanya 28 % (Petrini et al., 1992).

Fungi endofit juga mampu menghasilkan siklosporin A, yang berpotensi sebagai antifungal dan bahan imunosupresif (Borel et al., 1976 ; Petrini et al., 1992). Siklosporin dihasilkan oleh strain Acremonium luzulae (Fuckel) W. Gams, yang diisolasi dari buah strawberry (Moussaif et al., 1977). Senyawa antibiotika lainnya seperti sefalosporin mulanya dihasilkan oleh satu strain Cephalosporium dan Emericellopsis (Acremonium). Selanjutnya juga ditemukan pada fungi Anixiopsis, Arachnomyces,Diheterospora, Paecilomyces, Scopulariopsis dan Spiroidium (Morin dan Gorman, 1982).

Fungi endofit Acremonium coenophialum yaitu yang berasosiasi dengan rumput-rumputan dapat menghambat pertumbuhan patogen rumput Nigrospora sphaerica, Periconia sorghina dan Rhizoctonia cerealis (White and Cole, 1985). Fungi endofit lainnya seperti Taxomyces andreanae dapat menghasilkan senyawa taxol yang berguna sebagai obat anti kanker (Strobel et al., 1996). Menurut Bacon (1988), fungi endofit yang mempunyai nilai komersial dalam bidang farmasi, antara lain Balansia spp. dan Acremonium coenophialum.

Kesimpulan
Fungi endofit dapat menjalin kehidupan bersama dengan tumbuhan inang, dan mampu melindungi tumbuhan inang dari beberapa patogen virulen, diantaranya adalah Acremonium coenophialum. Berbagai senyawa antibiotika yang sangat berguna yang dihasilkan oleh fungi endofit antara lain siklosporin oleh Acremonium luzulae, dan senyawa taxol oleh Taxomyces andreanae (Rantje Lilly Worang).

APLIKASI Fusarium oxysporum NON PATOGENIK (FoNP) UNTUK MENGINDUKSI KETAHANAN BIBIT LADA TERHADAP Phytophthora capsici L.


Phytophthora capsici L. adalah patogen tular tanah, penyebab busuk pangkal batang (BPB) pada tanaman lada. Salah satu alternatif untuk menekan patogen tular tanah adalah dengan metoda induksi ketahanan tanaman dengan menggunakan mikroorganisme patogenik atau non patogenik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balittro-Bogor menunjukkan bahwa FoNP dapat menekan serangan BPB pada bibit lada yang diuji dibandingkan dengan fungisida sintetik dan kontrol.

Tingkat serangan yang paling rendah didapatkan pada bibit yang direndam dalam suspensi konidia dan gabungan formulasi FoNP dengan tingkat efektifitas 84,99% dan persentase tanaman terinfeksi 6,67% pada pengamatan 8 minggu setelah inokulasi (bibit umur ± 4 bulan). Perlakuan fungisida sintetik memberikan tingkat efektifitas sebesar 14,49% dan persentase tanaman terinfeksi 38%.

FoNP masih dapat mengkolonisasi jaringan batang bibit lada sampai bibit berumur 2,5 bulan. Penelitian ini membuktikan bahwa setek lada varietas LDL yang dinduksi dengan konidia dan gabungan formulasi FoNP (metoda rendam dan oles) yang ditanam pada media tanah dicampur dengan Organo-FOB tahan terhadap serangan P. capsici dibandingkan setek lada yang tanpa induksi.

Viabilitas P. capsici paling rendah didapatkan pada perlakuan penambahan Organo-TRIBA dibandingkan perlakuan tanpa penambahan Organo-TRIBA. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa FoNP mempunyai potensi untuk dipergunakan dalam pengendalian BPB.
(sumber: Buletin Balittro)

MENGAPA ANDA PERLU MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK?


Penggunaan anorganik yang kita lakukan selama ini telah mengakibatkan kerusakan tanaman. Dampaknya produktivitas tanaman menjadi lebih rendah dari potensi optimalnya. Oleh sebab itu penggunaan pupuk organik tengah digalakkan.

Misalnya pada perkebunan tebu tengah digalakkan gerakan pembuatan dan pemberian kompos (pupuk organik). Hal ini menyikapi degradasi tanah pada perkebunan tebu khususnya di pulau jawab.

Ada beberapa fungsi penting dari pemberian pupuk organik terkait hal di atas. Pemberian pupuk organik dapat mendorong terjadinya perbaikan struktur tanah, serta dapat meningkatkan ketersediaan air.

Disamping itu pemberian pupuk organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation, meningkatkan efisiensi pemupukan, meningkatkan ketersediaan unsur makro dan mikro. Serta meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dan menetralkan.

Ada berbagai jenis pupuk organik yang bisa Anda gunakan. Salah satunya organo triba. Dan penggunaan organo triba terbukti mampu memberikan hasil yang lebih efektif dibandingkan pupuk kompos biasa (lihat hasil penelitian kami yang juga ada di blog ini).

Mengapa?

Pada dasarnya organo-triba merupakan pupuk organik hasil dekomposisi atau penguraian sampah pasar, seperti halnya pupuk kompos. Namun organo-triba telah diperkaya dengan mikroorganisme untuk meningkatan kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Sehingga seperti hal kompos maupun pupuk kandang, organi-triba dapat digunakan untuk setiap jenis tanaman.

