MARI BERTANI SEHAT


Upaya sosialisasi akan bahaya penggunaan pestisida, fungisida dan insektisida kimia dalam pola bercocok tanam organik dan bertani sehat adalah ibarat perjuangan kemerdekaan yang jangan sampai pernah ada habisnya.

Terlepas pada kenyataan lapangan sebenarnya bila masih terdapat petani yang belum sepenuhnya sadar betul akan bahaya kimia sintetis yang terkandung dalam obat-obatan buatan pabrik ini, namun tuntutan pasar pada suatu saat semoga akan menyadarkan petani bila kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan sangatlah penting untuk kelanjutan hidup di alam semesta ini.

Terlebih bilamana kesejahteraan ekonomi merupakan tujuan akhir dalam budidaya usaha pertanian yang sedang dilakukan, kesadaran konsumen masyarakat dunia seharusnya menjadikan larangan lampu merah untuk aplikasi penggunaan kimia sintetis ini pada produk-produk pertanian yang berorientasi ekspor.

Informasi menarik diperoleh dari situs www.chem-is-try.org yang semoga dapat memberikan motivasi dan semangat bagi para ilmuwan, peneliti, petani dan pelaku budidaya usaha pertanian lainnya dalam memperjuangkan kemerdekaan pola bercocok tanam organik dan bertani sehat, adalah seorang yang bernama Rachel Louise Carson lulusan John Hopkins University di bidang zoology. Ia adalah penulis sebuah buku yang berjudul Silent Spring yang berarti kesunyian dimusim semi.

Seperti yang diceritakan oleh Tatang Sopian seorang staf dinas kehutanan Purwakarta yang saat ini menjadi mahasiswa di Universitas Agri Tech, Tokyo, buku ini mengisahkan tentang alam dimusim semi yang tadinya cerah dan dipenuhi suara burung berkicau dan organisme hidup, tiba-tiba terusik oleh pestisida yang mengakibatkan terbunuhnya mikroorganisme hidup dan mengancam kehidupan manusia.

Penjelasan Rachel dalam buku tersebut sangatlah ilmiah namun dikemas dalam bentuk bahasa keseharian dan sederhana. Buku ini menjadikan tekanan keras bagi Rachel khususnya dari pabrik industri kimia, sampai pada akhirnya Kongres Amerika memanggilnya untuk kemudian berpihak kemenangan bagi Rachel dengan dibentuknya Undang-Undang Nasional Perlindungan Lingkungan di Amerika Serikat pada tahun 1969, NEPA – National Environmental Protection Act.

Perjuangan Rachel tidak sia-sia, kini para peneliti, ilmuwan dan konsume masyarakat dunia mulai bersepakat bila penggunaan kimia sintetis dalam penanggulangan hama dan penyakit tanaman adalah bukan membasmi hama yang bersangkutan dalam waktu singkat, akan tetapi malah akan menyebabkan terjadinya ledakan jumlah populasi hama sebagai akibat kematian musuh alami dari hama bersangkutan tanpa disengaja melalui penggunaan kimia sintetis tersebut.

Artikel menarik pada situs www.suloh.or.id yang ditulis oleh Aras, obat mujarab dan cespleng tampaknya lebih disukai oleh umumnya para pelaku pertanian konvensional. Promosi keampuhan merek suatu pestisida dalam membasmi hama tampaknya sah-sah saja dan wajar untuk diterima. Tanya kenapa?

Padahal, Dr. Ir. Ririen Prihandarini selaku Sekjen Masyarakat Pertanian Organik Indonesia dalam penjelasannya pada situs www.kontan-online.com menyampaikan, pestisida kimia mempunyai masa degradasi yang sangat panjang pada setiap aplikasinya, tidak bisa dalam waktu sekejap untuk menghilangkan residu kimia sintetis dan menetralkannya.

Patut berbahagia bila atmosfer positif mulai dapat dirasakan dalam pola bercocok tanam organik dan bertani sehat di Indonesia. Penggunaan pestisida, insektisida dan fungisida nabati serta pengendalian hama secara terpadu seperti pengaturan jarak tanam, rotasi tanaman dan penggunaan predator dari hama dan penyakit bersangkutan sudah mulai membudaya di kalangan petani cerdas Indonesia walaupun memang belum seluruhnya.

Adalah diperlukan niat, tekad, semangat, kesabaran dan kerja keras dikalangan petani kita untuk mulai menghentikan penggunaan kimia sintetis dan beralih ke nabati. Kegiatan penyuluhan dan bimbingan yang tak kenal henti serta lelah ibarat perjuangan merebut kemerdekaan yang sangat diperlukan.

Sebuah artikel menarik diperoleh dari situs www.kebonkembang.com yang ditulis oleh Mona Sintia, yaitu mengenai ramuan pestisida nabati yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama tanaman. Bahan-bahan rempah seperti kunyit, sereh, bawang putih, daun jarak kemudian daun diffen adalah contoh jenis tanaman yang dapat menjadi ramuan pestisida nabati sebagai pengganti ramuan cespleng ala pestisida kimia buatan pabrik. Namun satu hal yang perlu diingat bila khasiat penggunaan pestisida nabati adalah berbeda dengan pestisida kimia. Penggunaan pestisida nabati adalah lebih mengarah kepada upaya mengusir hama dengan menjadikan kondisi tanaman sebagai tempat tinggal yang tidak nyaman bagi hama bersangkutan. Sedangkan penggunaan pestisida kimia adalah menjurus kepada upaya mematikan hama yang ada ditanaman tersebut dimana tanpa disadari akan sekaligus juga membumi hanguskan mahluk hidup lainnya yang tinggal disekitarnya (Cespleng).

