PROTOKOL TEKNIK PRODUKSI BIBIT Bio-FOB


Terdapat kesempatan untuk mengikuti training penguasaan teknologi Bio-FOB dengan menghubungi Balitro atau langsung kepada Bapak Dr. Ir. Mesak Tombe APU melalui ke (0251) 319605, HP.0856928381264 atau melalui email ke meori_agro@yahoo.co.id

SUKSES APLIKASI TEKNOLOGI BIO-FOB PADA TANAMAN TEMBAKAU



Budidaya Tembakau dgn Teknologi Bio-FOB Kab. Temanggung, JAWA TENGAH (2006). Tinggi tanaman mencapai 2.6-3 meter,jumlah daun 24-27 produksi meningkat sampai 2 – 3 x lipat dibandingkan cara convensional.

UJI COBA ORGANO TRIBA PADA TANAMAN PETSAI

Penggunaan Organo Triba pada tanaman Petsai terbukti meningkatkan produksi secara signifikan seperti ditunjukkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bapak Mesakh dengan membandingkan 3 perlakuan (menggunakan kompos, PK sapi dan organo triba). Dan hasilnya adalah sebagai berikut.

SPECIFICATION OF OUR TECHNOLOGY COMPONENTS


1.Seedling of Bio-FOB vanilla. Free and tolerant seedling to FR that is produced by using non-pathogenic Fusarium oxysporum (FoNP). This microbe has function to induce system of vanilla resistance to FR and stimulates rooting. This microorganism is isolated from rhizosphere and plant tissue of healthy vanilla. Results of pathogenicity test and analysis of VCG (Vegetatif Compatibility Group) showed that isolate is not pathogenic to vanilla plant. FoNP has a lot of been reported can induce system of plant resistance by the increase of activity several certain enzymes in system of plant metabolism namely β-1,4 glucosidae, β-1,3-glucanase and chitinase. The amount of 15 isolates of FoNP has been succesfully isolated and purifed and one of isolates i.e. FoNP strain F10-AM consistently produce high effectivity. That strain then used to produce 3 kinds of FoNP formula, Bio-FOB EC (liquid), Bio-FOBWP (powder), Organic-FOB (organic materials).

2. Bio-TRIBA. Formula in the form of liquid contains two kinds of microorganism namely B. pantotkenticus and T. lactae. Solution can be used as biodecomposer of organic waste and biofungicide for control of plant pathogen and can be mixed with organic fertiliser in its application.

a.Bacillus pantotkenticus. This microbe was found and isolated from rhizosphere of maize plantation, it has not been reported in Indonesia. B. Pantotkenticus can stimulate rooting, biodecomposer of raw organic waste and produces antibiotic during decomposition process of organic material and functions as biological agent that will protect rooting system and survives in plant rhizosphere. In vitro test showed that this isolate can inhibit growth of several kinds of soil dwelling pathogens among others R. lignosus, R. solani, F. oxysporum, F. solani, Pythium and S. rolfsii. One of species of Bacillus has been reported in Brazil can increase production of wheat up to 105% by stimulates system of plant rooting.

b.Trichoderma lactae. This microorganism was encountered and isolated from rhizosphere of cashew plantation. T. lactae can decompose raw organic waste to be high quality. T. lactae can inhibit the growth of several pathogenic fungi on plant among others R. lignosus R. solani, F. oxysporum, F. solani, Pythium and S. rolfsii is included the cause of FR disease on vanilla.

3. Botanical Fungicide of Mitol 20 EC. Formula that contains active ingredients of eugenol and citrat that were extracted from clove and citronella plants. This compound of eugenol from clove is toxic to several plant pathogens among other R. lignisus, R. solani, F. oxysporum, F. solani,Pythium and S. rolfsi is included pathogen the cause of FR and contaminant fungi on post harvest such as Aspergillus and Penicillium the disease of vanilla FR.

4. Organo-TRIBA. Compost that is processed from selected organic waste from experiment results by using Bio-TRIBA and Proti II as biodecomposer. Organo TRIBA contains several useful microorganisms among others Bacillus, Trichoderma, P. fluorescens and Penicillium. Those microorganisms have roles of the increase of health and plant production. Extract of organo-TRIBA compost can be pesticidal on several fungi of soil borne pathogen.