SEKILAS PUPUK HAYATI


Pupuk hayati atau lebih dikenal dengan nama pupuk mikroba telah banyak beredar di pasaran dan beberapa daerah mulai digunakan oleh petani. Pupuk mikroba menurut SK Menteri Pertanian No. R.130.760.11.1998 digolongkan kedalam kelompok pupuk alternatif. Secara umum istilah pupuk hayati diartikan sebagai suatu bahan yang mengandung sel hidup atau dalam keadaan laten dari suatu strain penambat nitrogen, pelarut, atau mikroorganisme selulolitik yang diberikan ke biji, tanah, atau ketempat pengomposan. Pupuk hayati banyak dimanfaatkan petani untuk meningkatkan hasil dan memperbaiki mutu. Namun, pemakaian pupuk tersebut harus hati-hati karena komposisi hara yang ada pada label kemasan kadang tidak sesuai dengan yang dikandungnya.

Penggunaan pupuk hayati bertujuan untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme dan mempercepat proses mikrobologis untuk meningkatkan ketersediaan hara, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Pupuk mikroba bermanfaat untuk mengaktifkan serapan hara oleh tanaman, menekan soil-borne disease, mempercepat proses pengomposan, memperbaiki struktur tanah, dan menghasilkan substansi aktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Di Indonesia, mikroorganisme telah lama dimanfaatkan, terutama pada proses fermentasi makanan secara tradisional, dan juga pada minuman. Adanya keputusan pemerintah untuk memberi prioritas yang tinggi pada pengembangan bioteknologi, menyebabkan perhatian pada penggunaan mikroorganisme makin meningkat, selain digunakan dalam proses fermentasi secara tradisional. Bentuk-bentuk inokulan pupuk mikroba yang biasa digunakan adalah biakan agar, biakan cair, biakan kering, biakan kering beku, dan tepung. Inokulan yang digunakan secara luas di lapangan adalah yang berbentuk biakan cair dan tepung. Untuk memudahkan aplikasi dilapangan diperlukan bahan pembawa (carrier). Sebagai bahan pembawa inokulan tepung, dapat digunakan bahan organik seperti gambut, arang, sekam, dan kompos. Untuk bahan pembawa anorganik digunakan bentonit, vermikulit, atau zeolit.

Petani menggunakan pupuk mikroba dengan harapan dapat meningkatkan hasil dan mutu tanaman pada tingkat biaya yang rendah melalui penghematan tenaga kerja dan pupuk kimia. Namun, sering dijumpai bahwa pupuk mikroba yang dijual tidak menunjukan sifat mikrobiologis, artinya mikroorganisme yang terdapat dalam prduk tersebut tidak dapatdiidentifikasi dan komposisinya tidak sesuai dengan yang tertera pada label kemasan. Banyak produk tersebut diiklankan seolah-olah dapat menyelesaikan semua masalah yang dihadapi petani.

Salah satu faktor yang menentukan mutu pupuk mikroba adalah jumlah mikroorganisme yang terkandung didalamnya. Jumlah tersebut dapat berkurang karena suhu yang tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyimpanan pada suhu rendah umumnya lebih cocok untuk ketahanan hidup mikroorganisme daripada suhu tinggi. Peningkatan suhu menyebabkan kelembaban menurun. Dengan mempertahankan kelembaban, kematian mikroorganisme dapat dikurangi. Berdasarkan tingkat kelembabannya yang cukup tinggi, gambut cukup baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, baik berupa bakteri maupun jamur. Selain peka terhadap suhu tinggi mikroba juga peka terhadap sinar matahari langsung. Pada penggunaan inokulan bakteri Rhizobium, inokulasi biji legum harus dilakukan pada tempat yang teduh, karena bakteri tersebut tidak tahan terhadap sinar matahari langsung.

Untuk melindungi konsumen dan produsen pupuk mikroba, maka diperlukan suatu sistem pengawasan yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan seperti pemalsuan atau penurunan kualitas dapat dihindari. Sistem monitorig dapat dilakukan untuk mengetahui jumlah, jenis, dan kualitas pupuk mikroba yang beredar di pasaran. Pada pengujian pupuk mikroba, perlu diamati label pada kemasan yang mencantumkan nama genus serta jumlah mikroorganisme, tanggal kadaluwarsa, cara penyimpanan, seta jenis tanaman yang cocok. Lakukan pengujian atas jenis dan jumlah mikroorganisme yang terkandung dengan metode platecoun, tetapkan kelembapan bahan pembawa, dan lakukan pengujian efektivitas pupuk tersebut.

Syarat jumlah populasi mikroorganisme yang terkandung dalam suatu produk berbeda untuk tiap negara. Australia mensyaratkan sekitar 107-108 sel/g dengan batas kadaluwarsa 2 bulan, Afrika Utara dan Taiwan mensyaratkan sekitar 108 sel/g. Di Indonesia, sampai saat ini baku mutu atas pupuk mikroba yang beredar baru untuk inokulan Rhizobium, sedangkan untuk jenis pupuk mikroba lainnya belum ada. Mulai tahun 2004, Balai Penelitian Tanah telah merintis penelitian untuk mengetahui syarat-syarat mutu atas pupuk mikroba yang boleh beredar dipasaran.
(Sumber : Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi)

(Pupuk Organik Organo-Triba, Rp. 1.250,-/kg, stok tersedia)

DIRGAHAYU KEMERDEKAAN INDONESIA KE 63

Dr. Mesakh Tombe berserta Keluarga Menguncapkan

“DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KE 63”

Semoga Negara Kesatuan Republik Indonesia Tetap Jaya

ANDA BERMINAT MENJADI PENGUSAHA PUPUK ORGANIK, ORGANO TRIBA?

Organo-triba merupakan pupuk kompos organik yang cukup diminati saat ini. Kami mendapatkan banyak pesanan untuk produk ini termasuk dari sejumlah perusahaan perkebunan besar swasta. Ke depan diperkirakan permintaan akan terus meningkat dan bakal membuat kami kesulitan untuk memenuhinya.

