CENGKEH : TANAMAN PESTISIDA NABATI YANG POTENSIAL


Cengkeh merupakan tanaman asli Indonesia yang tumbuh dengan baik di hampir seluruh propinsi di Indonesia, terutama di Sulawesi dan Maluku. Sampai saat luas arel pertanaman cengkeh di Indonesia diperkirakan sekitar 200.000 ha. Cengkeh terutama banyak digunakan untuk Industry rokok dan minyak atsiri.

Potensi lain adalah bahwa suatu senyawa yang terdapat dalam ekstrak tanaman ini yaitu eugenol dan eugenol asetat ternyata dapat bersifat anti fungal terhadap pathogen penyakit yang sering menyerang tanaman antara lain, Fusarium, Phytopthora, Sclerotium, Jamur akar putih, Gadoderma, Phytium.

Penemuaan ini telah membuka peluang baru dalam pemanfaatan limbah cengkeh sebagai pestisida nabati yang ramah terhadap lingkungan. Senyawa eugenol dapat diperoleh dari daun kering, gagang dan bunga cengkeh.

Untuk aplikasi dilapangan telah ditemukan formula dalam bentuk cair dan tepung yang dikenal dengan nama MITOL 20EC dan MITOL 20 EC. Formula telah dikomersialkan oleh CV. Meori Agro dalam kemasan 250 ml, 250 g, 1000 ml, 1000g.

Uji lapang menunjukkan bahwa efektifitas fungisida Mitol 20 EC tidak kalah dengan fungisida kimiawi berbahan aktif mankozeb dan keunggulannya adalah ramah lingkungan silahkan coba.

Pengalaman Pengguna Tentang Daya Hasil Bio-TRIBA

Kami menerima sebuah testimoni dari pengguna bio-TRIBA pada lada perdu.

Melalui surat ini saya ingin menyampaikan bahwabeberapa waktu yang lalu pada saat saya mengikuti On The Job Training tentang perbanyakan lada perdu, untuk media pembibitan diberikan materi pembuatan pupuk Bio-TRIBA. Setelah saya praktekkan dan amati hasilnya ternyata memberikan dampak positif terhadap bibit lada perdu, karena terbebas dari serangan jamur.

Pesan ini disampaikan oleh Bapak Bambang Budianto, di Balai Latihan Kerja Pertanian Klampok, Banjarnegar

DAYA HAMBAT SENYAWA KIMIA ASAL BIOTA LAUT TERHADAP Fusarium oxysporum f.sp. vanilla PENYEBAB BUSUK BATANG VANILI


Pemanfaatan biota laut untuk bahan fungisida organik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Fungisida organik ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap fungisida sintetik yang banyak digunakan dalam budidaya vanili. Penggunaan fungisida sintetik umumnya merugikan lignkungan sehingga tidak mendukung pertanian berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengendalikan penyakit busuk batang vanili secara efektif dan aman dengan menggunakan biota laut.

Sampel penelitian dikoleksi dari daerah pasang surut dan pada kedalaman 1 sampai 7 meter saat air laut surut di tujuh pantai di Bali. Identifikasi biota laut dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri sampel dengan gambar pada buku identifikasi dan sebagian dilakukan oleh staf Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jakarta.

Daya hambat ekstrak in vitro terhadap Fusarium oxysporum f.sp. vanillae ditentukan dengan metode difusi sumur pada media AKD dan NB. Pengaruh ekstrak in vivo dilakukan pada tanah endemik penyakit dan tanah steril yang diinokulasi patogen di rumah kaca menggunakan rancangan acak lengkap dua faktor dengan 3 ulangan.

Skrining senyawa aktif menggunakan kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom yang dipandu uji hayati. Struktur senyawa kimia aktif ditentukan dengan kromatografi gas-spektroskopi massa dan spektrofotometri infra merah.

Hasil penelitian menunjukkan, ekstrak metanol biota laut Aglaophenia sp. mampu secara efektif menekan patogen F. oxysporum f.sp. vanillae dan perkembangan penyakit busuk batang vanili dengan nilai konsentrasi hambat minimum (MIC) 0.05 persen.

Ekstrak ini mampu menekan pertumbuhan koloni jamur, jumlah konidia, jumlah koloni tumbuh, berat kering miselia, protein miselia, aktivitas enzim, jumlah inokulum patogen dalam tanah, dan persentase busuk batang vanili, namun dapat meningkatkan produksi asam fusarat patogen. Busuk batang vanili pada tanah endemik dapat ditekan 100 persen dengan aplikasi ekstrak konsentrasi 0.30 persen. Senyawa kimia antijamur dalam ekstrak tersebut diduga mono(2-etilheksil) ftalat (Dr.Ir I KETUT SUADA ).

PERANAN MIKROORGANSME SERBAGUNA DALAM PERTANIAN BERKELANJUTAN


Dunia pertanian saat ini dibebani oleh suatu tuntutan mendesak yaitu memenuhi kebutuhan pangan penduduk seluruh dunia. Sebagai usaha untuk mengatasi hal tersebut telah menjadi tuntutan bahwa usaha pertanian harus dapat memproduksi dalam jumlah yang cukup atau dapat melebihi kebutuhan dalam negeri sehingga dengan demikian dapat berperan sebagai penghasil devisa.

Untuk mencapai produksi tinggi berbagai asupan sarana produksi seperti pupuk, hormon untuk pertumbuhan atau pestisida banyak digunakan dalam usaha pertaniaan. Namun selain mahal, penggunaan sarana produksi tersebut seringkali dapat menimbulkan dampak negative. Untuk hal tersebut maka perlu dicari alternatif teknologi yang murah, ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik. Daerah sekitar perakaran (Rhizosphere) mempunyai kandungan nutrisi yang kaya karena kira-kira 40% hasil photosintesis hilang melalui akar. Hal tersebut menyebabkan banyaknya populasi mikroba sekitar rhizosphere. Sejumlah bakteri pada sekitar perakaran (Rhizobacteria) telah dilaporkan dalam berbagai hasil penelitian dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, meningkatkan ketahanan tanaman, menghasilkan hormon (Plant Growth-Promoting Rhizobacteria, PGPR).

PGPR pertama kali dilaporkan oleh Joseph W. Kloepper dan Milton N. Scoth yang selain rhizobacteria juga termasuk bakteri tanah yang mengkolonisasi perakaran dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pada saat ini pengertian PGPR tidak hanya pada kelompok Bakteri tetapi juga pada kelompok Jamur sehinngga semakin meluas pengertian mengenai mikroorganisme pemacu pertum,buhan ; termasuk mikroba yang digunakan dalam pengendaliaan hayati (biocontrol), penyedia nutrisi (biofertilization) dan produksi hormon (Biostimulation).

Beberapa mikoorganisme telah dilaporkan mempunyai fungsi seperti telah digunakan dalam paket Teknologi BioFOB. seperti Bacilluis pantotkenticus, Trichoderma lactae dan Fusarium oxysporum non patogenik

PUPUK HAYATI P


Program intensifikasi pertanian untuk meningkatkan produksi telah berdampak pada terhadap lingkungan yaitu; residu logam berat dari pestisida, bahan organic menurun populasi mikroorganisme berguna dalam tanah dan terjadi pengerasan tanah, akibatnya pemakaian pupuk kimia dari tahun ke tahun meningkat.

Studi kasus pada tanaman padi kebutuhan pupuk Urea, TSP dan KCL telah meningkat 4 – 6 kali sejak mulai program Bimas 30 tahun lalu. Untuk mengatasi masalah itu adalah dengan menggunakan pupuk hayati yang dikombinasi dengan pupuk organik. Mikroba tanah dapat berperanan dalam proses pelarutan mineral-mineral

Pupuk Hayati pelarut P
Reaksi yang terrjadi selama proses pelarutan P dari bentuk tak tersedia adalah reaksi khelasi antara ion logam dalam mineral tanah dengan asam-asam organik. Khelasi adalah reaksi keseimbangan antara ion logam dengan agen pengikat, yang dicirikan dengan terbentuknya lebih dari satu ikatan antara logam tersebut dengan molekul agen pengikat, yang menyebabkan terbentuknya struktur cincin yang mengelilingi logam tersebut.

Mekanisme pengikatan Al+++ dan Fe++ oleh gugus fungsi dari komponen organik adalah karena adanya satu gugus karboksil dan satu gugus fenolik, atau dua gugus karboksil yang berdekatan bereaksi dengan ion logam. Percobaan menunjukkan bahwa besarnya P yang terlarut memiliki korelasi dengan Ca dan Mg yang dilepaskan, hal ini membuktikan bahwa P tersebut semula terikat oleh Ca dan Mg. Pelarutan P dalam tanah dapat ditingkatkan pada suasana pH rendah, kadar Ca dapat ditukar rendah dan kadar P dalam larutan tanah rendah.

Asam-asam organik yang mempunyai berat molekul rendah meliputi : asam alifatik sederhana, asam amino dan asam fenolik. Asam alifatik terdapat pada tanaman yang banyak mengandung selulosa, asam amino dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung N (misalnya legum) sedang asam fenolik dihasilkan dari tanaman golongan herba (berbatang basah seperti bayam).