TEKNOLOGI BIO FOB DAN VANILI ORGANIK


Teknologi Bio-FOB adalah inovasi baru, memperkenalkan peranan mikroorganisme dan ekstra tanaman (metabolisme sekunder) dalam budidaya tanaman yang berorientasi organik farming dan ramah lingkungan. Mikroorganisme yang digunakan berperan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (induksi ketahanan) dan produktivitas tanaman. Teknologi ini mulai dikaji pada tanaman vanili pada tahun 1990 dengan mengoleksi dan mengevaluasi potensi beberapa mikroorganisme berguna seperti Fusarium oxysporum non patogenik, Bacillus, Trichoderma, Penicillium dan Pseudomonas flourescens serta ekstrak tanaman.

Sejak tahun 2001 teknologi ini mulai diluncurkan dan dikembangkan secara luas pada tanaman vanili. Teknologi Bio-FOB menggunakan 3 jenis mikroorganisme yaitu Fusarium oxysporum non patogenik Bacillus pantotkenticus dan Trichoderma lactae serta ekstrak tanaman cengkeh sehingga dasar pengembangannya berorinetasi pada budaya tanaman organik. Dalam budidaya tanaman vanili dengan teknologi Bio-FOB tidak menggunakan pupuk anorganik dan pestisida sintetik. Dalam beberapa kajian menunjukkan teknologi Bio-FOB dapat digunakan pada tanaman lain terutama Bio-TRIBA, Organo-TRIBA dan Mitol 20 EC seperti pada tanaman jambu mente, lada, coklat, kopi dan tanaman sayuran.

Bibit Bio-FOB, dapat digunakan pada kebun yang belum pernah dan sudah pernah ditanami vanili atau kebun yang pernah terserang BBV. Bibit siap tanam adalah yang telah bertunas (3 - 5 daun) apabila lebih dari itu tanaman cepat patah didalam pengangkutan. Sebelum bibit dibawa kelapangan terlebih dahulu disiapkan tanaman pelindung, karena bibit vanili sangat sensitif terhadap cahaya matahari dan hujan yang terus menerus. Proses produksi bibit vanili Bio-FOB memerlukan waktu ± 3 bulan, sehingga apabila bibit akan ditanam pada bulan Oktober – Desember maka produksi bibit dilakukan antara bulan Juli - September.

Bio-TRIBA, digunakan untuk mengendalikan penyakit BBV dan busuk sklerotium. Digunakan untuk pembuatan kompos yang bermutu, limbah organik (hewan, pasar, rumah tangga dan pertanian). Dosis yang digunakan adalah 1 ton limbah organik digunakan 2 - 3 lt Bio-TRIBA. Untuk mempercepat proses dekomposisi sebaiknya limbah organik dicacah terlebih dahulu. Dicampur langsung dengan pupuk kandang / kompos. 1 ton pupuk kandang dapat dicampur 2 - 3 lt Bio-TRIBA dan diinkubasikan 1 - 2 minggu sebelum digunakan. Disiram langsung pada daerah sekitar perakaran dengan dosis 5 – 10 ml/lt air, sebaiknya diberikan setelah pemberian pupuk organik.

Sama halnya dengan bibit unggul lainnya, bibit vanili Bio-FOB agar dapat berhasil dengan baik memerlukan persyaratan tumbuh minimal sebagai berikut :

Tanaman vanili sangat sensitif terhadap cahaya matahari langsung. Intensitas cahaya optimal untuk pertumbuhan normal adalah ± 35%, terlalu banyak cahaya akan merusak tanaman dan pertumbuhan akan terhambat. Sehingga dalam mempersiapkan penanaman, tanaman pelindung harus (MUTLAK) siap terlebih dahulu dengan peraturan cahaya seperti diatas. Gejala kelebihan intensitas cahaya sinar matahari sering diasosiasikan penyakit BBV padahal bukan.

Akar tanaman vanili sangat sensitif terhadap genangan air, sehingga untuk lahan penanaman dipilih yang tidak tergenang air atau diusahakan agar tanaman tidak terendam air. Gejala busuk akar/pangkal batang akibat genangan air sering diasosiasikan oleh BBV padahal bukan. Dalam kondisi tanaman seperti itu akan mudah diserang patogen penyakit termasuk BBV.

Tanaman vanili sangat sensitif terhadap kekeringan, sehingga lahan yang dipilih adalah yang dekat dengan sumber air terutama pada waktu musim kemarau. Kekeringan akan menyebabkan akar rusak sehingga pangkal batang akan terputus. Apabila tidak segera dibantu dengan air maka tanaman akan mati. Gejala kerusakan tanaman akibat kekurangan air karena tidak disiram selama kemarau sering diasosiasikan BBV padahal bukan.