Oleh sebab itu kami membuka peluang bagi Anda yang berminat menjadi pengusaha organo-triba, melalui model waralaba. Saya, Dr. Mesakh Tombe, akan memberikan bimbingan dan pelatihan secara langsung bagi Anda yang berminat. Dan kami akan juga akan mempromosikan dan merekomendasikan usaha Anda ketika ada permintaan dari perusahaan atau perseorangan yang berlokasi dekat dengan Anda.

Usaha ini cukup prospektif karena biaya produksi relatif murah namun permintaan cukup tinggi, seiring tingginya kebutuhan akan pupuk organik. Keunggulan dari produk ini sudah teruji, seperti yang dijelaskan pada sejumlah artikel di blog ini. Jika tertarik silahkan menghubungi kami di no 081314983953 atau melalui email ke meori_agro@yahoo.co.id.

NEOTRADISIONAL PERTANIAN: SEBUAH PILIHAN


Dr. Ir. Mesak Tombe, melalui rekayasa Biotriba berhasil menaikkan produktivitas hasil panen. Pada Jagung, tanpa kompos dan tanpa Biotriba, produksinya 2,28 ton per ha. Dengan kompos namun tanpa Biotriba, produksinya 5,04 ton per ha. Namun dengan kompos dan Biotriba, produksinya menjadi 5,58 ton per ha.

Pada Bawang Merah, tanpa kompos dan Biotriba, produksinya 14,83 ton per ha. Dengan kompos dan tanpa Biotriba, produksinya 21,14 ton per ha. Namun dengan kompos dan Biotriba, produksinya 23,97 ton per ha. Pada Petsai, tanpa kompos dan Biotriba, produksinya 3,42 ton per ha. Dengan kompos dan tanpa Biotriba, produksinya 8,79 ton per ha. Sedangkan dengan kompos dan Biotriba, produksinya menjadi 12,29 ton per ha.

Peluang dan Tantangan
Bertani organik perlu kesabaran serius. Tiga tahun pertama adalah masa transisi. Produksi akan turun. Kandungan hara pupuk organik jauh di bawah realis hara yang dihasilkan oleh pupuk anorganik. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan dasar tanaman (minimum crop requirement) cukup membuat petani kewalahan. Perlu biaya cukup untuk usaha konversi.

Produk pertanian organik memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan produk nonorganik di pasar konvensional. Rata-rata harganya sekitar 100–300 persen lebih mahal dibanding produk pertanian non-organik. Hal ini amatlah wajar. Produsen pertanian organik di dunia masih belum banyak. Tidak hanya untuk sayuran dan buah-buahan, pasar organik rempah di luar negeri pun terus menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Harganya bisa mencapai Rp 25.000 s.d Rp 28.000 per kg.

Kendalanya adalah mahalnya biaya sertifikasi. Mayoritas petani Indonesia bermodal kecil dan berlahan sempit. Namun, hal ini tidaklah menjadi masalah bila petani dalam satu wilayah atau daerah dapat berkoordinasi untuk melakukan sertifikasi berbentuk kelompok usaha bersama. Tentunya melibatkan peran pemerintah dan sektor swasta, baik sebagai penyedia sumber permodalan maupun pembuka akses pasar.

Untuk NTT, pertanian organik sangat cocok untuk lahan kering. Hal ini kurang lebih cocok dengan kondisi dan potensi lahan NTT. Perbandingan potensi lahan basah 127.271 ha lebih sedikit dari potensi lahan kering 1.528.306 ha, dan padang seluas 1.939.801 ha. Bahkan pada masa-masa kering, pertanian organik mampu menghasilkan panen sama banyaknya pada masa basah.

Stigma kemiskinan dengan segala parameternya seperti rawan pangan, kurang gizi dapat diatasi dengan budi daya pertanian organik. Petani dapat sekaligus menjadi produsen dan konsumen, petani dan peternak. Arah pemikiran pertama dan utama harus ditujukan pada suplai makanan yang sehat dan bergizi untuk populasi masyarakat NTT. Sambil tidak melupakan industrialisasi pertanian.

Kalau pilihannya demikian, pertanyaannya adalah, seberapa besar dukungan untuk penelitian dan pengembanan pertanian organik? Dapatkah petani-petani secara kontinu dan intens diberi kesempatan mengikuti pelatihan, penyuluhan, pendampingan berkaitan dengan pertanian organik?( Alexander Yopi Susanto)

Alexander Yopi Susanto adalah alumnus STFK Ledalero, anggota FAN, pernah bekerja pada beberapa perusahaan dan organisasi berbasis IT, Advokasi Pertanahan, MIGAS, Advokasi Anak, berdomisili di Jakarta


(Bio-triba Rp.7.500,-/ 250 ml dan Rp. 25.000/1 liter)

BIO-ORGANIC SOIL TREATMENT UNTUK KELAPA SAWIT


Pupuk Bio-Organic Soil Treatment ini adalah pupuk organik yang terbuat dari bahan organik dan bahan alam yang sudah diperkenalkan di dunia sejak dejak decade 80-an. Pengolahan pupuk ini menggunakan Bio-Triba, sehingga bersifat mengembalikan daya dukung tanah (soil regenerator) dan berdasarkan konsep memperbaiki tanah dan kemudian tanah memberikan makanan kepada tanaman.

Pupuk Bio-Organic Soil Treatment terbuat dari humus, peat surface bog, tepung fosil, protein alami dan mikroba multi strain (Bio-Triba). Sehingga Pupuk Organic Soil Treatment bukan hanya sekedar pupuk organik biasa, tetapi lebih dari hanya dari sekedar soil conditioner.