Asam-asam organik tersebut antara lain : laktat, glikolat, suksinat, alfa ketoglutarat, asetat, sitrat, malat, glukonat, oksalat, butirat dan malonat akan terbentuk selama proses perombakan bahan organik oleh mikroba, merupakan bentuk antara (transisi).

Meskipun jumlahnya sangat kecil yaitu sekitar 10mm, namun karena terus menerus terbentuk maka peranannya menjadi penting. Sebagian besar asam tersebut merupakan asam lemah. Konsentrasi yang agak besar dapat ditemukan pada mintarat (zone) tempat aktivitas mikrobia tinggi seperti rhizosphere atau pada longgikan seresah tanaman yang sedang mengalami proses perombakan.

Urutan kemampuan asam organik dalam melarutkan fosfat adalah : asam sitrat > asam oksalat = asam tartrat = asam malat > asam laktat = asam format = asam asetat. Asam organik yang membentuk komplek yang lebih mantap dengan kation logam akan lebih efektif dalam melepas Ca, Al dan Fe mineral tanah sehingga akan melepas P yang lebih besar.

Demikian juga asam aromatik dapat melepas P lebih besar dibandingkan asam alifatik. Sedangkan kemudahan fosfat terlepas mengikuti urutan Ca3(PO4)2 > AlPO4 > FePO4. Kecepatan pelarutan P dari mineral P oleh asam organik ditentukan oleh : (1) kecepatan difusi asam organik dari larutan tanah, (2) waktu kontak antara asam organik dan permukaan mineral, (3) tingkat dissosiasi asam organik, (4) tipe dan letak gugus fungsi asam organik, (5) affinitas kimia agen pengkhelat terhadap logam dan (6) kadar asam organik dalam larutan tanah.

Mikrobia yang berperanan dalam pelarutan fosfat adalah bakteri, jamur dan aktinomisetes. Dari golongan bakteri antara lain : Bacillus firmus, B. subtilis, B. cereus, B. licheniformis, B. polymixa, B. megatherium, Arthrobacter, Pseudomonas, Achromobacter, Flavobacterium, Micrococus dan Mycobacterium. Dari golongan jamur antara lain : Aspergillus niger, A. candidus, Fusarium, Penicillium, Schlerotium dan Phialotobus.

Sedangkan dari golongan aktinomisetes adalah Streptomyces sp. Menurut Alexander (1986) mikrobia dapat ditumbuhkan dalam media yang mengandung Ca3(PO4)2, FePO4, AlPO4, apatit, batuan P dan komponen P anorganik lainnya sebagai sumber P. Jamur Aspergillus niger dapat dipeletkan bersama dengan serbuk batuan fosfat dan bahan organik membentuk pupuk batuan fosfat yang telah mengandung jasad pelarut fosfat. Aspergillus niger tersebut dapat bertahan hidup setetah masa simpan 90 hari dalam bentuk pelet.

SELAMAT IDUL FITRI

Segenap keluarga besar Blog Bio-Fob Mengucapkan

" SELAMAT IDUL FITRI 1430 H "

MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN

APLIKASI TEKNOLOGI BIO-FOB PADA BERBAGAI KOMODITI

Tabel di bawah menunjukkan paket-paket teknologi apa yang dapat diaplikasikan (bio-fob, bio-triba, mitol & organo-triba) pada beberapa komoditas pertanian



+ dapat diaplikasikan
- tidak diaplikasikan

PUPUK HAYATI PENAMBAT NITROGEN



Beberapa tahun terakir ini harga pupuk kimia menongkat dengan tajam termasuk pupuk urea sebagai sumber N. Sulosi untuk mengatasi hal itu adalah dengan menggunakan pupuk organic dan hayati. Pupuk hayati adalah mikrobia ke dalam tanah untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dlam tanah atau uadara. Umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikrobia mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Mikrobia yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung ke dalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akan ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah mikrobia penambat N dan mikrobia untuk meningkatkan ketersediaan P dalam tanah.

Mikrobia penambat nitrogen
Sumber utama N berasal dari gas N2 dari atmosfir. Kadar gas nitrogen di atmosfir bumi sekitar 79% dari volumenya. Walaupun jumlahnya sangat besar tetapi belum dapat dimanfaatkan oleh tanaman tingkat tinggi, kecuali telah menjadi bentuk yang tersedia. Proses perubahan tersebut (1). Penambatan oleh mikrobia dan jasad renik lain Jasad renik ada yang hidup simbiotis dengan tanaman-tanaman legum (kacang-kacangan) maupun tanaman non legum, (2). Penambatan oleh jasad-jasad renik yang hidup bebas di dalam tanah atau yang hidup pada permukaan organ tanaman seperti daun, dan (3). Penambatan sebagai oksida karena terjadi pelepasan muatan listrik di atmosfir.

Penambatan nitrogen oleh mikrobia
Selama berabad-abad penggunaan legum (kacang-kacangan) dalam pergiliran tanaman serta penggunaan pupuk kandang merupakan cara-cara yang penting dalam penyediaan nitrogen tambahan pada tanaman non legum. Meskipun masih merupakan sumber nitrogen yang besar sumbangannya bagi pertumbuhan tanaman, selama beberapa dekade sekarang ini sumber nitrogen kacang-kacangan dan pupuk kandang makin hari makin menurun peranannya. Jumlah nitrogen yang ditambat oleh rhizobia sangat bervariasi tergantung strain, tanaman inang serta lingkungannya termasuk ketersediaan unsur hara yang diperlukan. Selandia Baru merupakan negara yang sangat mementingkan penggunaan pupuk nitrogen berasal dari penambatan N dari atmosfir.

Banyak genus rhizobia yang hanya dapat hidup menumpang pada tanaman inang tertentu (spesifik). Sebagai contoh bakteri yang bersimbiosis dengan kedelai (soybean) umumnya tidak dapat bersimbiosis dengna tanaman alfalfa (medicago). Agar kemampuan menambat nitrogen tinggi maka tanaman inang harus dinokulasi dengan inokulan yang sesuai.Penambatan oleh rhizobia maksimum bila ketersediaan hara nitrogen dalam keadaan minimum. Dianjurkan untuk memberikan sedikit pupuk nitrogen sebagai starter, agar bibit muda memiliki kecukupan N sebelum rhizobia menetap dengan baik pada akarnya. Sebaliknya pemupukan nitrogen dengan jumlah besar atau terus menerus akan memperkecil kegiatan rhizobia sehingga kurang efektif.

Penambat N yang hidup bebas
Penambatan nitrogen dalam tanah dilakukan juga oleh jasad renik yang hidup bebas, artinya tidak bersimbiosis dengan tanaman inang. Jasad tersebut antara lain adalah ganggang hijau-biru (Chyanophiceae) dan bakteri yang hidup bebas. Bakteri yang hidup bebas ialah Rhodospirillum sp yang fotosintetis, Clostridium yang merupakan jasad anaerob serta Azotobacter dan Beiyerinckia yang aerob.

Ganggang biru hijau hidup pada berbagai lingkungan, bahkan pada permukaan batu di lahan gurun pasir yang gersang. Dia bersifat autotrof sempurna dan hanya memerlukan sinar matahari, air, nitrogen bebas, karbon dioksida dan garam-garam yang mengandung hara mineral penting. Karena ganggang memerlukan sinar matahari maka diduga hanya sedikit pengaruhnya terhadap penambahan unsur N dalam tanah pertanian yang diusahakan di dataran tinggi. Manfaat lain yang diperoleh dari ganggang hijau biru ini ialah terjadinya pelapukan secara biologi sehingga menjadi lebih terbukanya kehidupan lain pada permulaan genesa tanah.

Dipandang dari segi pertanian penambatan nitrogen oleh bakteri yang hidup bebas di dalam tanah mempunyai peranan lebih pentingdibandingkan ganggang hijau biru. Jasad-jasad ini, kecuali Rhodospirillum, menghendaki adanya sumber tenaga berupa sisa tanaman atau hewan. Sebagian tenaga hasil oksidasi ini digunakan untuk menambat nitrogen dari udara bebas. Kemampuan maksimum penambatan nitrogen oleh jasad ini berkisar 20 sampai 40 kg per hektar N per tahun.

Disamping bakteri penambat yang bersimbise ada mikroba yang hidup bebas mikrobia dan ganggang biru (blue green algae) yang mampu menambat N udara.

MIKROORGANISME “BAIK” BERMANFAAT BAGI KESEHATAN MANUSIA


Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung bebrapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic recombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit.

Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut.

Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur. Sehingga apabila endofit yang diisolasi dari suatu tanaman obat dapat menghasilkan alkaloid atau metabolit sekunder sama dengan tanaman aslinya atau bahkan dalam jumlah yang lebih tinggi, maka kita tidak perlu menebang tanaman aslinya untuk diambil sebagai simplisia, yang kemungkinan besar memerlukan puluhan tahun untuk dapat dipanen.

Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman inangnya, dan telah berhasil dibiakkan dalam media perbenihan yang sesuai. Demikian pula metabolit sekunder yang diproduksi oleh mikroba endofit tersebut telah berhasil diisolasi dan dimurnikan serta telah dielusidasi struktur molekulnya.

Mikroorganisme Penghasil Antibiotika dan Anti Malaria

1. Mikroba endofit yang menghasilkan antibiotika
Cryptocandin adalah anti-fungi yang dihasilkan oleh mikroba endofit Cryptosporiopsis quercina yang berhasil diisolasi dari tanaman obat Tripterigeum wilfordii, dan berhasiat sebagai antijamur yang patogen terhadap manusia yaitu Candida albicans dan Trichopyton spp.

Beberapa zat aktif lain yang diisolasi dari mikroba endofit misalnya ecomycin diproduksi oleh Pseudomonas viridiflava juga aktif terhadap Cryptococus neoformans dan C. albicans. Ecomycin merupakan lipopeptida yang disamping terdiri dari molekul asam amino yang umum juga mengandung homoserin dan beta-hidroksi asam arpartat, sedangkan senyawa kimia yang diproduksi oleh mikroba endofit Pseudomonas syringae yang berhasiat sebagai anti jamur adalah pseudomycin, yang dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans dan ryptococcus neoformans

Pestalotiopsis micrispora merupakan mikroba endofit yang paling sering ditemukan di tanaman hutan lindung di seluruh dunia. Endofit ini menghasilkan metabolit sekunder ambuic acid yang berhasiat sebagai antifungi . Phomopsichalasin, merupakan metabolit yang diisolasi dari mikroba endofit Phomopsis spp. berhasiat sebagai anti bakteri Bacillus subtilis, Salmonella enterica, Staphylococcus aureus, dan juga dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida tropicalis.

Antibiotika berspektrum luas yang disebut munumbicin, dihasilkan oleh endofit Streptomyces spp. strain NRRL 30562 yang merupakan endofit yang diisolasi dari tanaman Kennedia nigriscans, dapat menghambat pertumbuhan Bacillus anthracis dan Mycobacterium tuberculosis yang multiresisten terhadap berbagai obat anti TBC Jenis endofit lainnya yang juga menghasilkan antibiotika berspektrum luas adalah mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman Grevillea pteridifolia. Endofit ini menghasilkan metabolit kakadumycin. Aktifitas antibakterinya sama seperti munumbicin D, dan kakadumycin ini juga berhasiat sebagai anti malaria.

2. Mikroba endofit penghasil zat anti malaria
Colletotrichum sp. merupakan endofit yang diisolasi dari tanaman Artemisia annua, menghasilkan metabolit artemisinin yang sangat potensial sebagai anti malaria. Disamping itu beberapa mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman Cinchona spp juga mampu menghasilkan alkaloid cinchona yang dapat dikembangkan sebagai sumber bahan baku obat anti malaria.

Mikroba Penghasil Anti Virus dan Kanker

1. Mikroba endofit yang memproduksi anti virus
Jamur endofit Cytonaema sp. dapat menghasilkan metabolit cytonic acid A dan B yang struktur molekulnya merupakan isomer p-tridepside, berhasiat sebagai anti virus. Cytonic acid A dan B ini merupakan protease inhibitor dan dapat menghambat pertumbuhan cytomegalovirus manusia.

2. Mikroba endofit yang menghasilkan metabolit sebagai anti kanker
Paclitaxel dan derivatnya merupakan zat yang berhasiat sebagai anti kanker yang pertama kali ditemukan yang diproduksi oleh mikroba endofit. Paclitaxel merupakan senyawa diterpenoid yang didapatkan dalam tanaman Txus. Senyawa yang dapat mempengaruhi molekul tubulin dalam proses pembelahan sel-sel kanker ini, umumnya diproduksi oleh endofit Pestalotiopsis microspora, yang diislasi dari tanaman Taxus andreanae, T. brevifolia dan T. wallichiana. Saat ini beberapa jenis endofit lainnya telah dapat diisolasi dari berbagai jenis Taxus dan didapatkan berbagai senyawa yang berhasiat sebagai anti tumor. Demikian pula upaya untuk sintesisnya telah berhasil dilakukan (Str

3. Endofit yang memproduksi antioksidan
Pestacin dan isopestacin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh endofit P. microspora. Endofit ini berhasil diisolasi dari tanaman Terminalia morobensis, yang tumbuh di Papua New Guinea. Baik pestacin ataupun isopestacin berhasiat sebagai antioksidan, dimana aktivitas molekulnya mirip dengan flavonoid .

4. Endofit yang menghasilkan metabolit yang berhasiat sebagai anti diabetes
Endofit Pseudomassria sp yang diisolasi dari hutan lindung, menghasilkan metabolit sekunder yang bekerja seperti insulin. Senyawa ini sangat menjanjikan karena tidak sebagaimana insulin, senyawa ini tidak rusak jika diberikan peroral. Dalam uji praklinik terhadap binatang coba membuktikan bahwa aktivitasnya sangat baik dalam menurunkan glukosa darah tikus yang diabetes. Hasil tersebut diperkirakan dapat menjadi awal dari era terapi baru untuk mengatasi diabetes dimasa mendatang (Zhang B.,et al.1999).

5. Endofit yang memproduksi senyawa imunosupresif
Obat-obat imunosupresif merupakan obat yang digunakan untuk pasien yang akan dilakukan tindakan transplantasi organ. Selain itu imunosupresif juga dapat digunakan untuk mengatasi penyakit autoimum seperti rematoid artritis dan insulin dependent diabetes. Senyawa subglutinol A dan B yang dihasilkan oleh endofit Fusarium subglutinans yang diisolasi dari tanaman T. wilfordii, merupakan senyawa imunosupresif yang sangat potensial.

CARA MUDAH MEMPRODUKSI BIBIT BIO-FOB

Untuk mendapatkan bibit bio-fob untuk tanaman perkebunan vanili, lada,dsb, hortikultur tanaman hias, tomat dsb caranya mudah. Yakni cukup dengan menggunakan bahan tanaman stek terpilih kemudian dicelupkan ke formula bio-fob. Setelah itu dipindahkan ke pembibitan. Namun dipastikan bibit ini bakal memiliki kualitas yang berbeda dengan bibit biasa.

CABE ORGANIK BIO-FOB PRODUKSI TINGGI


Hasil dari tanaman cabe di atas sungguh luar biasa. Gambar ini bukan hasil rekayasa, melainkan hasil petani yang menanam cabe dengan aplikasi bio-fob. Hasilnya, seperti yang bisa Anda saksikan di atas dan dikategorikan sebagai "cabe organik".

BUDIDAYA JAGUNG Semi Organik DENGAN TEKNOLOGI BIOTRIBA


Di bawah ini adalah langkah-langkah bertani jagung semi organik yang telah dipraktekkan oleh petani pengguna teknologi bio-triba. Dengan metoda ini cukup efektif dalam menekan penggunaan pupuk kimia, bahkan produksinya lebih tinggi dari budidaya jagung biasa.

Pengolahan Tanah
Pada tanah berat dengan struktur mampat pengolahan tanah dilakukan 2 kali, sedang untuk tanah ringan (porous) seperti tanah Alfisol, Regosol, Etisol, dan Oxixol, dapat dilakukan pengolahan tanah minimun, yaitu pengolahan tanah sepanjang baris tanaman atau tanpa pengolahan tanah (TOT). Untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah dapat diberi pupuk organic yang telah diolah dengan BioTRIBA sebanyak 2 ton/ha 1 – 2 minggu sebelum tanam (Baca Teknik pembuatan kompos BioTRIBA)

Cara Tanam
Cara tanam dapat dilakukan dengan 2 cara (a) ditugal dan mengikuti alur bajak atau traktor. Jarak tanaman diusahakan dengan jarak yang teratur

Populasi tanaman optimal berkisar antara 62.500 – 100.000 tanaman /ha, dengan jarak tanam (a) 75 cm x 40 cm, 2 tanaman/lubang atau (b) 75 cm x 20 cm, 1 1 tanaman/lubang.

Untuk varietas lokal pada musim penghujan jarak tanam 75 cm x 30 cm, 2 tanaman/lubang. Untuk jagung hibrida, jarak tanam 75 cm x 20 cm, 1 tanaman/lubang dapat memberikan pertumbuhan dan hasil produksi yang lebih baik.

Penanaman dapat juga dilakukan dengan sistem dua baris (double row), yaitu jarak tanam (100 cm x 50 cm) x 20 cm dengan 1 tanaman/lubang.

Sebelum benih ditugal terlebih dahulu direndam dalam BioTRIBA selama 20 – 30 menit. Untuk 1 liter BioTRIBA dapat dilarutkan dalam 20 liter air bersih, kemudiaan benih jagung direndam dalam larutan BioTRIBA tadi selama 20 – 30 menit, kemudiaan benih itu ditanam.