Tanaman vanili memerlukan musim kemarau yang tegas untuk merangsang pembungaan. Pembungaan akan lebih baik jika tanaman tersebut cukup air dengan penyiraman.


Ketinggian tempat berkisar 50 – 800 m dpl, dan tidak berawan terutama pada musim kemarau, agar pembungaan dapat optimal.

Petunjuk penanaman dan peliharaan tanaman supaya diikuti dengan baik, agar tingkat keberhasilannya tinggi (sumber: ORGANIC INDONESIAN VANILLA) .

MARI BERTANI SEHAT


Upaya sosialisasi akan bahaya penggunaan pestisida, fungisida dan insektisida kimia dalam pola bercocok tanam organik dan bertani sehat adalah ibarat perjuangan kemerdekaan yang jangan sampai pernah ada habisnya.

Terlepas pada kenyataan lapangan sebenarnya bila masih terdapat petani yang belum sepenuhnya sadar betul akan bahaya kimia sintetis yang terkandung dalam obat-obatan buatan pabrik ini, namun tuntutan pasar pada suatu saat semoga akan menyadarkan petani bila kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan sangatlah penting untuk kelanjutan hidup di alam semesta ini.

Terlebih bilamana kesejahteraan ekonomi merupakan tujuan akhir dalam budidaya usaha pertanian yang sedang dilakukan, kesadaran konsumen masyarakat dunia seharusnya menjadikan larangan lampu merah untuk aplikasi penggunaan kimia sintetis ini pada produk-produk pertanian yang berorientasi ekspor.

Informasi menarik diperoleh dari situs www.chem-is-try.org yang semoga dapat memberikan motivasi dan semangat bagi para ilmuwan, peneliti, petani dan pelaku budidaya usaha pertanian lainnya dalam memperjuangkan kemerdekaan pola bercocok tanam organik dan bertani sehat, adalah seorang yang bernama Rachel Louise Carson lulusan John Hopkins University di bidang zoology. Ia adalah penulis sebuah buku yang berjudul Silent Spring yang berarti kesunyian dimusim semi.

Seperti yang diceritakan oleh Tatang Sopian seorang staf dinas kehutanan Purwakarta yang saat ini menjadi mahasiswa di Universitas Agri Tech, Tokyo, buku ini mengisahkan tentang alam dimusim semi yang tadinya cerah dan dipenuhi suara burung berkicau dan organisme hidup, tiba-tiba terusik oleh pestisida yang mengakibatkan terbunuhnya mikroorganisme hidup dan mengancam kehidupan manusia.

Penjelasan Rachel dalam buku tersebut sangatlah ilmiah namun dikemas dalam bentuk bahasa keseharian dan sederhana. Buku ini menjadikan tekanan keras bagi Rachel khususnya dari pabrik industri kimia, sampai pada akhirnya Kongres Amerika memanggilnya untuk kemudian berpihak kemenangan bagi Rachel dengan dibentuknya Undang-Undang Nasional Perlindungan Lingkungan di Amerika Serikat pada tahun 1969, NEPA – National Environmental Protection Act.

Perjuangan Rachel tidak sia-sia, kini para peneliti, ilmuwan dan konsume masyarakat dunia mulai bersepakat bila penggunaan kimia sintetis dalam penanggulangan hama dan penyakit tanaman adalah bukan membasmi hama yang bersangkutan dalam waktu singkat, akan tetapi malah akan menyebabkan terjadinya ledakan jumlah populasi hama sebagai akibat kematian musuh alami dari hama bersangkutan tanpa disengaja melalui penggunaan kimia sintetis tersebut.

Artikel menarik pada situs www.suloh.or.id yang ditulis oleh Aras, obat mujarab dan cespleng tampaknya lebih disukai oleh umumnya para pelaku pertanian konvensional. Promosi keampuhan merek suatu pestisida dalam membasmi hama tampaknya sah-sah saja dan wajar untuk diterima. Tanya kenapa?

Padahal, Dr. Ir. Ririen Prihandarini selaku Sekjen Masyarakat Pertanian Organik Indonesia dalam penjelasannya pada situs www.kontan-online.com menyampaikan, pestisida kimia mempunyai masa degradasi yang sangat panjang pada setiap aplikasinya, tidak bisa dalam waktu sekejap untuk menghilangkan residu kimia sintetis dan menetralkannya.