Penggunaan pupuk ini memberikan manfat lebih karena , pupuk ini tidak beracun, dapat dipergunakan dalam setiap musim, memberikan keseimbangan pada pH tanah, memperbaiki sifat fisik tanah, dan memberikan kehidupan tanah kembali melalui asupan mikroorganisme, humus dan protein.

Pupuk Bio-Organic Soil Treatment berfungsi meningkatkan kemampuan tanah untuk penyerap hara dan air, sehingga mengurangi terjadinya leaching, pnguapan dan proses penjerapan. Aktivitas mikroba membantu terbentuknya enzim/hormon yang akan merangsang pertumbuhan akar tanaman. Aktivitas mikroba juga dapat membantu menguraikan unsur-unsur hara yang terikat kuat/terjerap, serta secara langsung (non-simbiotik) mampu mengambil N dari udara bebas.

Penggunaan Pupuk Organic soil treatment pada pembibitan utama kelapa sawit menunjukan bahwa penggunaan dosis 50 gram/polibag + 25% pupuk standard umum memberikan pengaruh lebih baik terhadap pertumbuhan bibit, hal ini terlihat dari pembesaran diameter batang, tinggi tanaman, serta penggunaan OST dapat menekan biaya pemupukan mencapai 50% dibandingkan dengan biaya umum bila digunakan baku pemupukan (Bulletin Pusat Penelitian perkebunan Marihat, Vol 11 – No. 1, 1991).

Hal ini juga pernah dilaporkan oleh PT. Salim Indoplantation pada tahun 1993, menyimpulkan bahwa penggunaan Organic Soil Treatment pada pembibitan Utama memberikan hasil pertumbuhan bibit yang tidak kalah dengan penggunaan pupuk baku dan dapat mengurangi dosis pupuk baku sebesar 50%.

Sementara penggunaan Organic Soil Treatment pada tanaman belum menghasilkan, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, pada tahun 1993-1995 melaporkan bahwa penggunaan pupuk OST 500 gram/tanaman/tahun yang dikombinasikan dengan pupuk stadndar 50% memberikan hasil pertumbuhan tanaman lebih baik dari pemupukan standar untuk Luas permukaan daun dan pertambahan jumlah pelepah.

Penggunaan OST pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan oleh Incasi Raya Group pada tahun 1997 memberikan hasil bahwa penggunaan OST dengan dosis 900 gram/pohon/selama di TBM ditambah 50% pupuk standard lebih baik dibandingkan dengan penggunaan 100% pupuk umum, dan memberikan penghematan biaya pemupukan sebesar 33.20%.

Penggunaan Organic Soil Treatment dengan dosis 250-500 gram/pohon pada tanaman kelapa sawit menghasilkan yang dikombinasikan dengan pupuk standar 50% menghasilkan produksi tanaman meningkat 35-57% dan dapat menghemat biaya pemupukan hingga 23,65-40,00% .

Penggunaan diSP2 Bio-Organic Soil Treatment (BIOST) Plasma PT. Sari Lembah Subur UKUI, Desa Banjar Panjang pada tahun 2004 produksi meningkat 12.70%-22.50% dibandingkan tahun sebelumnya. Produksi dari 651-953 Ton meningkat menjadi 734-1.058 Ton/Tahun.

Penggunaan BioOrganic Soil Treatment (BIOST) dari tahun 2003 sampai dengan 2005 memberikan peningkatan produksi yang signifikan di Plasma SP1 kebun Duta Surya Pratama, Kalimantan Barat dari produksi sekitar 650-750 Ton/bulan di Tahun 2003 menjadi 1200-1300 Ton/bulan di tahun 2005.

Penggunaan Bioorganic Soil Treatment (BIOST ) dilaporkan dapat mengurangi masa trek pada tanaman sawit dan karet.

Penggunaan Organic Soil Treatment dapat juga digunakan untuk tanaman padi, kentang, cabe, coklat, kopi, karet dan lainnya.

Spesisikasi Pupuk Bio-organic Soil Treatment mengandungan C-Organik 12-20%, N-Total 1.2-2.3%, P2O5-Total 2,0-3,0%; K2O 1,5-2,2%; MgO 0,8 – 1,2%; CaO 4,0 – 5,0% dan mengandung unsuremikro seperti Boron, Fe, Zn, Mn dan Cu.

Pupuk Bio-Organic Soil Treatment ini mengandung mikroba : Azotobacter, sp., Aspergillus, sp., Bacillus, sp., Tricoderma dan lain-lain.

Dosis Penggunaan Pupuk Bio Organic Soil Treatment (BIOST) adalah :

Pembibitan Utama :
75-100 gram/polibag, Pupuk BIOST diberikan pada awal penanaman bibit.

Tanaman Belum Menghasilkan :
TBM 1 dosis 150-250 gram/pohon/thn
TBM 2 dosis 250-400 gram/pohon/thn
TBM 3 dosis 400-600 gram/pohon/thn

Tanaman Menghasilkan :
TM < 7 Thn dosis 500 – 1000 gram/phn/thn
TM > 7 Thn dosis 600 – 1200 gram/phn/thn

(Bio-triba Rp. 25.000/liter; Organo-triba atau kompos organik Rp. 1.250/kg, stok trsedia)

MENGATASI LAYU BAKTERI TANAMAN JAHE DENGAN ORGANO-TRIBA

Organisme Pengganggu Tanaman yang utama menyerang pertanaman jahe, dan menyebabkan kerugian besar adalah penyakit layu yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum. Gejala serangan penyakit layu pada tanaman jahe di lapangan adalah daun menguning, kemudian menggulung. Sedangkan pada rimpang ditandai dengan gejala keriput dan bau busuk yang menyengat.