Pengenalan jenis tanaman, jenis hama kemudian pengamatan pada kondisi tanaman merupakan syarat kualifikasi bagi petani yang tergolong cerdas dalam penggunaan pestisida nabati. Sebagai contoh semut yang menyukai cairan manis pada tanaman, penjelasan Mona Sintia dalam artikelnya menyarankan menyemprot air sari dari daun yang sifatnya pahit seperti daun pepaya, daun diffen dan lainnya. Kemudian misalkan kutu putih pada daun atau batang, siung bawang putih yang ditumbuk kemudian diperas airnya dan dicampur dengan air pada dosis tertentu untuk selanjutnya disemprotkan dapat menjadikan kondisi tidak nyaman bagi hama dimaksud.

Campuran sedikit minyak kelapa juga dapat dipergunakan pada air perasan siung bawang putih. Bahkan buah jengkol pun ternyata bila ditebarkan disekitar tanaman atau pada lubang tikus akan sangat bermanfaat dan membuat jera keberadaan jenis hewan pengerat tersebut. Sungguh amat luar biasa tentunya keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam semesta ini lengkap dengan segala isinya.

Berita baik untuk petani cerdas di Indonesia saat ini, penggunaan pestisida, insektisida dan fungisida nabati berupa ramuan dari berbagaimacam bahan rempah oleh beberapa ilmuwan dan peneliti tanah air telah diujicobakan dan dikembangkan pula dalam bentuk ekstrak nabati sehingga dalam pengadaan dan aplikasinya akan menjadi jauh lebih mudah dan praktis.

Suatu penemuan yang bermanfaat tentunya dalam menunjang upaya pola bercocok tanam organik dan bertani sehat. Di mana patut berbangga pula bila hutan di Indonesia adalah banyak menyimpan keanekaragaman bahan ekstrak nabati tersebut. Situs www.dinasperkebunanbali.info, ada 500 spesies tanaman yang dapat digunakan untuk mengendalikan serangan hama (Prijono, 1999), kemudian terdapat 2.400 spesies tanaman yang mengandung senyawa aktif sebagai insektisida (Kardiman, 1999).

Dan di Indonesia, daftar bahan-bahan yang bisa digunakan untuk mengatasi hama dan penyakit secara organik telah diatur berdasarkan SNI 01-6729-2002 antara lain: pestisida jenis Pyrethrins yang diekstrak dari Chysanthenum cinerariaefolium, pestisida Rotenone dari Derris elliptica, Lonchocarpus, Thephrosia sp, rumput laut, tepung rumput laut/ agar-agar, ekstrak rumput laut, garam laut dan air laut, teh tembakau (kecuali nikotin murni), pestisida nabati (tidak termasuk tembakau), garam tembaga dan belerang yang informasi lengkapnya dapat diperoleh melalui situs www.bsn.or.id.

Adapun salah satu putra terbaik bangsa Indonesia yang telah berhasil menemukan ektraks nabati tersebut antara lain adalah, Dr. Ir. Mesak Tombe, peneliti utama dari Balai Tanaman Obat dan Aromatika – Bogor, Indonesia, penemuan doktor murah senyum lulusan Jepang ini antara lain fungisida nabati produk cengkeh yang diketahui bila limbah cengkeh seperti daun dan gagang mengandung senyawa eugenol yang toksik terhadap beberapa patogen tanah seperti F.oxysporum, F.solani, R.lignosus, R.solani, P.capsici dan S.rolfsii. Penemuan beliau telah dipatenkan berupa teknologi Mitol 20 EC yang mengandung eugenol 20% dan sitral 1% dari ekstrak daun dan gagang atau bunga cengkeh dan sereh.

Teknologi ini juga sangat membantu untuk meningkatkan produktivitas tanaman menjadi 2,5 kali lipat antara lain pada Jambu Mete. Teknologi lainnya yang ditemukan Dr. Ir. Mesak Tombe disamping Mitol 20 EC dan juga sudah dikenal di Indonesia bahkan manca negara adalah Bio FOB dan Bio TRIBA.

Semoga informasi ini dapat memompa semangat, tekad dan kerja keras para petani cerdas di Indonesia, peneliti, ilmuwan dan pelaku usaha pertanian organik lainnya, di mana penggunaan pestisida, fungisida dan insektisida nabati dalam pola bercocok tanam organik dan bertani sehat adalah bentuk kesadaran terhadap kesehatan manusia serta kelestarian lingkungan.

Kalaupun masih ada petani yang menjadikan ertimbangan dan alasan nilai ekonomis sebagai dasar tujuan penggunaan pestisida, fungsida dan insektisida kimia, adalah suatu kesalahan besar di mana tidak sesuai dengan apa yang menjadi tuntutan kebutuhan pasar saat ini. Salam Bertani Sehat!(Agus Ramada Setiadi – Eka Agro Rama)