Patut berbahagia bila atmosfer positif mulai dapat dirasakan dalam pola bercocok tanam organik dan bertani sehat di Indonesia. Penggunaan pestisida, insektisida dan fungisida nabati serta pengendalian hama secara terpadu seperti pengaturan jarak tanam, rotasi tanaman dan penggunaan predator dari hama dan penyakit bersangkutan sudah mulai membudaya di kalangan petani cerdas Indonesia walaupun memang belum seluruhnya.

Adalah diperlukan niat, tekad, semangat, kesabaran dan kerja keras dikalangan petani kita untuk mulai menghentikan penggunaan kimia sintetis dan beralih ke nabati. Kegiatan penyuluhan dan bimbingan yang tak kenal henti serta lelah ibarat perjuangan merebut kemerdekaan yang sangat diperlukan.

Sebuah artikel menarik diperoleh dari situs www.kebonkembang.com yang ditulis oleh Mona Sintia, yaitu mengenai ramuan pestisida nabati yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama tanaman. Bahan-bahan rempah seperti kunyit, sereh, bawang putih, daun jarak kemudian daun diffen adalah contoh jenis tanaman yang dapat menjadi ramuan pestisida nabati sebagai pengganti ramuan cespleng ala pestisida kimia buatan pabrik. Namun satu hal yang perlu diingat bila khasiat penggunaan pestisida nabati adalah berbeda dengan pestisida kimia. Penggunaan pestisida nabati adalah lebih mengarah kepada upaya mengusir hama dengan menjadikan kondisi tanaman sebagai tempat tinggal yang tidak nyaman bagi hama bersangkutan. Sedangkan penggunaan pestisida kimia adalah menjurus kepada upaya mematikan hama yang ada ditanaman tersebut dimana tanpa disadari akan sekaligus juga membumi hanguskan mahluk hidup lainnya yang tinggal disekitarnya (Cespleng).

Pengenalan jenis tanaman, jenis hama kemudian pengamatan pada kondisi tanaman merupakan syarat kualifikasi bagi petani yang tergolong cerdas dalam penggunaan pestisida nabati. Sebagai contoh semut yang menyukai cairan manis pada tanaman, penjelasan Mona Sintia dalam artikelnya menyarankan menyemprot air sari dari daun yang sifatnya pahit seperti daun pepaya, daun diffen dan lainnya. Kemudian misalkan kutu putih pada daun atau batang, siung bawang putih yang ditumbuk kemudian diperas airnya dan dicampur dengan air pada dosis tertentu untuk selanjutnya disemprotkan dapat menjadikan kondisi tidak nyaman bagi hama dimaksud.

Campuran sedikit minyak kelapa juga dapat dipergunakan pada air perasan siung bawang putih. Bahkan buah jengkol pun ternyata bila ditebarkan disekitar tanaman atau pada lubang tikus akan sangat bermanfaat dan membuat jera keberadaan jenis hewan pengerat tersebut. Sungguh amat luar biasa tentunya keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam semesta ini lengkap dengan segala isinya.

Berita baik untuk petani cerdas di Indonesia saat ini, penggunaan pestisida, insektisida dan fungisida nabati berupa ramuan dari berbagaimacam bahan rempah oleh beberapa ilmuwan dan peneliti tanah air telah diujicobakan dan dikembangkan pula dalam bentuk ekstrak nabati sehingga dalam pengadaan dan aplikasinya akan menjadi jauh lebih mudah dan praktis.

Suatu penemuan yang bermanfaat tentunya dalam menunjang upaya pola bercocok tanam organik dan bertani sehat. Di mana patut berbangga pula bila hutan di Indonesia adalah banyak menyimpan keanekaragaman bahan ekstrak nabati tersebut. Situs www.dinasperkebunanbali.info, ada 500 spesies tanaman yang dapat digunakan untuk mengendalikan serangan hama (Prijono, 1999), kemudian terdapat 2.400 spesies tanaman yang mengandung senyawa aktif sebagai insektisida (Kardiman, 1999).

Dan di Indonesia, daftar bahan-bahan yang bisa digunakan untuk mengatasi hama dan penyakit secara organik telah diatur berdasarkan SNI 01-6729-2002 antara lain: pestisida jenis Pyrethrins yang diekstrak dari Chysanthenum cinerariaefolium, pestisida Rotenone dari Derris elliptica, Lonchocarpus, Thephrosia sp, rumput laut, tepung rumput laut/ agar-agar, ekstrak rumput laut, garam laut dan air laut, teh tembakau (kecuali nikotin murni), pestisida nabati (tidak termasuk tembakau), garam tembaga dan belerang yang informasi lengkapnya dapat diperoleh melalui situs www.bsn.or.id.