Untuk mencegah penyakit ini maka bibit diambil dari tanaman induk sehat. Kemudian tanaman diberikan kompos organo-triba untuk meningkatkan daya tahap jahe terhadap penyakit layu tersebut. Serta pemberian pestisida nabati (tepung gambir dan temulawak) jika tanaman jahe sudah terserang penyakit. Pemberian organo-triba akan menciptakan resistensi tanaman terhadap penyakit serta dapat meningkatkan keseburan.


Tanaman jahe yang terkena penyakit layu bakteri

PUPUK ORGANIK TERBUKTI EFEKTIF MENINGKATKAN PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN


Pupuk organik bio-triba efektif meningkatkan pertumbuhan bibit tanaman. Bahkan jauh lebih baik dari perlakukan lainnya seperti pemberian kompos atau pupuk kandang.

Penggunaan bio-triba berdampak nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, luas daun, dan panjang akar pada bibit tanaman. Serta dapat mengefisiensikan penggunaan pupuk anorganik (NPK).

Hal tersebut dibuktikan dari hasil penelitian Tatang Sutarjo, Peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, pada bibit cengkeh.

Dengan perlakuan Biotriba+Media Tanam+ NPK pada bibit cengkeh, hanya dalam waktu 8 minggu, tinggi tanaman mencapai 7,11 cm. Sedangkan bibit yang hanya diberikan pupuk kandang +Media Tanaman+ NPK tingginya hanya 5,04 cm.

Tanaman cengkeh yang diberikan perlakukan bio-triba (Biotriba+Media Tanam+ NPK), jumlah daun bisa mencapai 9 helai hanya dalam 8 minggu. Sedangkan dengan pemberian pupuk kandang (pupuk kandang +Media Tanaman+ NPK) jumlah daun hanya 6 helai.

Pemberian bio-triba juga berpengaruh terhadap luas daun. Luas daun dengan perlakuan biotriba dapat mencapai luas 9,28 cm2. Sedangkan pemberian pupuk kandang luas daun hanya 7,00 cm2.

Dengan pemberian bio-triba panjang akar bibit cengkeh dapat mencapai 14,46 cm dalam waktu 8 minggu. Dengan pemberian pupuk kandang panjang akar hanya 7,44 cm.

Dari hasil ini terbukti bahwa pemberian bio-triba berdampak pada peningkatan pertambahan tinggi, jumlah daun, luas daun dan panjang akar bibit tanaman cengkeh.Namun bio-triba tidak hanya efektif digunakan untuk tanaman cengkeh melainkan bisa juga digunakan untuk tanaman lainnya seperti tanaman hias, buah-buahan.

Khususnya hobis tanaman hias yang ingin bibit tanaman hiasnya segera tumbuh besar, memiliki daun lebat dan lebar layak menggunakan bio-triba sebagai penganti pupuk kompos. Sehingga bibit tanaman hias berukuran kecil seperti “Gelombang Cinta” yang terkenal mahal, yang bisa mencapai Rp. 70.000/bibit yang tingginya 1 cm, dengan pemberian Biotriba dapat tumbuh lebih cepat sehingga nilai jualnya menjadi lebih mahal.

Pada dasarnya bio-triba merupakan pupuk organik hasil dekomposisi atau penguraian sampah pasar, seperti halnya pupuk kompos. Namun bio-triba telah diperkaya dengan mikroorganisme untuk meningkatan kemampuannya mempercepat pertumbuhan tanaman. Sehingga seperti hal kompos maupun pupuk kandang, bio-triba dapat digunakan untuk setiap jenis tanaman.

Cara terbaik memanfaatkan bio-triba adalah dengan mencampurkannya dengan tanah mengikuti perbandingan 1 : 3. Dimasukkan ke dalam polibag setelah dicampur merata,. Kemudian ditambahkan 2,5 g NPK (16:15:15) setelah bibit ditanam dalam polibag.

Referensi:
Tatang Sutarjo, Teknik Pelaksanaan Percobaan Kombinasi Dosis Pupuk Organik dan Pupuk NPK (15:15:15) Pada Bibit Cengkeh, Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 1, 2006

PAKET BELAJAR BIO-FOB DAN ORGANO -TRIBA (OTODIDAK)

Bagi Anda yang sudah membaca tulisan-tulisan (pada blog ini) tentang manfaat dan bukti-bukti keunggulan teknologi Bio-Fob dan Organo Triba, maka tidak ada salahnya untuk mencoba. Anda dapat melakukannya sendiri dan kami akan membantu dengan menyediakan Paket Belajar Bio-Fob dan Paket Belajar Membuat Kompos Organo-Triba masing-masing seharga Rp. 120.000,-

PAKET BELAJAR MEMBUAT BIBIT BIO-FOB (PAKET 1)
Bio Fob WC
Buku Panduan Belajar

Harga Rp. 120.000,-

PAKET BELAJAR MEMBUAT KOMPOS ORGANO-TRIBA (PAKET 2)
Bio-Triba (1 liter)
Buku Panduan Belajar
Organo Triba (Kompos 1 kg)

Harga Rp. 120.000,-


Cara pemesanan sama seperti pemesanan produk kami lainnya.

