TEKNOLOGI Bio-FOB SOLUSI TEPAT UNTUK PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN

Teknologi Bio-FOB adalah inovasi baru dalam budidaya pertanian dengan memanfaatkan mikroorganisme dan ekstrak tanaman. Teknologi ini berorientasi organic farming (pertanian organik) dan ramah lingkungan.

Mikroorganisme yang digunakan dalam teknologi Bio-FOB bisa meningkatkan ketahanan, mutu dan produktivitas tanaman. Ada 3 jenis mikroorganisme yang digunakan dalam teknologi Bio-FOB yaitu F. oxysporum non patogenik, Bacillus pantotkenticus ,Trichoderma lactae. Sedangkan ektrak tanaman yang dipakai adalah ekstrak tanaman cengkeh.

Teknologi ini mulai dikaji pada tanaman vanili sejak tahun 1990 dengan mengkoleksi dan mengevaluasi potensi beberapa mikroorganisme yang berguna seperti Fusarium oxysporum non patogenik, Bacillus, Trichoderma, Penicillium dan Pseudomonas flourescens serta ektrak tanaman. Sejak tahun 2001 teknologi ini mulai diluncurkan dan dikembangkan secara luas pada tanaman vanili. Dalam budidaya tanaman vanili dengan teknologi Bio-FOB tersebut tidak lagi menggunakan pupuk anorganik dan pestisida sintetik.

Dalam beberapa kajian menunjukkan teknologi Bio-FOB dapat digunakan pada tanaman lain selain vanili di antaranya; jambu mente, lada, coklat, cabe, padi, sawit, kopi, kedelai dan tanaman sayuran dapat meningkatkan kualitas dan produksinya.

SPESIFIKASI KOMPONEN TEKNOLOGI
1. Bibit Bio-FOB: Bibit Bio-FOB diproduksi dengan menggunakan Fusarium oxysporum non patogenik (Fo.NP). Mikroba ini berfungsi untuk menginduksi sistem ketahanan tanaman serta merangsang perakaran yang diduga menghasilkan hormon pertumbuhan pada perakaran. Fo.NP dapat menginduksi sistem ketahanan tanaman dengan meningkatnya aktivitas beberapa enzim tertentu dalam sistem metabolisme tanaman yaitu: β-1,4 glucosidae, β-1,3-glucanase dan chitinase. Untuk memproduk bibit dalam skala besar telah ada 3 macam formula Fo.NP yaitu; Bio-FOB EC (cair), Bio-FOB WP (Powder), dan Organik-FOB.

2. Bio-TRIBA : Formula dalam bentuk cair ini mengandung dua jenis mikroorganisme yaitu B. pantotkenticus dan T. lactae. Larutan ini dapat digunakan sebagai biodekomposer limbah organik dan biofungisida untuk pengendalian patogen tanaman serta dapat dicampur dengan pupuk organik.

3. Fungisida Nabati Mitol EC : Formula ini mengandung bahan aktif eugenol dan sitral yang diekstrak dari tanaman cengkeh dan sereh wangi. Senyawa eugenol asal cengkeh toksik terhadap beberapa patogen tanaman di antaranya R. lignosus, R. solani, F. oxysporum, F. solani, Pythium S. Rolfsii. (tulisan ini dipublikasikan di Tabloit Sinar Tani edisi Februari 2010)

4. Organo-TRIBA. Kompos organik yang diproses dari limbah organik dengan menggunakan Bio-TRIBA sebagai bio-dekomposer mengandung beberapa mikroorganisme berguna antara lain Bacillus, Trichoderma, P. flourescens dan Penicillium. Ekstrak kompos Organo- TRIBA dapat bersifat pestisidal (dapat berfungsi sebagai pestisida) terhadap beberapa jamur soil borne pathogen.

Sumber: Tabloid Sinar Tani Edisi Feb 2010

Potensi Pemanfaatan Limbah Perkebunan Menjadi Pupuk Organik

Sebagian besar limbah perkebunan seperti kulit buah kakao, kulit buah kopi, buah semu jambu mete, pelepah dan tandan kosong kelapa sawit, limbah tebu, pelepah dan limbah sabut kelapa merupakan bio-massa yang sangat berpotensi untuk diproses menjadi pupuk organik yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah dan memperbaiki struktur tanah secara alami.