Pemupukan
Setelah benih jagung ditanam ditutup dengan pupuk organoTRIBA sebanyaki 5- 10 g/lobang.( 400 kg – 600kg/ha).

Pupuk an-organik yang digunakan dapat diberikan hanya 50% dari dosis anjuran. Urea 200 kg/ha, KCL 100kg/ha dan 100kg/ha.

Pemberian pupuk 100k/ha Urea, 100kg,TSP,100 kg KCL dilakukan 7 hari. Kemudiaan setelah berumur 30 – 35 hari setelah tanam di berikan Urea 100 kg/Ha.

Cara pemupukan ditugal ± 7-10 cm disekitar tanaman atau goretan (parit) yang dibuat disamping tanaman sepanjang barisan, Setelah pupuk diberikan kemudian ditutup dengan tanah.

Penyiangan dan Pembumbunan
Penyiangan dilakukan 2 kali, Penyiangan I pada umur 10 – 15 hari dan penyiangan ke II pada umur 28 – 35 hari bersamaan dengan dilakukannya pembumbunan dan pemupukan ke II..

Pengendalian Hama dan Penyakit
Kalau menggunakan varitas unggul yang tepat maka serangan Hama Penyakit akan sangat terbatas seperti BS2, Peonir, Lamuru, Srikandi Putih dll. Varitas yang tahan hama penyakit sudah banyak dipasarkan sampai pada tingkat petani. Dilakukan dengan menerapkan kaidah pengendalian hama terpadu (PHT) yang komponen-nya terdiri dari penanaman varietas tahan pengelolaan kultur teknis yang tepat dan penggunaan pestisida. organik seperti Mitol 20EC, ekstrak Nimba, Mikoria. Kalau serangan berat dapat dibantu dengan pestida sintetis..

Panen
Panen dilakukan setelah biji pada tongkol masak yang ditandai dengan terbentuknya lapisan hitam pada lembaga dan tongkol telah menguning. Panen merupakan tahap awal yang penting dari seluruh rangkaian penanganan pasca panen jagung, karena berpengaruh terhadap jumlah dan mutu hasil. Panen terlalu awal menyebabkan jumlah butir muda banyak, sehingga mutu biji dan daya simpannya rendah. Sebaliknya, terlabat panen mengakibatkan penurunan mutu dan peningkatan kehilangan hasil.

Budidaya Jagung Organik dengan Teknologi Biotriba

Standar operasional (SOP) untuk budidaya jagung organik penuh sama dengan SOP Budidaya Jagung Semi Organik. Akan tetapi yang berbeda adalah pada BAB III (Pemupukan). Pupuk yang digunakan hanya pupuk organic yaitu OrganoTRIBA dan pupuk organik yang telah diolah dengan atau dicampur dengan BioTRIBA. Pupuk OrganoTRIBA yang digunakan sebanyak 800 kg/ha sedang pupuk organik yang telah diolah dengan BioTRIBA adalah 2 ton/ha.

Untuk meningkatkan kesuburan tanah data dibantu dengan pupuk organic cair BioPORTAM. Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu 7 hari setelah tanaman (500kg OrganoTRIBA, dan 1200 kg pupuk organikTRIBA ) dan 21 hari seteah tanam, 300 kg OrganoTRIBA + 800 kg OrganikTRIBA)

BISNIS WARALABA BENIH PANILI BIO-FOB

Dr. Mesak menjadi pembicara tentang panili organik di Malaysia

Apakah Anda ingin menjadi penjual benih (stek atau bibit) panili bio-fob? Seperti halnya yang kami lakukan melalui blog ini.

Jika Anda tertarik berbisnis di bidang benih panili. Kami membuka kesempatan menjalin kerjasama waralaba benih panili bio-fob. Baik kepada perseorangan maupun perusahaan.

Bisnis ini sangat prospektif. Mengingat benih panili bio-fob tidak saja unggul, juga direkomendasikan dalam berbagai pedoman teknis pemerintah.

Hal ini karena panili bio-fob memiliki produksi tinggi dan tahan terhadap penyakit busuk batang, momok menakutkan bagi pekebun panili. Dan harga benih panili bio-fob lebih mahal dari benih panili biasa.

Kebun pembibitan panili bio-fob, bisa beromzet ratusan juta rupiah dalam satu tahun

Melalui kerjasama waralaba, pewaralaba akan mendapatkan bimbingan teknis tata cara produksi benih bio-fob. Sekaligus penguasaan teknologi dan pengetahuan tentang perbenihan panili. Dan menjadi penjual maupun distributor benih di lokasi dimana pewaralaba berada.

Dengan adanya waralaba ini, siapapun bisa menjadi penyedia benih panili unggul bermutu. Keuntungan yang diperoleh juga sangat menjanjikan. Setidaknya hal ini dibuktikan dari beberapa pewaralaba yang saat ini sudah menikmati keuntungan dari penjualan benih panili bio-fob.

Untuk informasi tata cara kerjasama waralaba dapat menghubungi kami melalui nomor telp/HP yang ada di blog ini.

BERTANI ALAMI UNTUK TANAMAN PADI

Upaya meningkatkan produksi padi Indonesia terus dilakukan dalam upaya untuk mencapai swasembada beras. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi laju peningkatan kebutuhan beras yang diperkirakan mencapai 41,5 juta ton atau 65,9 juta ton gabah kering giling (GKG) pada tahun 2025.

Sejak tahun 80-an, teknologi revolusi hijau telah memberikan hasil yang positif dalam peningkatan produksi tanaman padi. Namun demikian, beberapa dekade terakhir, kemajuan teknologi tersebut memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesuburan tanah.

Hal ini ditandai dengan penggunaan pupuk kimia yang sudah mencapai tahap leveling off, dimana penambahan pupuk dengan dosis lebih tinggi tidak lagi mampu meningkatkan produktifitas secara nyata. Dampak lain dari penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia adalah ledakan hama dan penyakit tanaman yang sangat luar biasa sehingga biaya produksi menjadi sangat tinggi.

Dampak negatif penggunaan pupuk kimia secara intensif terlihat jelas pada degradasi bahan organik tanah. Hasil berbagai kajian menunjukkan bahwa pada sentra produksi padi kandungan bahan organik lahan-lahan sawah sudah berada diambang batas minimum dimana kandungan kurang dari 2%.

Hal ini mengakibatkan tingkat efektifitas pemupukan menjadi sangat rendah sehingga dosis rekomendasi pemupukan dari tahun ke tahun semakin tinggi. Sebagai contoh, penggunaan urea saat ini sudah mencapai 400 – 600 Kg/ha sedangkan hasil yang diperoleh tidak lebih dari 6 ton gabah kering panen per hektar.

Upaya meregenerasi dan merevitalisasi tanah sangat perlu dilakukan dengan mengembalikan sumber energi dalam tanah. Salah satu teknologi saat ini yang banyak dikembangkan adalah teknologi HES (High Energy Soil) berbasis SRI (System of Rice Intensification).

Teknologi ini menitikberatkan pada upaya pengembalian energi tanah melaluli penambahan bahan organik untuk meningkatkan keanekaragaman hayati sehingga tercipta aliran energi yang cukup untuk proses biokimia dalam tanah. Teknologi BioFOB merupakan salah satu pendekatan dalam meningkatkan keaneka ragaman hayati dengan penambahan bahan organik dan mikroorganisme bermutu yang terseleksi

Teknologi BioFOB-HES (High Energy Soil)
Pengembangan teknologi BioFOB-HES dalam budidaya padi sawah menitikberatkan pada empat komponen utama yaitu penambahan bahan organik, aplikasi pupuk hayati, pengendalian hayati/nabati dan pengelolaan air. Dengan menggunakan teknologi ini maka akan mengefisienkan penggunaan pupuk an organik.

a.Penambahan Bahan Organik
Bahan organic mempunyai peranan sangat penting dalam pemupukan. Tanah yang mengandung bahan organic yang cukup akan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menahan air dan hara sehingga tidak mudah hilang melalui pencucian dan penguapan.
Pada kandungan bahan organic kurang dari 2.5 %, proses pencucian hara sangat sulit dikendalikan. sedangkan pada kandungan bahan organic kurang dari 2% kandungan unsur mikro sangat rendah sehingga menggangu pembentukan enzim dalam tanah yang sangat dibutuhkan dalam proses bio kimia. Penurunan bahan organic dari 3 % menjadi 2 % akan menurunkan kemampuan tanah dalam menyimpan unsure nitrogen sebanyak 900 kg/ha.