PENERAPAN TEKNOLOGI BIO-FOB PADA TANAMAN KEDELAI


Perkembangan dan perubahan pemintaan akan komoditi kedelai akhir-akhir ini cukup membuat pemerintah kelabakan. Harga kedelai yang semakin melonjak naik di pasar membuat para pengusaha tahu dan tempe yang bahan bakunya adalah kedelai terancam bangkrut dan gulung tikar.

Para pengusaha ini menuntut pemerintah, khususnya departemen perdagangan dan pertanian agar menstabilkan harga kedelai di pasaran agar usaha mereka dapat bertahan dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat (golongan menengah-bawah). Departemen pertanian harus meningkatkan produksi kedelai nasional dalam waktu yang singkat. Langkah-langkah yang dapat diambil adalah dengan cara perluasan lahan (ekstensifikasi) dan peningkatan produksi (intensifikasi). Untuk meningkatkan produksi dalam satuan luas maka diperlukan teknologi yang canggih, tepat guna dan ramah lingkungan.

Dalam menjawab tantangan tersebut, salah satu alternatif adalah menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dengan menggunakan pupuk organik (cair, kompos dan pupuk kandang). Kita (CV.Meori Agro) telah melakukan percobaan pada beberapa varietas tanaman kedelai dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan yaitu dengan menggunakan paket teknologi Bio-Fob (Bio-Fob, Bio-Triba dan Organo-Triba).

Aplikasi teknologi ini pada tanaman kedelai sangat mudah sekali yaitu dengan menggunakan Organo-Triba sebagai pupuk (diberikan pada waktu tanam dengan dosis 2 ton/Ha) dan benih kedelai sebelum ditanam direndam dengan Bio-Fob cair selama 15 menit dan ditaburi dengan Bio-Fob powder secukupnya (sampai semua benih kedelai tertutupi).

Teknologi Bio-Fob ini mengandung mikro organisme yang berperan untuk membuat tanaman tahan terhadap penyakit (bersifat vaksin dan bio-pestisida), memperbaiki kesuburan tanah, merangsang pertumbuhan tanaman (bio-fertiliser) dan meningkatkan hasil produksi pertanian. Pengguanaan teknologi Bio-Fob juga dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia sebesar 25%-50% dari anjuran pemakaian biasa. Hasil yang kita dapat di lapangan sangat luar biasa dan setiap varietas kedelai memiliki potensi produksi yang berbeda-beda. Data potensi produksi kedelai yang kita dapat dari lapangan adalah sebagai berikut:

Potensi Produksi Kedelai dalam 1 Ha:
1) Varietas Burangrang
Burangrang:hasil rata-rata dalam 10 pohon antara 130 gr-150 gr (1 pohon 13 gr-15 gr). Dalam 1 ha terdapat populasi kedelai sebanyak: 225.000 lubang tanam x 2 = 450.000 tanaman kedelai. Jadi Potensi Produksi kedelai dalam 1 Ha: 450.000 x ( 13 gr-15 gr) = 5.850 kg-6.750 kg.

2) Varietas Anjosmoro
Anjosmoro : hasil rata-rata dalam 10 pohon antara 120-140 gr (1 pohon 12 gr-14 gr). Dalam 1 ha terdapat populasi kedelai sebanyak: 225.000 lubang tanam x 2 = 450.000 tanaman kedelai. Jadi Potensi Produksi kedelai dalam 1 Ha: 450.000 x (12 gr-14 gr) =5.400 kg-6300 kg

3) Varietas Kaba
Kaba : hasil rata-rata dalam 10 pohon adalah 110 gr -120 gr(1 pohon 110gr-120 gr). Dalam 1 ha terdapat populasi kedelai sebanyak: 225.000 lubang tanam x 2 = 450.000 tanaman kedelai. Jadi Potensi Produksi kedelai dalam 1 Ha:450.000 x 110 gr-120 gr) =4.950 kg-5.400 kg

Semoga teknologi Bio-Fob yang kita tawarkan ini dapat menjawab tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dan dapat membantu masyarakat petani yang ingin bergerak dalam budidaya tanaman kedelai. Untuk mencapai potensi produksi tersebut, kita harus mengoptimalkan semua aspek yang terkait dengan budidaya pertanian (pengairan, penyinaran, curah hujan, pengendalian hama dan penyakit, penggunaan teknologi, pemilihan lahan, pemilihan waktu tanam dll) serta waktu pemanenan dan cara panen juga harus tepat.

Untuk pemanenan dianjurkan batang kedelai dipotong dengan sabit atau alat lainnya sehinnga tanah tidak terbawa ke tempat pengeringan kedelai.

BIO-TRIBA DAN MITOL 20E EFEKTIF MENGATASI JAMUR AKAR


(1) Kedaan tajuk tanaman yg terinfeksi jamur akar sebelum perlakuan. Pertumbuhan tanaman terhambat, daun kaku kekuningan, tidak menghasilkan bunga atau kurang sekali.

(2) Keadaan tajuk tanaman 2 tahun setelah diberi perlakuan Mitol 20Edan Kompos yg diproses dengan Bio-TRIBA (B. pantotkenticus, T.lactae) Pertumbuhan tanaman normal, daun hijau mengkilat dan menghasilkan bungan cukup banyak.

IMUNISASI BIBIT PANILI MENYELAMATKAN PRODUKSI


Tanaman panili perlu imunisasi? Bila ingin berhasil dalam produksi, cara ini layak dilakukan. Bahan imunisasinya telah tersedia.

Salah satu kendala dalam membudidayakan panili adalah gangguan penyakit busuk pangkal batang panili (BPP) yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporus sp. vanillae (Fov). Penyakit ini terutamanya menular melalui stek yang digunakan sebagai sumber bahan tanaman. Oleh sebab itu, menggunakan bibit yang bebas Fov merupakan kunci pengendalian penyakit.