Rendahnya kandungan bahan organik tanah di perkebunan disebabkan oleh ketidakseimbangan antara penambahan dan hilangnya bahan organik dari tanah utamanya melalui proses oksidasi biologis dalam tanah, sehingga perlu dilakukan untuk peningkatan kandungan bahan organik tanah melalui pemberian pupuk organik.
Produksi limbah perkebunan diperkirakan setiap tahunnya cukup besar. Perkiraan potensi limbah beberapa komoditi perkebunan sebagai bahan baku pupuk organik dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Potensi pemanfaatan limbah komoditi perkebunan seperti pada tabel di atas dapat dijabarkan sebagai berikut :

Kakao
Komponen utama dari buah kakao adalah kulit buah, plasenta, dan biji. Kulit buah merupakan komponen terbesar dari buah kakao, yaitu lebih dari 70% berat buah masak. Persentase biji kakao di dalam buah hanya sekitar 27-29%, sedangkan sisanya adalah plasenta yang merupakan pengikat dari 30 sampai 40 biji [Widyotomo et al., 2004b].

Pada areal 1(satu) hektar pertanaman kakao akan menghasilkan limbah segar kulit buah sekitar 5,8 ton setara dengan produk tepung limbah 812 kg. Potensi limbah kulit buah kakao dari suatu pabrik pengolahan kakao sebesar 15-22 m3/ha/tahun. Limbah kulit buah kakao tersebut merupakan sumber bahan baku [biomassa] yang sangat potensial sebagai sumber bahan baku pupuk organik [Sri Mulato et al., 2005].

Kopi

Pengolahan kopi secara basah akan menghasilkan limbah padat berupa kulit buah pada proses pengupasan buah (pulping) dan kulit tanduk pada saat penggerbusan (hulling). Limbah padat kulit buah kopi (pulp) belum dimanfaatkan secara optimal, padahal memiliki kadar bahan organik dan unsur hara yang memungkinkan untuk memperbaiiki tanah.

Hasil penelitian Puslitkoka, menunjukkan bahwa kadar C-organik kulit buah kopi adalah 45,3 %, kadar nitrogen 2,98 %, fosfor 0,18 % dan kalium 2,26 %. Selain itu kulit buah kopi juga mengandung unsur Ca, Mg, Mn, Fe, Cu dan Zn. Dalam 1 ha areal pertanaman kopi akan memproduksi limbah segar sekitar 1,8 ton setara dengan produksi tepung limbah 630 kg.

Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya sangat pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi, produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Secara umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah cair, padat dan gas.

Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Pada umumnya, limbah cair industri kelapa sawit mengandung bahan organik yang tinggi sehingga potensial mencemari air tanah dan badan air.

Sedangkan limbah padat pabrik kelapa sawit dikelompokan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat yang berasal dari proses pengolahan berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), cangkang atau tempurung, serabut atau serat, sludge atau lumpur, dan bungkil. TKKS dan lumpur yang tidak tertangani menyebabkan bau busuk, tempat bersarangnya serangga lalat dan potensial menghasilkan air lindi (leachate).

Limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah cair berupa lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah. Kandungan unsur hara kompos yang berasal dari limbah kelapa sawit sekitar 0,4 % (N), 0,029 sampai 0,05 % (P2O5), 0,15 sampai 0,2 % (K2O). Dalam 1 ha areal pertanaman kelapa sawit akan dihasilkan limbah sekitar 22 ton limbah pelepah kelapa sawit dan sedangkan dari limbah Tandan Kosong Sawit (TKS) dihasilkan 6,75 ton limbah TKS.

Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit dari kolam anaerobik sekunder dengan BOD 3.500-5000 mg/liter yang dapat menyumbangkan unsur hara terutama N dan K, bahan organik, dan sumber air terutama pada musim kemarau. Setiap pengolahan 1 ton TBS akan menghasilkan limbah pada berupa tandan kosong sawit (TKS) sebanyak 200-250 kg, sedangkan untuk setiap produksi 1 ton minyak sawit mentah (MSM) akan menghasilkan 0,6-0,7 ton limbah cair dengan BOD 20.000-60.000 mg/liter.

Kandungan hara limbah cair PKS adalah 450 mg N/l, 80 mg P/l, 1.250 mg K/l dan 215 mg/l. Sistem aplikasi limbah cair dapat dilakukan dengan system sprinkle (air memancar), flatbed (melalui pipa ke bak-bak distribusi ke parit sekunder), longbed (ke parit yang lurus dan berliku-liku) dan traktor tanki (pengangkutan limbah cair dari IPAL/Instalasi Pengolah Air Limbah) ke areal tanam.

Sumber: Dit. Perbenihan dan Sarana Produksi