Penambahan bahan organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan kompos jerami atau bahan organik lainnya. Pengomposan dilakukan dengan menggunakan inokulan berfungsi ganda seperti BioTRIBA yang mengandung inokulan T. lactae dan B. pantotkenticus. Mikroba ini dipilih karena sebagai dekomposer mampu menghasilkan kompos dengan mutu sangat baik dan dapat berfungsi sebagai agensia hayati, biofertilizer dan bioabsorb untuk meningkatkan kesehatan dan produktivitas tanaman. Pemberian OrganoTRIBA atau kompos yang telah dirpses dengan BioTRIBA dilakukan sebanyak 150 – 300 Kg/ha.

b.Penambahan Pupuk Hayati
Penambahan pupuk hayati dimaksudkan untuk meningkatkan keanekaragaman mikroorganisme yang menguntungkan khusus mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat dan penghasil fitohormon. Penambahan mikroba penambat nitrogen sangat diperlukan untuk meningkatkan efektifitas pemupukan N. Sebagaimana kita ketahui, untuk menghasilkan gabah 8 – 10 ton/ha diperlukan nitrogen yang cukup besar mencapai 200 – 300 kg N/ha.

Pupuk hayati yang mengandung inokulan penambat N sangat diperlukan untuk mensuplai 50 – 75 % kebutuhan N sehingga aplikasi pupuk kimia tidak terlalu tinggi.
Salah satu pupuk hayati yang dapat digunakan adalah pupuk BIO PRIMA yang mengandung inokulan lengkap penambat nitrogen dan pelarut fosfat, pemantap agregat dan penghasil fitohormon.

c.Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit sedapat mungkin terhindar dari penggunaan bahan-bahan kimia. Penggunaan pestisida hayati dan pestisida nabati sangat diperlukan untuk mengendalikan hama dan penyakit. Pengendalian penyakit secara hayati dapat dilakukan dengan menggunakan agensia hayati sedangkan pengendalian nabati dapat dilakukan pestisida nabati seperti Mitol 20 EC yang mengandung ekstrak cengkeh. Pengendalian hama secara hayati dapat digunakan inokulan Beauveria sp. seperti Mikoria dan produk sejenis.

d.Pengeloaan Air
Pengelolaan air sangat menentukan keberhasilan teknologi HES. Pengelolaan air sedapat mungkin menciptakan kondisi aerobik di dalam tanah untuk merangsang pertumbuhan mikroorganisme dan system perakaran yang banyak. Salah satu system pengairan yang perlu dalam teknologi HES adalah System of Rice Intensification (SRI) yang telah diteliti dan dikembangkan badan riset Departemen PU.

Metode Pelaksanaan Teknologi BioFOB-HES
a.Persemaian benih
Sebelum benih disemaikan terlebih dahulu dilakukan seleksi benih dengan cara merendam benih dalam air. Benih yang mengambang lalu di buang. Benih yang baik kemudian diperam selama 24 jam. Setelah diperam benih diberi perlakuan dengan cara merendam benih dalam larutan yang mengandung Bio Triba 10 cc/liter air atau larutan yang mengandung BioFoB 20 cc/liter air selama 20 menit. Benih yang telah diperlakukan lalu disemaikan pada bedengan yang telah dipersiapkan.

Bedengan dibuat dengan lebar 2 meter, tinggi 10 cm dan panjang sesuai dengan kondisi lahan. Sebelum disemai bedengan lebih dahulu ditaburi kompos OrganoTRIBA sebanyak 200 g/m2 bedengan. Pada umur 7 hari setelah semai benih dipupuk dengan menggunakan pupuk BIO PRIMA sebanyak 20 gram/m2.

b.Pengolahan lahan
Pengolahan lahan dilakukan seperti biasa. Setelah lahan diratakan dibuat saluran air disekeliling petakan dan dalam petakan dengan jarak 3 meter antar saluran. Dalam saluran air yang ideal diperkirakan 15 cm dengan lebar 20 cm.

Apabila pada lahan terdapat banyak jerami perlu dikukan pengomposan dilapangan dengan menyemprotkan dekomposer yang dapat mempercepat pelapukan jerami. Pengomposan jerami dilakukan 7 hari sebelum dilakukan perataan lahan.

c.Pemupukan dasar
Pemupukan dasar dilakukan sebelum tanam dengan menggunakan kompos (Organo TRIBA) atau pupuk organik yang telah diolah dengan BioTRIBAsebanyak 150 – 300 kg/ha + 25 Kg pupuk HI

d.Penanaman
Penanaman dilakukan pada saat bibit telah berumur 14 – 16 hari. Bibit ditanam sebanyak 1 – 2 tanaman per lubang dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm atau dengan menggunakan jarak tanam legowo 2 dengan jarak antar barisan 25 cm, dalam barisan 12.5 cm dan jarak legowo 50 cm.

e.Pemeliharaan Tanaman
1. Pada umur 10 hari tanaman disemprot dengan pupuk organik cair 1 cc/liter yang dicampur dengan Mikoria (inokulan Beauveria sp.).

2. Pada umur 14 hari dilakukan penyiangan gulma secara manual dengan menggunakan alat penyiang.

3. Pada umur 15 hari dilakukan pemupukan susulan dengan menggunakan pupuk OrganoTRIBA 50 kg/ha + Urea 50 Kg/ha + Smart-SP 50 Kg/ha + KCl 25 Kg/ha

4. Pada umur 21 hari tanaman disemprot dengan inokulan Beauveria sp. (Mikoria) dan pupuk cair organik 1.5 cc/liter

5. Pada umur 30 hari dilakukan penyiangan kedua dengan cara manual atau menggunakan alat penyiang.

6. Pada umur 31 hari dilakukan pemupukan susulan dengan menggunakan urea sebanyak 50 kg/ha

7. Pada umur 45 hari dilakukan penyemprotan Mikoria 100g/ 15 liter air + pupuk cair organik 2.5 cc/liter.

8. Pada umur 60 hari dilakukan penyemprotan dengan menggunakan Mikoria 100g/15 l (1 tangki)

9. Pada umur 70 hari dilakukan penyemprotan dengan menggunakan Mitol 20EC sebanyak 3 – 5 cc/liter.

PRODUKSI RATA-RATA VANILI TEKNOLOGI BIO-FOB

Di bawah ini produksi rata-rata vanili dengan aplikasi bio-fob hingga tahun ke-10. Data ini diperoleh dari observasi di pertanaman petani.

VANILI SEHAT DENGAN TEKNOLOGI BIO-FOB


Beginilah kondisi tanaman vanili yang mendapatkan aplikasi teknologi bio-fob. Tanaman tersebut, bebas penyakit, segar, pertumbuhannya cepat. Gambar vanili ini diambil kebun petani di Bali yang menerapkan teknologi Bio-Fob.

TENTANG VANILI ORGANIK

Vanili organik merupakan suatu produk yang dihasilkan dari budidaya pertanian yang dilakukan tanpa aplikasi pupuk ataupun obat-obatan kimia. Di mana nantinya untuk menguji keorganikan produk tersebut maka akan dilakukan pemeriksaan lapangan dan tahap sertifikasi sebagai legalitas keorganikan produk dimaksud.

Produk organik mulai dicari oleh para konsumen seiring adanya kesadaran akan bahaya residu pupuk ataupun obat kimia pertanian bagi kesehatan manusia yang terdapat pada produk konsumsi sehari-hari (Kesehatan). Disamping itu, akibat yang dihasilkan dari penggunaan pupuk ataupun obat kimia secara terus menerus di mana ternyata dapat merusak struktur tanah juga menjadi penyebab mulai beralihnya budidaya pertanian ke arah menghasilkan produk organik (Kelestarian Alam & Lingkungan).

Panili Organik milik Bapak Agus Ramada menggunakan teknologi Bio-Fob

Memang tidaklah mudah untuk beralih ke arah budidaya pertanian secara organik, hal ini khususnya berlaku di suatu lahan pertanian yang awalnya sangat bergantung pada pupuk ataupun obat-obatan kimia. Dampak awal yang akan terasa adalah menurunnya hasil produksi pertanian akibat recovery kerusakan struktur tanah yang telah terjadi sebelumnya. Namun seiring berjalannya waktu maka hasil produksi pertanian akan meningkat kembali.

Kendala Budidaya Vanili Organik
Sebuah jurnal menarik yang berjudul The Natural Vanilla Markets with special attention for the Organic segment menjelaskan bahwa budidaya tanaman Vanili secara organik belum dikembangkan secara optimal pada saat ini. Padahal dalam kenyataannya jenis tanaman berjuluk si Emas Hijau ini tidaklah teramat sulit untuk dibudidayakan secara organik (Tanpa Pupuk & Obat-Obatan Kimia).

Di Indonesia pun adalah belum banyak petani yang mengembangkan tanaman Vanili secara organik. Mereka umumnya masih menggunakan pestisida kimia ketika tanaman mereka terkena serangan ulat ataupun serangga, di mana sebenarnya penggunaan ramuan tanaman sebagai pestisida organik adalah dapat digunakan untuk mengatasi hal ini bilamana petani mau untuk memulainya.

Kerawanan dalam pengembangan budidaya tanaman ini sebenarnya adalah hanya pada penyakit busuk batang yang rentan menyerang tanaman pada usia kurang dari 1,5 tahun. Namun kerawanan ini pun sebenarnya sudah dapat di atasi dengan penanaman bibit yang bersumber dari tanaman bebas penyakit busuk batang dan melakukan budidaya tanaman Vanili secara baik dan benar agar terhindar dari penyakit tersebut. Disamping itu, Teknologi Organik guna mengatasi serangan penyakit busuk batang bisa menggunakan Bio FOB & Bio TRIBA .

