PRODUKSI BIBIT SEHAT DENGAN METODA ALAMIAH


Kehilangan hasil pertanian akibat serangan penyakit tanaman merupakan salah satu kendala (key factor) dalam keberhasilan suatu usaha agrbisnis. Usaha tani pada berbagai tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi seperti kelapa sawit, karet, kopi, vanili, lada dan coklat seringkali gagal akibat serangan penyakit tanaman. Salah satu faktor penting timbulnya penyakit adalah bahwa bibit yang digunakan sudah terkontaminasi dengan patogen penyakit sehingga dapat menjadi sumber inokulum dalam satu skala usaha tani. Sehingga untuk mengatisipasi hal tersebut sebaiknya kita menngunakan bibit sehat atau toleran/tahan terhadap OPT. Usaha pengendalian penyakit pada tanaman dilapangan masih didominasi oleh penggunaan pestisida sintetis dimana bahan tersebut tersedia melimpah dipasaran. Akibat penggunaan pestisida secara berlebihan atau kurang bijaksana akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kwalitas produk karena mengandung residu bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Dalam pasar global, produk pertanian semacam itu akan mempunyai nilai lebih rendah dibanding produk pertanian yang dibudidayakan secara organik.

Teknik memperoleh bibit sehat dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain, kultur jaringan, perlakuan terhadap benih secara kimiawi dan perlakuaan terhadap benih dengan mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme yang dapat digunakan berdasarkan hasil penelitian antara lain Fusarium oxysporum non patogenik (F.o.NP), Bacillus, Pseudomonas flourescens Di beberapa Negara maju seperti Jepang, Jerman, Cina dan AS telah menggunakan Fo.NP untuk memproduksi bibit sehat dan toleran terhadap patogen tertentu. Di Indonesia telah digunakan secara luas untuk memproduksi bibit vanili sehat (vanili Bio-FOB) yang bebas dan toleran terhadap penyakit busuk batang vanili. Teknik ini sudah observasi penggunaanya untuk menghasilkan bibit sehat pada beberapa tanaman seperti lada, tembakau, nilam cabe, tomat,,tembakau

Immunisasi (Induksi Resisten)
Imunisasi atau induksi resistensi atau resistensi buatan adalah suatu proses stimulasi resistensi tanaman inang terhadap patogen tanaman tanpa introduksi gen-gen baru. Teknologi imunisasi atau proteksi silang merupakan salah satu cara pengendalian penyakit tanaman dengan menstimulasi aktivitas mekanisme resistensi melalui inokulasi mikroorganisme non patogenik atau patogen avirulen maupun strain hipovirulen serta perlakuan substan dari mikroorganisme dan tumbuhan pestisida nabati. Mekanisme induksi resistensi (imunisasi) menyebabkan kondisi fisiologis yang mengatur sistem ketahanan menjadi aktif atau menstimulasi mekanisme resisten yang dimiliki oleh tanaman. Imunisasi tidak menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan dapat meningkatkan produksi pada beberapa tanaman meskipun tanpa adanya patogen dan memberikan suatu cara untuk bertahan terhadap stres lingkungan ( Tuzun dan Kuc, 1991; Kloper, 1997).
Prainokukasi dengan agens penginduksi dapat mengaktifkan secara cepat berbagai mekanisme resistensi tanaman, diantaranya akumulasi fitoaleksin, dan peningkatan aktivitas beberapa jenis enzim penginduksi seperti ß-1,4-glukosidase,chitinase dan ß-1-3-glukanase. Senyawa fitoaleksin adalah sustansi antibiotik yang diproduksi oleh tanaman inang apabila ada infeksi patogen atau pelukaan. Senyawa fitoaleksin nampaknya lebih banyak terbentuk dalam tanaman jika menggunakan mikroorganisme non patogenik dibanding hypovirulen (Fuchs et al., 1997; Rahmini, 2005).

Sinyal penginduksi resisten dapat berupa agens penginduksinya atau sinyal yang disintetis tanaman akibat adanya agens penginduksi. Sinyal tersebut diproduksi pada suatu bagian tanaman, namun dapat berperan pada bagian lainnya. Transinduksi sinyal dapat ditransfer secara intraseluler sehingga menimbulkan sistem ketahanan tanaman secara sistemik..

Teknologi imunisasi (induksi resisten) dengan menggunakan mikroorganisme sebagai penginduksi sudah dikembangkan dan digunakan di lapangan di negara-negara maju beberapa tahun sebelumnya (Tuzun dan Kuc, 1991), pada berbagai tanaman komersial seperti tomat, kentang, gandum, strawberry, dll.

Pada tahun 1980an Komada seorang peneliti Jepang mempublikasikan temuannya mengenai penggunaan Fusarium oxysporum non patogenik (F.o.NP) untuk menginduksi ketahanan tanaman ubi jalar terhadap penyakit busuk Fusarium. Hasil temuan itu menjelaskan bahwa penggunaan Fo.NP efektivitasnya tidak berbeda nyata dengan penggunaan Binomil yang merupakan fungisida andalan untuk pengendalian penyakit tersebut saat itu (Ogawa and Komada, l988). Di Indonesia penggunaan mikroorganime ini sudah dikembangkan pada tanaman vanili khususnya untuk penyakit BBV selama beberapa tahun terakhir ini (Tombe, 2004) dan sudah aplikasi sampai tingkat lapang, sedang penggunaannya pada penyakit BPB (busuk pangkal batang) pada tanaman lada baru proses awal yaitu pada tingkat rumah kaca (Noveriza et.al. 2005).

Hasil penelitian BALITTRO pada tanaman vanili telah ditemukan Fo.NP strain F10-AM yang diisolasi dari tanaman vanili sehat. Pra-inokulasi stek vanili dengan menggunakan konidia isolat itu dapat menghambat infeksi patogen BBV pada tanaman yang diberi perlakuan. Mikroorganisme itu telah diproduksi dalam bentuk formula agar memudahkan pelaksanaannya dan sudah dipatenkan di Ditjen HAKI. Sejak tahun 2001 teknologi ini telah digunakan secara luas di beberapa propinsi di Indonesia terutama di Bali untuk pengendalian penyakit BBV. Penyebaran dan aplikasi teknologi ini dilaksanakan dalam bentuk waralaba dengan pihak swasta lokal yang pada saat ini telah berada di 12 propinsi di Indonesia.