Saat ini Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (dan tentunya juga melalui CV. Meori Agro, red) berhasil mengembangkan bibit panili yang telah diimunisasi. Selain menjadi bebas Fov, bibit yang telah diimunisasi tahan terhadap penyakit BBP. Bibit panili menjadi tahan terhadap penyakit BBP setelah diimunisasi dengan F. oxysporum non-patogenetik asal tanaman panili sehat (FoNP). FoNP adalah jamur yang tidak bersifat patogen pada tanaman dan apabila diinokulasi pada tanaman panili menyebabkan sifat ketahanan dalam panili menjadi aktif sehingga infeksi Fov bisa digagalkan. Hal ini mirip dengan bayi yang diimunisasi supaya tahan terhadap penyakit. FoNP merupakan jamur asli Indonesia yang diperoleh dari suatu proses seleksi sehingga didapatkan galur yang efektif.

Formula FoNP Galur F10A-M dan Aplikasinya
Untuk memudahkan pemakaian di lapang, galur F10A-M dibuat dalam bentuk formulasi siap pakau. Ada tiga jenis produk formulasi, yaitu:
1.BIO-FOB, produk berbentuk tepung, mengandung 106 spora FoNP pada setiap ml formula
2.BIO-FOB EC, produk berbentuk cair, mengadung 105 - 106 spora FoNP setiap ml formula
3.Organo -FOB, produk berbentuk seperti kompos, mengadung 105 - 106 spora FoNP setiap gram formula.

Dalam bentuk formula, FoNP dapat bertahan hidup selama 1 tahun, bahkan pada formula Organik-FOB jumlah cenderung bertambah.

Cara untuk memperoleh stek batang yang bebas patogen BBP adalah sebagai berikut:
1.Stek batang sampai 2-5 ruas dipilih dari tanaman yang tidak menunjukkan gejala BBP.
2.Stek dicelupkan dalam BIO-FOB EC selama 30 – 60 menit
3.Stek kemudian ditanam pada tanah yang telah dicampur dengan Organik-FOB atau BIO-FOB WP.
4.Setelah bibit berumur 3 bulan siap ditanam di lapang.

Bibit yang telah diimunisasi dengan FoNP akan mengandung FoNP dalam jaringan tanamannya tanpa menimbulkan gejalan kelainan, kecuali tanaman cenderung tumbuh lebih subur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa FoNP ditemukan dalam jaringan tanaman setelah 6 bulan imunisasi.

Keunggulan Komperatif FoNP
FoNP dapat berkembang dan bertahan hidup dalam jaringan tanaman, sehingga dapat berfungsi optimal dengan mikroba lain. Ia tidak memiliki struktur istirahat yang disebut klamidospora. Bentuk istirahat ini dapat bertahan hidup lama di alam dalam kondisi ekstrim. FoNP melindungan tanaman dengan 3 cara, yakni 1) dapat berkompetisi dalam hal nutrisi dengan patogen, 2) melindungi bagian tanaman yang luka sehingga patogen sulit masuk, dan 3) mengaktifkan sistem ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen.

FoNP memiliki potensi untuk mengendalikan penyakit Fusarium pada tanaman tomat dan pisang. Sebagai agen hayati, FoNP dapat diandalkan untuk mengendalikan penyakit akibat Fusarium, dan merupakan komponen potensial dalam mengembangkan usaha tani organik (sumber: Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. 24 No. 3, 2002) .

PROSPEK PERTANIAN ORGANIK DI INDONESIA


Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan Back to Nature telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.

Peluang Pertanian Organik di Indonesia
Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.

Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.

Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.

Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal tanam komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta hektar. Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian organik internasional di samping produk peternakan.

Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain: 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.

Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang.

Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.

Pertanian Organik Modern
Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.

Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.

Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:

a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.

b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.

Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan, (Tabel 2). Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.

(Sumber: Litbang pertanian)

CARA BERTANI VANILI YANG SEHAT DAN EFEKTIF


Untuk mewujudkan pertanaman vanili yang sehat maka diawali dengan penggunaan bibit bermutu yakni vanili Bio-FOB yang menggunakan tiga macam mikroorganisme yaitu Fusarium oxysporum, Bacillus pantotkenticus, dan Trichoderma lactae. Secara generatif bibit harus tulen (memiliki sifat seperti induknya), murni (biji tidak tercampur dengan yang berkualitas jelek), dan segar (biji dalam kondisi segar dan sehat). Secara vegetatif bibit harus sehat dan cukup umur, sudah mengeluarkan sulur dahan yang kuat, dan tanaman induk belum sampai berbuah.

Penyiapan lahan dilakukan dengan mengolah tanah pada pertengahan musim kemarau agar pada awal musim hujan pohon pelindung dapat ditanam. Setelah diolah tanah dibuat bedengan dengan lebar 80-120 cm dan lebar parit 30-50 cm.

Bibit ditanam pada lubang tanam berukuran 20 cm x 15 cm x 10 cm atau 25 cm x 20 cm x 12 cm atau 30 cm x 25 cm x 15 cm. Setek ditanam dengan cara memasukkan tiga ruas seluruhnya ke lubang tanam secara mendatar, kemudian lubang tanam ditutup dengan tanah yang telah dicampur pupuk kandang. Bagian tanaman yang tidak tertutup tanah diikatkan pada pohon panjatan dengan ikatan longgar.

Pemupukan dilakukan dengan cara menebar pupuk di sekitar pohon kemudian ditimbun tanah. Pupuk yang dibutuhkan adalah pupuk kandang 10-20 kg, urea 8 kg, SP-36 4 kg, KCl 14 kg, CaO 5 kg, dan Mg 2,5 kg per pohon per tahun.

