MENGAPA ANDA PERLU MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK?


Penggunaan anorganik yang kita lakukan selama ini telah mengakibatkan kerusakan tanaman. Dampaknya produktivitas tanaman menjadi lebih rendah dari potensi optimalnya. Oleh sebab itu penggunaan pupuk organik tengah digalakkan.

Misalnya pada perkebunan tebu tengah digalakkan gerakan pembuatan dan pemberian kompos (pupuk organik). Hal ini menyikapi degradasi tanah pada perkebunan tebu khususnya di pulau jawab.

Ada beberapa fungsi penting dari pemberian pupuk organik terkait hal di atas. Pemberian pupuk organik dapat mendorong terjadinya perbaikan struktur tanah, serta dapat meningkatkan ketersediaan air.

Disamping itu pemberian pupuk organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation, meningkatkan efisiensi pemupukan, meningkatkan ketersediaan unsur makro dan mikro. Serta meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dan menetralkan.

Ada berbagai jenis pupuk organik yang bisa Anda gunakan. Salah satunya organo triba. Dan penggunaan organo triba terbukti mampu memberikan hasil yang lebih efektif dibandingkan pupuk kompos biasa (lihat hasil penelitian kami yang juga ada di blog ini).

Mengapa?

Pada dasarnya organo-triba merupakan pupuk organik hasil dekomposisi atau penguraian sampah pasar, seperti halnya pupuk kompos. Namun organo-triba telah diperkaya dengan mikroorganisme untuk meningkatan kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Sehingga seperti hal kompos maupun pupuk kandang, organi-triba dapat digunakan untuk setiap jenis tanaman.

SEKILAS PUPUK HAYATI


Pupuk hayati atau lebih dikenal dengan nama pupuk mikroba telah banyak beredar di pasaran dan beberapa daerah mulai digunakan oleh petani. Pupuk mikroba menurut SK Menteri Pertanian No. R.130.760.11.1998 digolongkan kedalam kelompok pupuk alternatif. Secara umum istilah pupuk hayati diartikan sebagai suatu bahan yang mengandung sel hidup atau dalam keadaan laten dari suatu strain penambat nitrogen, pelarut, atau mikroorganisme selulolitik yang diberikan ke biji, tanah, atau ketempat pengomposan. Pupuk hayati banyak dimanfaatkan petani untuk meningkatkan hasil dan memperbaiki mutu. Namun, pemakaian pupuk tersebut harus hati-hati karena komposisi hara yang ada pada label kemasan kadang tidak sesuai dengan yang dikandungnya.

Penggunaan pupuk hayati bertujuan untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme dan mempercepat proses mikrobologis untuk meningkatkan ketersediaan hara, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Pupuk mikroba bermanfaat untuk mengaktifkan serapan hara oleh tanaman, menekan soil-borne disease, mempercepat proses pengomposan, memperbaiki struktur tanah, dan menghasilkan substansi aktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Di Indonesia, mikroorganisme telah lama dimanfaatkan, terutama pada proses fermentasi makanan secara tradisional, dan juga pada minuman. Adanya keputusan pemerintah untuk memberi prioritas yang tinggi pada pengembangan bioteknologi, menyebabkan perhatian pada penggunaan mikroorganisme makin meningkat, selain digunakan dalam proses fermentasi secara tradisional. Bentuk-bentuk inokulan pupuk mikroba yang biasa digunakan adalah biakan agar, biakan cair, biakan kering, biakan kering beku, dan tepung. Inokulan yang digunakan secara luas di lapangan adalah yang berbentuk biakan cair dan tepung. Untuk memudahkan aplikasi dilapangan diperlukan bahan pembawa (carrier). Sebagai bahan pembawa inokulan tepung, dapat digunakan bahan organik seperti gambut, arang, sekam, dan kompos. Untuk bahan pembawa anorganik digunakan bentonit, vermikulit, atau zeolit.