Adapun salah satu putra terbaik bangsa Indonesia yang telah berhasil menemukan ektraks nabati tersebut antara lain adalah, Dr. Ir. Mesak Tombe, peneliti utama dari Balai Tanaman Obat dan Aromatika – Bogor, Indonesia, penemuan doktor murah senyum lulusan Jepang ini antara lain fungisida nabati produk cengkeh yang diketahui bila limbah cengkeh seperti daun dan gagang mengandung senyawa eugenol yang toksik terhadap beberapa patogen tanah seperti F.oxysporum, F.solani, R.lignosus, R.solani, P.capsici dan S.rolfsii. Penemuan beliau telah dipatenkan berupa teknologi Mitol 20 EC yang mengandung eugenol 20% dan sitral 1% dari ekstrak daun dan gagang atau bunga cengkeh dan sereh.

Teknologi ini juga sangat membantu untuk meningkatkan produktivitas tanaman menjadi 2,5 kali lipat antara lain pada Jambu Mete. Teknologi lainnya yang ditemukan Dr. Ir. Mesak Tombe disamping Mitol 20 EC dan juga sudah dikenal di Indonesia bahkan manca negara adalah Bio FOB dan Bio TRIBA.

Semoga informasi ini dapat memompa semangat, tekad dan kerja keras para petani cerdas di Indonesia, peneliti, ilmuwan dan pelaku usaha pertanian organik lainnya, di mana penggunaan pestisida, fungisida dan insektisida nabati dalam pola bercocok tanam organik dan bertani sehat adalah bentuk kesadaran terhadap kesehatan manusia serta kelestarian lingkungan.

Kalaupun masih ada petani yang menjadikan ertimbangan dan alasan nilai ekonomis sebagai dasar tujuan penggunaan pestisida, fungsida dan insektisida kimia, adalah suatu kesalahan besar di mana tidak sesuai dengan apa yang menjadi tuntutan kebutuhan pasar saat ini. Salam Bertani Sehat!(Agus Ramada Setiadi – Eka Agro Rama)

DELAPAN ALASAN MENGAPA ANDA PERLU MENGGUNAKAN VANILI BIO-FOB


Bagi Anda pencinta tanaman vanili, khususnya yang ingin mendapatkan tanaman vanili yang berproduksi tinggi, ini adalah saatnya Anda menggunakan bibit Vanili Bio-fob. Setidaknya dari hasil di lapangan ada 8 alasan mengapa Anda perlu penggunaan bibit vanili bio-fob, yakni:

1) Dengan menggunakan bibit yg diinduksi Fo.NP, tanaman menjadi bebas dan relatif toleran terhadap busuk batang. Merupakan penyakit dominan pada tanaman vanili dan cukup merugikan.

2) Teknik produksi bibit Bio-FOB dapat dilaksanakan langsung di daerah pengembangan, sehingga dapat menghemat biaya pengangkutan.

3) Selama pemeliharaan menggunakan 3 macam mikroba yg berfungsi untuk meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan tanaman.

4) Budidaya panili Bio-FOB tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimiawi. Sehingga sangat cocok untuk Anda ingin mengembangkan pertanian organik.

5) Sarana produksi yg digunakan 100% asli Indonesia. Wow, ternyata ini adalah hasil anak bangsa, kalau ada produk dalam negeri mengapa beli produk asing.

6) Menghasil polong panili organik yang nilai jualnya akan lebih tinggi dibanding panili biasa.

7) Kadar vanillin 2,25 – 2,57%

8) Ada indikasi Bio-FOB dapat berproduksi 2 tahun setelah tanam, berarti lebih cepat 1 tahun dibanding panili biasa.

Sangat menarik bukan? Oleh sebab tidak ada salahnya mencoba bibit vanili Bio-FOB yang kualitasnya sudah terjamin dan pasti akan menguntungkan Anda.

TECHNOLOGY OF Bio-FOB


Technology of Bio-FOB is a new innovation, introduces the role of microorganism and plant extract (secondary metabolite) in plant cultivation that orientes organic farming and environmentally friendly. Microorganisms used have a role to increase plant resistance to disease (induction of resistance) and productivity of plant.

This technology started to be investigated on vanilla plant since 1990 by collecting and evaluating the potency of several useful microorganisms such as Fusarium oxysporum non-pathogenic, Bacillus, Trichoderma, Penicilium and Pseudomonas fluorescens and plant extract. Since 2001 this technology has started to be launched and developed widely on vanilla plant.