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyulaman, penyiangan, pembumbunan, dan pemangkasan. Penyulaman dilakukan jika ada bibit yang terserang penyakit dan menggantinya dengan tanaman segar. Penyiangan dilakukan sebulan sekali setelah tanam pada sekeliling tanaman. Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk menjaga bedengan tetap rapi.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan menggunakan insektisida (Furadan, Leadarsenate), fungisida (Cupravit, Dithane, Benlate) atau menggunakan Bio-TRIBA dan fungisida nabati Mitol 20 EC. Bio-TRIBA dalam bentuk cair mengandung dua jenis mikroorganisme yaitu B. pantotkenticus dan T. lactae, sebagai biodekomposer limbah organik dan biofungisida untuk pengendalian patogen tanaman serta dapat dicampur dengan pupuk organik dalam aplikasinya. Fungisida Nabati Mitol 20 EC mengandung bahan aktif eugenol dari cengkeh, toksik terhadapR. lignosus, R. solani, F. oxysporum, F. solani, Pythium, S. rolfsii termasuk patogen penyebab BBP dan jamur kontaminan pada pascapanen seperti Aspergillus dan Penicillium (sumber: primatani-litbang).

APLIKASI ORGANO TRIBA PADA TANAMAN BAWANG

Bagaimana jika organo-triba digunakan pada tanaman bawang?



Ternyata, sekali lagi, organo-triba efektif meningkatan produksi tanaman bawang. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Bapak Mesakh Tombe seperti yang ditunjukkan gambar di atas.

Penggunaan organo-triba mampu meningkatkan produksi tanaman hingga 27,97 ton ha jauh melebihi produksi tanaman yang menggunakan kompos 21,14 ton/ha atau pupuk kandang 17,41 ton/ha.

Hanya dengan Rp. 1.250,-, 1 kg organo-triba sudah dapat diperoleh. Ternyata cukup murah untuk dapat mengalami keajaiban organo triba.

UJI COBA TEKNOLOGI BIO-FOB PADA BUDIDAYA CABE


Budidaya Cabe kriting dengan Teknologi Bio-FOB, Kabupaten Temanggung, JAWA TENGAH (2005) Pro. Meningkat sampai 1,5 - 2 kali lipat dibanding cara biasa.

10 PETANI KARO KEMBALI DARI PELATIHAN DI BOGOR

Sebanyak 12 petani berprestasi Sumatera Utara masing-masing 10 petani dari Kabupaten Karo, 1dari Kabupaten Simalungun dan 1 dari Kabupaten Samosir tiba di Bandara Internasional Polonia Medan, Minggu (25/5).

Para petani ini tiba setelah mengikuti pelatihan Magang Pemanfaatan Teknologi Bio-Fob dan Budidaya Tanaman Ramah Lingkungan, 23-25 Mei di Balitro Departemen Pertanian, Bogor Jawa Barat.

Koordinator tim Rombongan Daniel Sembiring dalam jumpa pers di Medan mengatakan, pengalaman dan pengetahuan dari pelatihan pemanfaatan Teknologi Bio Fob akan langsung dipraktikkan di lapangan, khususnya dalam pembuatan pupuk kompos organik.

Selain itu, katanya, pengetahuan di bidang teknologi pembudidayaan tanaman ramah lingkungan akan ditularkan kepada para petani Karo. "Kita akan berikan pengetahuan bagaimana menciptakan bibit tanaman yang sehat dan pembuatan pupuk kompos organik," katanya.

Salah seorang peserta pelatihan Rinton Karo Sekali SP MSi mengaku terkesan dengan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti pelatihan di Badan Penelitian Rempah-rempah dan Obat (Balitro) Bogor.

Menurut dia, metode yang diajarkan para pakar pertanian yang rata-rata bergelar doktor itu sangat membantu dalam pembudidayaan tanaman hortikultura yang selama ini masih menggunakan cara lama sehingga kesuburan tanaman sulit dijamin dan tidak berkembang.

Dalam pelatihan itu, kata dia, petani diberi bekal pengetahuan teknologi Bio-Triba dan Bio-Fob yang sangat penting untuk mengendalikan penyakit sekaligus untuk menyuburkan dan menciptakan kekebalan tanaman.

Bio Triba misalnya, selain sebagai pengendali hayati juga mengendalikan penyakit dan menyuburkan tanah, "Sekarang ini Bio Fob sudah dibuat dalam bentuk kemasan dan sudah mendapat hak paten. Bio Fob ini dimasukkan ke tanaman melalui pupuk kompos dan tanaman akan bereaksi membentuk kekebalan terhadap penyakit," kata Rinton.

Ia mengaku, banyak manfaat jika metode tekonologi Bio-Fob digunakan, apalagi saat ini di Tanah Karo harga pupuk jenis NPK terus melambung mencapai Rp 500 ribu per sak. Sementara pupuk bersubsidi dari pemerintah jelas tidak mencukupi bahkan sekarang menghilang di pasaran. " Jadi, untuk menanggulangi kondisi ini kita buat pupuk kompos organik yang diharapkan bisa meningkatkan hasil dan kualitas tanaman hortikultura Tanah Karo," katanya.

Adapun ke 12 petani yang mengikuti pelatihan yakni Agus Suryanta G, Fajar Efendi Ginting, Daniel Sembiring, Bungaran Sitohang, Erwinson Sipayung, Baskita Kaban, Berto, Akumina, Calvin, Eri BB Tarigan dan Rinton Karo Sekali SP MSi (Sumber: Harian Global).