Petani menggunakan pupuk mikroba dengan harapan dapat meningkatkan hasil dan mutu tanaman pada tingkat biaya yang rendah melalui penghematan tenaga kerja dan pupuk kimia. Namun, sering dijumpai bahwa pupuk mikroba yang dijual tidak menunjukan sifat mikrobiologis, artinya mikroorganisme yang terdapat dalam prduk tersebut tidak dapatdiidentifikasi dan komposisinya tidak sesuai dengan yang tertera pada label kemasan. Banyak produk tersebut diiklankan seolah-olah dapat menyelesaikan semua masalah yang dihadapi petani.

Salah satu faktor yang menentukan mutu pupuk mikroba adalah jumlah mikroorganisme yang terkandung didalamnya. Jumlah tersebut dapat berkurang karena suhu yang tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyimpanan pada suhu rendah umumnya lebih cocok untuk ketahanan hidup mikroorganisme daripada suhu tinggi. Peningkatan suhu menyebabkan kelembaban menurun. Dengan mempertahankan kelembaban, kematian mikroorganisme dapat dikurangi. Berdasarkan tingkat kelembabannya yang cukup tinggi, gambut cukup baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, baik berupa bakteri maupun jamur. Selain peka terhadap suhu tinggi mikroba juga peka terhadap sinar matahari langsung. Pada penggunaan inokulan bakteri Rhizobium, inokulasi biji legum harus dilakukan pada tempat yang teduh, karena bakteri tersebut tidak tahan terhadap sinar matahari langsung.

Untuk melindungi konsumen dan produsen pupuk mikroba, maka diperlukan suatu sistem pengawasan yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan seperti pemalsuan atau penurunan kualitas dapat dihindari. Sistem monitorig dapat dilakukan untuk mengetahui jumlah, jenis, dan kualitas pupuk mikroba yang beredar di pasaran. Pada pengujian pupuk mikroba, perlu diamati label pada kemasan yang mencantumkan nama genus serta jumlah mikroorganisme, tanggal kadaluwarsa, cara penyimpanan, seta jenis tanaman yang cocok. Lakukan pengujian atas jenis dan jumlah mikroorganisme yang terkandung dengan metode platecoun, tetapkan kelembapan bahan pembawa, dan lakukan pengujian efektivitas pupuk tersebut.

Syarat jumlah populasi mikroorganisme yang terkandung dalam suatu produk berbeda untuk tiap negara. Australia mensyaratkan sekitar 107-108 sel/g dengan batas kadaluwarsa 2 bulan, Afrika Utara dan Taiwan mensyaratkan sekitar 108 sel/g. Di Indonesia, sampai saat ini baku mutu atas pupuk mikroba yang beredar baru untuk inokulan Rhizobium, sedangkan untuk jenis pupuk mikroba lainnya belum ada. Mulai tahun 2004, Balai Penelitian Tanah telah merintis penelitian untuk mengetahui syarat-syarat mutu atas pupuk mikroba yang boleh beredar dipasaran.
(Sumber : Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi)

(Pupuk Organik Organo-Triba, Rp. 1.250,-/kg, stok tersedia)

DIRGAHAYU KEMERDEKAAN INDONESIA KE 63

Dr. Mesakh Tombe berserta Keluarga Menguncapkan

“DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KE 63”

Semoga Negara Kesatuan Republik Indonesia Tetap Jaya

ANDA BERMINAT MENJADI PENGUSAHA PUPUK ORGANIK, ORGANO TRIBA?

Organo-triba merupakan pupuk kompos organik yang cukup diminati saat ini. Kami mendapatkan banyak pesanan untuk produk ini termasuk dari sejumlah perusahaan perkebunan besar swasta. Ke depan diperkirakan permintaan akan terus meningkat dan bakal membuat kami kesulitan untuk memenuhinya.

Oleh sebab itu kami membuka peluang bagi Anda yang berminat menjadi pengusaha organo-triba, melalui model waralaba. Saya, Dr. Mesakh Tombe, akan memberikan bimbingan dan pelatihan secara langsung bagi Anda yang berminat. Dan kami akan juga akan mempromosikan dan merekomendasikan usaha Anda ketika ada permintaan dari perusahaan atau perseorangan yang berlokasi dekat dengan Anda.