Tidaklah mudah dalam memperoleh Bibit Tanaman Vanili yang terbebas dari Penyakit Busuk Batang. Namun sudah semakin mudah cara dalam menangani Kerawanan Penyakit Busuk Batang dengan melakukan Budidaya Tanaman Vanili secara baik dan benar.

Penerapan budidaya tanaman Vanili secara organik dilakukan dengan memanfaatkan Pupuk Organik yang dihasilkan dari Kotoran Domba dengan Teknologi Bio TRIBA sebagai Bio Komposer, hasilnya tidak hanya saja akan menyuburkan tanah dan tanaman akan tetapi meminimalkan resiko berkembangbiaknya bibit jamur penyebab penyakit busuk batang. Semoga Bermanfaat!

Dikutip dari Organic Indonesian Vanilla

PROTOKOL APLIKASI BioTRIBA PADA TANAMAN SAWIT



Bio-triba terbukti terbukti efektif meningkatkan pertambahan tunas serta ketahanan terhadap penyakit pada pembibitan sawit. Serta dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman sawit dan produktivitas sawit pada pertanaman. Bio-triba meningkatkan antibodi tanaman terhadap penyakit serta meningkatkan efektivitas tanaman dalam penyerapan hara.

Aplikasi Bio-triba pada Pembibitan
1. Rendam biji sawit sebelum dikecambahkan dalam larutan BioTRIBA selama 5 – 10 menit dengan konsentrasi 20% ( 20 ml/l)

2. Untuk mencegah timbulnya penyakit pada bibit maka Lahan untuk pesemaian disiram dengan BioTRIBA dengan konsentrasi 10% (10 ml/l)

3. Untuk pemeliharan dalam polibag dianjurkan menggunakan kompos (bisa kompos cangkang sawit, dll) yang telah dicampur dengan BioTRIBA dengan dosis 0,5 - 1 kg/polibag setiap 4 bulan. (1 TON KOMPOS + 3 BioTRIBA konsentrasi 10 – 50 ml/l)

Penggunaan Bio-triba pada Pertanaman
Untuk membantu optimalisasi penyerapan hara maka dianjurkan aplikasi Bio~TRIBA pada pada pangkal batang setiap 6 bulan sekali dan dilaksanakan 1 bulan setelah pemupukan dengan konsentrasi 10% (10ml/l)

Untuk membantu stabilizasi hara dan mikroorganisme bermanfaat dalam rizosfera/perakaran tanaman, dianjurkan agar dibantu dengan pemberiaan kompos (bisa kompos cangkang sawit, dll) yang telah dicampur dengan Bio~TRIBA dengan dosis 2 – 3 kg/tanaman/tahun

BIO-FOB DAN ORGANO-TRIBA COCOK UNTUK TANAMAN HIAS


Kabar baik bagi pencinta tanaman hias. Ternyata bio-fob dan organo-triba juga cocok digunakan untuk pemeliharaan tanaman hias. Hal ini dibuktikan oleh seorang hobis, sebut saja Bapak Budiman, di Bogor, yang mencoba menggunakan paket teknologi tersebut untuk tanaman koleksinya.

Menurut sang hobis penggunaan bio-fob dan organo-triba terbukti mempercepat munculnya tunas baru, dan meningkatkan pertumbuhan daun. Hal ini terlihat pada tanaman aglonemanya. Setelah diberikan bio-fob dan organo triba daunnya rimbun, warnanya semakin cerah dan mengkilap. Sehingga ia tidak perlu lagi membeli semir daun.

Disamping itu untuk tanaman bunga-bungaan, bio-fob dan organo-triba telah membuat tanamannya berbunga lebih lama. " Koleksi saya terlihat sangat indah karena tanaman jadi rajin berbunga setelah diberi bio-fob dan organo-triba", ungkapnya.

"Disamping itu, tanaman juga menjadi semakin resisten terhadap serangan busuk akar dan penyakit akibat jamur yang sering menyerang tanaman hias", tambahnya.



Bio-fob dan organo-triba dapat diterapkan untuk berbagai jenis tanaman hias seperti Aglaonema, Adenium, Anthurium, Caladium, Euphorbia, Pachypodium, dsb. Penggunaan bio-fob bisa dilakukan pada waktu pembibitan atau ketika tanaman dewasa. Sedangkan organo-triba digunakan sebagai penganti kompos yang bisa juga berfungsi sebagai bio-pestisida.

Pak Budimanpun juga dengan senang hati membagikan pengalamannya kepada hobis lainnya. "Banyak pengunjung kebun koleksi saya yang bertanya-tanya mengapa tanaman saya terlihat sehat, asri dan cantik?. Tentu saya jawab, itu karena keajaiban bio-fob dan organo-triba. Dan kemudian sayapun menyarankan mereka untuk mencoba", ungkapnya.

Dan beberapa teman-temannya juga sudah menerapkan dan membuktikan keefektifan paket bio-fob dan organo-triba. "Menurut mereka, penggunaan bio-triba dan organotriba murah meriah tapi manfaatnya nyata", tambahnya.

Jadi, apakah Anda juga ingin mencoba?

PEMBUATAN ORGANO-TRIBA DI UNTUK RUMAH TANGGA


Pembuatan organo-triba juga bisa dilakukan skala rumah tangga dengan memanfaatkan lahan yang terbatas. Dimana proses pengomposan dilakukan di dalam ember atau drum plastik yang dibuat berlubang dengan kapasitas 100 kg.

Oleh sebab itu sampah rumah tangga terlebih dahulu dipisahkan antara yang organik dan anorganik. Sampah anorganik bisa dijual secara kiloan atau diberikan pada pemulung. Sedangkan sampah organik diproses lebih lanjut menjadi kompos.

Sampah rumah tangga kemudian dicacah apakah secara manual dengan parang atau menggunakan mesin pencacah. Tujuannya agar ukuran bahan baku lebih kecil dan mempermudah proses penguraian. Namun sebaiknya sampah sampah yang sulit terurai dipisahkan seperti daging, tulang, dsb.



Kemudian masukkan sampah organik ke dalam drum, kemudian siram dengan larutan Bio TRIBA yang telah diencerkan dengan air mengikuti perbandingan 1 : 100 liter kemudian diaduk. Penyiraman dilakukan perlahan-lahan dan merata hingga kandungan air ± 30-40 %.

Sebagaimana proses pembuatan organo-triba di atas proses fermentasi akan berlangsung selama 1 sampai 3 minggu, tergantung bahan baku yang digunakan. Pada hari ketiga atau kedelapan perlu dilakukan pengadukan atau pembalikan secara manual agar aerasi di dalam dapat berlangsung dengan baik.

PENYAKIT VANILI DI MADAGASKAR

Madagaskar adalah penghasil utama vanili dunia dan mensuplay 50 – 60% kebutuhan industry vanilla dunia setiap tahunnya, sedang Indonesia hanya menduduki urutan kedua mensupplay 15 – 25%.

Beberapa pemberitaan dari internet menjelaskan bahwa sejak tahun 2008 pertanaman vanili di Madagaskar terserang penyakit jamur yang sangat serius. Pemerintah Madagaskar menjelaskan bahwa telah menyerang sekitar 80% pertanaman vanili di Sambava dan Andapa merupakan pusat pertanaman vanili di Negara itu.

Artinya bahwa produksi Madagaskar akan turun drastis dalam beberapa tahun kedepan. Peluang ini dapat dimanfaatkan oleh petani vanili di Indonesia untuk mengambil alih dan mensupply kebutuhan dunia paling kurang sekitar 50%.

Di Indonesia penyakit vanili yang disebut Busuk batang vanili (BBV) juga pernah menghancurkan tanaman vanili di Jawa Tengah, Bali, Sumatra Utara, Jawa Timur dan daerah penghasil vanili lainnya. BBV disebabkan oleh Jamur Fusarium oxysporum , f.sp.vanillae yang bertahan dalam tanah selama 10 tahun, menyerang seluruh bagian tanaman pada semua tingkat umur, menular melalaui stek batang.

Selama beberapa tahun terahir ini peneliti vanili di Indonesia telah menghasilkan beberapa teknologi untuk mengatasi penyakit BBV. Salah satu diantaranya adalah teknologi BioFOB yang menggunakan pendekatan budidaya organic (ramah lingkungan).

Paket teknologi itu telah dikomersialkan melalui CV.Meori Agro yaitu; bibit vanili BioFOB, OrganoTRIBA, BioTRIBA dan Mitol 20EC. Sehingga masalah penyakit vanili di Indonesia sudah tersedia paket teknologinya bagi petani.

TRAINING BIO-FOB

Bagi rekan-rekan yang ingin belajar membuat bibit bio-fob (vanili, lada, semangka dsb) dapat mengikuti training yang dilaksanakan di Balai Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro Bogor). Untuk informasi tentang waktu pelatihan tersebut dapat menghubungi nomor yang tertera di blog ini.