Technology of Bio-FOB uses 3 kinds of microorganisms namely non-pathogenic F. Oxysporum and plant extract of clove so that its development orientes to cultivation of organic plants. In cultivation of vanilla plant with technology of Bio-FOB, it does not use anorganic fertilisers and synthetic pesticides. Several investigations show that technology of Bio-FOB can be used on other plants, especially Bio-TRIBA, Organo-TRIBA and Mitol 20 EC likes on cashew plants, black pepper, cocoa, coffee and other vegetables.

IMMUNIZATION AND THE REVOLUTION WAY TO PROTECT VANILLA CULTIVATION FROM FOOT ROT DISEASE


Vanilla (Vanilla planifolia Andrews) is one of spice plants, foreign exchange producer that is still enough to be potentially developed in Indonesia. One of major constraints in cultivation of vanilla is attack of foot rot disease (FRD) caused by fungi of Fusarium oxysporum f.sp. vanilae (Fov) that can attack all plant parts at the stage of plant growth (seedlings to producing plants). Transmission of this pathogen is especially through cuttings that are used as the source of plant materials. Vanilla cuttings used by farmers recently have risks to be infected by pathogen of FR 7-32%. This used cutting can as the source of inoculum for vanilla garden that is newly opened. Therefore, one of prevention methods of FR disease is using seedlings that are free from pathogen of FR (Fov).

To obtain seedlings those are free and immune to pathogen can be induced by certain microorganism. Fusarium oxysporum non pathogenic (FoNP) is one of microorganisms that has been reported to be able to induce plant resistance. Technology of immunization (induction of resistant) by using microorganism as inducer has been developed and used in the field in developed countries previously several years on various commercial plants such as tomato, potato, wheat, strawberry, etc.

In 1980iest, Komada a researcher of Japan, published his founding about the use of Fusarium oxysporum non pathogenic (FoNP) to induce the resistance of sweat potato plant to the disease of Fusarium rot. The result of the founding explained that the effectiveness of FoNP use is not significantly different by using Binomil that forms
mainstay fungicide for control that disease at that time. In Indonesia, the use of this microorganism has been developed on vanilla plant especially for the disease of foot rot for several years recently and has been applied to field stage, while the use on foot rot disease on black pepper plant is just early process in the stage of green house.

Results of Balittro experiment on vanilla plant, FoNP strain F10-M has been encountered that is isolated from healthy vanilla plant. Pre-inoculation of vanilla cuttings by using isolate conidia that could inhibit infection of FR pathogen on plant treated. Those organism have been produced in the form of formula, to make easy the implementation and has been patented in Directorate General of Intelectual Property Rights. Since 2001, this technology has been used widely in several provinces in Indonesia especially in Bali for control of FR disease. Distribution and application of this technology are conducted in the form of benefit with local private outsider that at this time has been in 12 provincies in Indonesia.

Immunization or induction of resistance or artificial resistance is a stimulation process of host plant resistance to plant pathogen without introduce new genes. Technology of immunization or cross protection forms one of control methods of plant disease by stimulating activity of resistance mechanism through inoculation of non-pathogenic microorganism or avirulent pathogen as weel as hypovirulent strain and treatment of substant form microorganism and botanical pesticide plants. Mechanism of resistance induction (immunization) causes condition of physiologis that regulated resistance system to be active of rtimulating mechanism of resistance that is possessed by plant. Immunization does not inhibit plant growth, even can increase production on several plants although without the existence of pathogen and gives a method to defense against environmental stress.

Preinoculation with inducer agents can activate various mechanism of plant resistance quickly, among others accumulation of phytoalexin, and the increase activity of several kinds of inducer enzyms such as β-1,4, glucosidase, chitinase and β-1-3-gluconase. Phytoalexin compound is substantion of antibiotic that is produced by host plant if there is infection of pathogen or wounding. Compound of phytoalexin apparently much more formed in the plant if using non-pathogenic microorganism compared with hypovirulent.

Signal of resistant inducer can in the form of its inducer agents or signal that is syhthesized by plant as a result of the existence of inducer agents. That signal is produced in a plant, however, can have a role on other parts. Signal transinduction can be transferred intracellulary so that causes system of plant resistance systemically. ( Dr. Mesak Tombe, Research Institute For Medicinal and Aromatic Crop Jl. Tentara Pelajar No. 3 Bogor, Indonesia, Cell number )

For more information, please contact Mr. Dr. Mesak Tombe by email at meori_agro@yahoo.co.id