Usaha ini cukup prospektif karena biaya produksi relatif murah namun permintaan cukup tinggi, seiring tingginya kebutuhan akan pupuk organik. Keunggulan dari produk ini sudah teruji, seperti yang dijelaskan pada sejumlah artikel di blog ini. Jika tertarik silahkan menghubungi kami di no 081314983953 atau melalui email ke meori_agro@yahoo.co.id.

NEOTRADISIONAL PERTANIAN: SEBUAH PILIHAN


Dr. Ir. Mesak Tombe, melalui rekayasa Biotriba berhasil menaikkan produktivitas hasil panen. Pada Jagung, tanpa kompos dan tanpa Biotriba, produksinya 2,28 ton per ha. Dengan kompos namun tanpa Biotriba, produksinya 5,04 ton per ha. Namun dengan kompos dan Biotriba, produksinya menjadi 5,58 ton per ha.

Pada Bawang Merah, tanpa kompos dan Biotriba, produksinya 14,83 ton per ha. Dengan kompos dan tanpa Biotriba, produksinya 21,14 ton per ha. Namun dengan kompos dan Biotriba, produksinya 23,97 ton per ha. Pada Petsai, tanpa kompos dan Biotriba, produksinya 3,42 ton per ha. Dengan kompos dan tanpa Biotriba, produksinya 8,79 ton per ha. Sedangkan dengan kompos dan Biotriba, produksinya menjadi 12,29 ton per ha.

Peluang dan Tantangan
Bertani organik perlu kesabaran serius. Tiga tahun pertama adalah masa transisi. Produksi akan turun. Kandungan hara pupuk organik jauh di bawah realis hara yang dihasilkan oleh pupuk anorganik. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan dasar tanaman (minimum crop requirement) cukup membuat petani kewalahan. Perlu biaya cukup untuk usaha konversi.

Produk pertanian organik memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan produk nonorganik di pasar konvensional. Rata-rata harganya sekitar 100–300 persen lebih mahal dibanding produk pertanian non-organik. Hal ini amatlah wajar. Produsen pertanian organik di dunia masih belum banyak. Tidak hanya untuk sayuran dan buah-buahan, pasar organik rempah di luar negeri pun terus menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Harganya bisa mencapai Rp 25.000 s.d Rp 28.000 per kg.

Kendalanya adalah mahalnya biaya sertifikasi. Mayoritas petani Indonesia bermodal kecil dan berlahan sempit. Namun, hal ini tidaklah menjadi masalah bila petani dalam satu wilayah atau daerah dapat berkoordinasi untuk melakukan sertifikasi berbentuk kelompok usaha bersama. Tentunya melibatkan peran pemerintah dan sektor swasta, baik sebagai penyedia sumber permodalan maupun pembuka akses pasar.

Untuk NTT, pertanian organik sangat cocok untuk lahan kering. Hal ini kurang lebih cocok dengan kondisi dan potensi lahan NTT. Perbandingan potensi lahan basah 127.271 ha lebih sedikit dari potensi lahan kering 1.528.306 ha, dan padang seluas 1.939.801 ha. Bahkan pada masa-masa kering, pertanian organik mampu menghasilkan panen sama banyaknya pada masa basah.

Stigma kemiskinan dengan segala parameternya seperti rawan pangan, kurang gizi dapat diatasi dengan budi daya pertanian organik. Petani dapat sekaligus menjadi produsen dan konsumen, petani dan peternak. Arah pemikiran pertama dan utama harus ditujukan pada suplai makanan yang sehat dan bergizi untuk populasi masyarakat NTT. Sambil tidak melupakan industrialisasi pertanian.

Kalau pilihannya demikian, pertanyaannya adalah, seberapa besar dukungan untuk penelitian dan pengembanan pertanian organik? Dapatkah petani-petani secara kontinu dan intens diberi kesempatan mengikuti pelatihan, penyuluhan, pendampingan berkaitan dengan pertanian organik?( Alexander Yopi Susanto)

Alexander Yopi Susanto adalah alumnus STFK Ledalero, anggota FAN, pernah bekerja pada beberapa perusahaan dan organisasi berbasis IT, Advokasi Pertanahan, MIGAS, Advokasi Anak, berdomisili di Jakarta


(Bio-triba Rp.7.500,-/ 250 ml dan Rp. 25.000/1 liter)