Sedangkan untuk rekan-rekan ingin mengadakan training sendiri terkait teknologi ini. silahkan menyampaikan undangan secara tertulis ke alamat yang ada di blog ini. Atau terlebih dahulu melakukan konfirmasi ke nomor contact yang ada di blog ini.

PUPUK ORGANIK UNTUK SUBSTITUSI PUPUK KIMIA


Dalam rangka mengantisipasi kebutuhan dan harga pupuk yang semakin meningkat, industri perkebunan perlu mencari sumber-sumber pupuk alternatif untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Pupuk alternatif yang sangat potensial adalah pupuk organik yang dapat dibuat dari limbah industri perkebunan, pertanian, atau peternakan. Pupuk dan pemupukan memakan porsi kurang lebih 60% dari total biaya dalam budidaya perkebunan/pertanian (Goenadi et al., 1995).

Sesuai dengan kesepakatan WTO dalam kerangka GATT yang telah diratifikasi oleh Indonesia, Indonesia berkewajiban untuk mengurangi subsidi pupuk secara bertahap. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya harga pupuk kimia di pasaran domestik, yang pada akhirnya akan membengkaknya biaya pemupukan. Oleh karena itu perlu dicari alternatif substitusinya.

Peningkatan efisiensi perpupukan, pupuk kimia maupun pupuk organik, dapat juga ditingkatkan dengan memamfaatkan mikroba-mikroba yang bermanfaat bagi tanaman, atau lebih dikenal dengan istilah biofertilizer/pupuk hayati. Mikroba yang dapat digunakan sebagai biofertilizer antara lain adalah mikroba penambat N, mikroba pelarut P, dan perangsang pertumbuhan tanaman.

Pemanfaatan pupuk organik dan biofertilizer dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia dan meningkatkan efisiensi pemupukan. Dalam skala yang lebih luas, penggunaan pupuk organik dapat mengurangi beban biaya pemupukan. Selengkapnya

Sumber: Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi

PEMBERIAN BAHAN ORGANIK UNTUK SAWIT DI LAHAN MARGINAL, PENTING!!

Bahan organik sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan di lahan-lahan yang tanahnya didominasi oleh pasir (tanah marginal) karena hara seringkali tercuci sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Akibatnya tanaman mengalami defisiensi hara yang parah. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah sehingga dapat menyimpan unsur hara dan melepaskannya kepada tanaman serta mengurangi kehilangan unsur hara.

Bahan organik (dapat dibuat dari limbah sawit, dengan tambahan biotriba, tambahan. red) juga dapat menyimpan air dan memasok nutrisi bagi kehidupan mikroorganisme yang berguna bagi tanaman. Aplikasi bahan organik di sekitar tanaman kelapa sawit dapat merangsang tumbuhnya feeding root di dekat permukaan tanah sehingga penyerapan hara lebih mudah dan optimal.

Gambar. Akar yang muncul ke permukaan tanah setelah aplikasi bahan organik

Untuk menambah bahan organik dapat memanfaatkan limbah kebun kelapa sawit sendiri, seperti tandan kosong (empty bunch) atau limbah cair pabrik. Aplikasi tandan kosong sebanyak 60 ton/ha atau limbah cair pabrik 350 m3/ha/tahun terbukti dapat meningkatkan produktivitas tanaman (Prof. Dr. Hj. Tati Nurmala, Fakultas Pertanian UNPAD, dikutip dari majalah Media Perkebunan edisi Februari-Maret).

VANILLA DISEASES AND THEIR CONTROL MEASURE by ORGANIC FARMING METHOD.


The occurrence of diseases are one of the most constraint in vanilla cultivation. The important diseases are the stem rot disease (Fusarium oxysporum f. sp. vanillae), shoot rot (Phytophthora capcisi), Sclerotium rot (Sclerotium rolfsii) and anthracnose (Collectotrichum gloeosporioides)., however, the stem rot is the most dangerous one.

Since high degree of host resistance to the stem rot is not available at present, crop losses are severe under poor management. Stem rot disease (SRD) is a contagious disease, it is soil and air borne and the fungus can produce chlamydospores so it can endure bad conditions although without a host. The disease may attack every part of vanilla plant, however, the disease is mostly found on the stem.

The spore is a slimy spore and can easily stick on plant parts, cuttings, particle of soil., and agricultural equipments . Successful management of the stem rot disease, according to Tombe 2008 can be conducted by applying the BioFOB technique. The technique involves four factors, which are :


1) Plant material (Seedling of Bio-FOB vanilla) : Free and tolerant seedling to SRD that is produced by using non-pathogenic Fusarium oxysporum (FoNP). This microbe has function to induce system of vanilla tolerant to SRD and stimulates rooting. This microorganism is isolated from rhizosphere and plant tissue of healthy vanilla . Results of pathogenicity test and analysis of VCG (Vegetatif Compatibility Group) showed that isolate is not pathogenic to vanilla plant. FoNP has a lot of been reported can induce system of plant resistance by the increase of activity several certain enzymes in system of plant metabolism namely β-1,4 glucosidae, β-1,3-glucanase and chitinase. The amount of 15 isolates of FoNP has been succesfully isolated and purifed and one of isolates i.e. FoNP strain F10-AM consistently produce high effectivity. That strain then used to produce 3 kinds of FoNP formula (Figure 1), Bio-FOB EC (liquid), Bio-FOBWP (powder), Organic-FOB (organic materials).

2. Biological agent and organic matter. The Bacillus pantotkenticus and Trichoderma lactae are antagonistic to F. oxysporum f. sp. vanillae. These microbes decompose organic matter and have also growth promoting effects on plant development . The two microbes are formulated under the name Bio-TRIBA. Bio-TRIBA can be mixed with compost or manure, with a dosage of 2 – 3 l Bio-TRIBA/1ton compost or manure and incubated for 1 – 2 weeks before using it. Bio-TRIBA can also be applied by pouring it out at the roots area of vanilla with a dosage of 5 – 10 ml Bio-TRIBA/1 l water, preferable after organic fertilizer is applied.

3) Botanical Fungicide of Mitol 20 EC : Formula that contains active ingredients of eugenol that were extracted from clove and plants. This compound of eugenol from clove is toxic to several plant pathogens among other R. lignisus, R. solani, F. oxysporum, F. solani,Pythium and S. rolfsi is included pathogen of Stem rot disease of vanilla and contaminant fungi on post harvest such as Aspergillus and Penicillium . Plant materials of vanilla infected by the disease are cut, and the wounds smeared with Mitol 20 EC, using a cotton stuff. The botanical fungicide can be applied with a dosage of 3 – 5 ml / l.


4. Organic Fertilizer (Organo-TRIBA).
Compost that is processed from selected organic waste from experiment results by using B. Pantotkenticus,T. lactae and B. firmus as biodecomposer. Organo TRIBA contains several useful microorganisms among others Bacillus, Trichoderma, P. fluorescens and Penicillium. Those microorganisms have roles of the increase of health and plant production. Extract of organo-TRIBA compost can be pesticidal on several fungi of soil borne pathogen.

VANILLA ORGANIC FARMING BY USING TECHNOLOGY OF Bio-FOB

Technology of Bio-FOB is a new innovation in vanilla plant , introduces the role of microorganism and plant extract (secondary metabolite) in plant cultivation that orientes organic farming and environmentally friendly. Microorganisms used have a role to increase plant resistance to disease (induction of resistance) and productivity of plant.

This technology started to be investigated on vanilla plant since 1990 by collecting and evaluating the potency of several useful microorganisms such as Fusarium oxysporum non-pathogenic, Bacillus, Trichoderma, Penicilium and Pseudomonas fluorescens and plant extract. Since 2001 this technology has started to be launched and developed widely on vanilla organic farming in Indonesia.

Technology of Bio-FOB uses 3 kinds of microorganisms namely non-pathogenic F. Oxysporum and plant extract of clove so that its development orientes to cultivation of organic plants. In cultivation of vanilla plant with technology of Bio-FOB, it does not use anorganic fertilisers and synthetic pesticides. Several investigations show that technology of Bio-FOB can be used on other plants, especially Bio-TRIBA, Organo-TRIBA and Mitol 20 EC likes on cashew plants, black pepper, cocoa, coffee and other vegetables.

First vanili plantation used technology of Bio-FOB, in Tabanan Bali, 2001. Bio-fob vanilla flowers one year early. Productivity higher than non Bio-FOB vanilla, with vanillin rate reach 2,57 – 2,76 %


Specification of Technology Components

1) Seedling of Bio-FOB vanilla : Free and tolerant seedling to FR that is produced by using non-pathogenic Fusarium oxysporum (FoNP). This microbe has function to induce system of vanilla resistance to FR and stimulates rooting. This microorganism is isolated from rhizosphere and plant tissue of healthy vanilla. FoNP has a lot of been reported can induce system of plant resistance by the increase of activity several certain enzymes in system of plant metabolism namely β-1,4 glucosidae, β-1,3-glucanase and chitinase. The amount of 15 isolates of FoNP has been succesfully isolated and purifed and one of isolates i.e. FoNP strain F10-AM consistently produce high effectivity. That strain then used to produce 3 kinds of FoNP formula, Bio-FOB EC (liquid), Bio-FOBWP (powder), Organic-FOB (organic materials).

2)Bio-TRIBA : Formula in the form of liquid contains two kinds of microorganism namely B. pantotkenticus and T. lactae. Solution can be used as biodecomposer of organic waste and biofungicide for control of plant pathogen and can be mixed with organic fertiliser in its application. B. Pantotkenticus can stimulate rooting, biodecomposer of raw organic waste and produces antibiotic during decomposition process of organic material and functions as biological agent that will protect rooting system and survives in plant rhizosphere. . T. lactae can decompose raw organic waste to be high quality. T. lactae can inhibit the growth of several pathogenic fungi on plant among others R. lignosus R. solani, F. oxysporum, F. solani, Pythium and S. rolfsii is included the cause of FR disease on vanilla.

3)3) Botanical Fungicide of Mitol 20 EC : Formula that contains active ingredients of eugenol and citrat that were extracted from clove and citronella plants. This compound of eugenol from clove is toxic to several plant pathogens among other R. lignisus, R. solani, F. oxysporum, F. solani,Pythium and S. rolfsi is included pathogen the cause of FR and contaminant fungi on post harvest such as Aspergillus and Penicillium the disease of vanilla FR.

4) Organo-TRIBA. BioOrganic that is processed from selected organic waste from experiment results by using benefit microorganims as biodecomposer. Organo TRIBA contains several useful microorganisms among others Bacillus, Trichoderma, P. fluorescens and Penicillium. Those microorganisms have roles of the increase of health and plant production. Extract of organo-TRIBA compost can be pesticidal on several fungi of soil borne pathogen.

PRODUKSI BIBIT SEMANGKA DENGAN METODA Bio-FOB


Benih yang digunakan adalah benih yang sudah direkomendasikan oleh Deptan yang sudah tersedia dipasar/toko pertaniaan antara lain; Sugar baby, grand baby, Golden crown , orchid sweet dll.

Untuk memudahkan perkecambahan semangka non biji maka kulit sisi kiri dan kanan diamplas 2 – 3 kali, kemudiaan dilakukan peretakan mulut benih dengan guting kuku/tang kecil atau sejenisnya. Pada waktu peretakan benih usahakan jangan sampai endosperma rusak. Benih yang belum/sudah diretakkan sebaiknya tetap disimpan dalam kemasan, karena apabila disimpan diluar akan cepat menyerap uap air.

Selanjutnya benih semangka (non biji dan berbiji) dicuci dari lendir, kemudian benih-benih itu dicelup dalam larutan Bio-FOB EC selama 10 – 20 menit (sedangkan semangka berbiji 3 -4 jam). Kalau menggunakan Bio-FOB WP maka setelah dicuci dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah mengandung Bio-FOBWP.

Setelah benih ditiriskan habis pencelupan, selanjutnya dibungkus dengan kertas koran basah, Kemudian dimasukkan ke dalam kaleng pemeraman bisa dari bekas kaleng biskuit. Bagian dasar kaleng dilapisi dengan pasir setebal 5 cm dilapisi dengan kertas koran yang diusahakan selalau lembab. Pemeraman dapat dilakukan selama 1– 2 hari tergantung keadan bibit dalam kondisi hangat 25 – 30 C dalam ruangan pemeraman yang diterangi dengan lampu 15 watt.

Benih yang selesai diperam telah tumbuh calon akar (radikel) 2 – 3 mm. Apabila terlalu panjang ada kemungkinan calon akar patah. Benih yang sudah muncul calon akarnya harus segera disemaikan di polibag, sedangkan benih yang belum muncul calon akarnya harus diperam lagi.

Media tumbuh dalam polibag adalah campuran Organo-TRIBA + tanah yaitu (1:2) + NPK. Benih dimasukkan kedalam polibag sedalam 1,5 cm dengan posisi tidur, ujung calon akar menghadap kebawah, kemudiaan ditutup dengan organik-FOB, kemudiaan disimpan dalam sungkup. Selama 2 hari sungkup tidak dibuka dalam setiap saat agar diperiksa kondisi bibit. Setalah 10 – 14 hari bibit siap ditanaman di lapangan.

Bahan dan alat digunakan antara lain adalah; 3 macam formula Bio-FOB, paranet 25- 35% cahaya, Organo-TRIBA rumah kaca/plastic, pentuntunasan paranet 35%dan Mitol 20EC.

PROTOKOL APLIKASI BioTRIBA PADA TANAMAN SAWIT


Penggunaan bio-triba pada tanaman sawit bermanfaat meningkatkan efektivitas penyerapan hara serta ketahanan hama. Adapun penggunaan bio-triba pada pembibitan dan pertanaman sawit adalah sebagai berikut:

Pembibitan
Rendam biji sawit sebelum dikecambahkan dalam larutan BioTRIBA selama 5 – 10 menit dengan konsentrasi 20% ( 20 ml/l)

Untuk mencegah timbulnya penyakit pada bibit maka Lahan untuk pesemaian disiram dengan BioTRIBA dengan konsentrasi 10% (10 ml/l)

Untuk pemeliharan dalam polibag dianjurkan menggunakan kompos (bisa kompos cangkang sawit, dll) yang telah dicampur dengan BioTRIBA dengan dosis 0,5 - 1 kg/polibag setiap 4 bulan. (1 TON KOMPOS + 3 BioTRIBA konsentrasi 10 – 50 ml/l)

Pertanaman
Untuk membantu optimalisasi penyerapan hara maka dianjurkan aplikasi Bio~TRIBA pada pada pangkal batang setiap 6 bulan sekali dan dilaksanakan 1 bulan setelah pemupukan dengan konsentrasi 10% (10ml/l)

Untuk membantu stabilizasi hara dan mikroorganisme bermanfaat dalam rizosfera/perakaran tanaman, dianjurkan agar dibantu dengan pemberiaan kompos (bisa kompos cangkang sawit, dll) yang telah dicampur dengan Bio~TRIBA dengan dosis 2 – 3 kg/tanaman/tahun

PRODUKSI BIBIT CABE/TOMAT Bio-FOB


Benih yang digunakan adalah benih yang sudah direkomendasikan oleh Deptan yang sudah tersedia dipasar/toko pertaniaan antara lain; TM99, TM88 , CTH 01, Kunthi, Cemeti dll.

Perlakuan basah benih yang digunakan dicuci dengan air bersih kemudian direndam larutan Bio-FOB EC selama 20 -30 menit, yang telah diencerkan dengan air aqua yang biasa diminum (100 ml Bio-FOB EC + 1000 ml aqua kemudiaan dibiarkan 2 jam sebelum dipakai).

Setelah benih ditiriskan habis pencelupan, selanjutnnya dibungkus dengan kertas koran basah atau handuk basah. Kemudiaan dimasukkan ke dalam kaleng pemeraman bisa dari bekas kaleng biskuit didalamnya diberi penerang lampu 15 w. Pemeraman dapat dilakukan selama 3– 4 hari tergantung keadaan bibit

Benih yang selesai diperam telah tumbuh calon akar (radikel) 0,5 – 1,0 mm. Apabila terlalu panjang ada kemungkinan calon akar patah. Benih yang sudah muncul calon akarnya harus segera disemaikan di polibag.

Perlakuan kering, perlakuan ini untuk memudahkan penanan. Benih yang masih dalam pembungkus kemasan dibuka dengan cara menggunting salah satu ujungnya. Kedalam kantung itu dimasukkan satu sendok Bio-FOB WP atau BIOF, kemudiaan dikocok sampai seluruh benih terselimuti , setelah itu benih siap ditanam di polibag.

Media tumbuh dalam polibag adalah campuran Organo-TRIBA + tanah yaitu (1 kg Organo-TRIBA + 2 kg tanah halus) + 15 gTSP. Sebelum benih dimasukkan kedalam polibag terlebih dahulu lubang dibuat dengan pensil atau jaritangan sedalam 1,5 cm. Benih dimasukkan kedalam polibag, kemudiaan ditutup dengan organik-FOB atau Biof, kemudiaan disimpan dalam sungkup.

Selama 3-4 hari permukaan pesemaian dalam sungkup ditutup dengan karung, kemudiian diperiksa apabila benih telah tumbuh kecambah, karung goni dibuka

Agar pertumbuhan bibit baik sungkup dibuka pada pagi hari sampai pukul 10,00. Bila hujan agar sungkup ditutup agar tidak rusak terkena terpaan air hujan.etiap saat agar diperiksa kondisi bibit. Setelah 21 - 28 hari bibit siap ditanaman dilapangan.

Bahan dan alat digunakan antara lain adalah; 3 macam formula Bio-FOB, paranet 25- 35% cahaya, Organo-TRIBA rumah kaca/plastic, pentuntunasan paranet 35%dan Mitol 20EC.