PAKET BELAJAR BIO-FOB DAN ORGANO -TRIBA (OTODIDAK)

Bagi Anda yang sudah membaca tulisan-tulisan (pada blog ini) tentang manfaat dan bukti-bukti keunggulan teknologi Bio-Fob dan Organo Triba, maka tidak ada salahnya untuk mencoba. Anda dapat melakukannya sendiri dan kami akan membantu dengan menyediakan Paket Belajar Bio-Fob dan Paket Belajar Membuat Kompos Organo-Triba masing-masing seharga Rp. 120.000,-

PAKET BELAJAR MEMBUAT BIBIT BIO-FOB (PAKET 1)
Bio Fob WC
Buku Panduan Belajar

Harga Rp. 120.000,-

PAKET BELAJAR MEMBUAT KOMPOS ORGANO-TRIBA (PAKET 2)
Bio-Triba (1 liter)
Buku Panduan Belajar
Organo Triba (Kompos 1 kg)

Harga Rp. 120.000,-


Cara pemesanan sama seperti pemesanan produk kami lainnya.

PENERAPAN TEKNOLOGI BIO-FOB PADA TANAMAN KEDELAI


Perkembangan dan perubahan pemintaan akan komoditi kedelai akhir-akhir ini cukup membuat pemerintah kelabakan. Harga kedelai yang semakin melonjak naik di pasar membuat para pengusaha tahu dan tempe yang bahan bakunya adalah kedelai terancam bangkrut dan gulung tikar.

Para pengusaha ini menuntut pemerintah, khususnya departemen perdagangan dan pertanian agar menstabilkan harga kedelai di pasaran agar usaha mereka dapat bertahan dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat (golongan menengah-bawah). Departemen pertanian harus meningkatkan produksi kedelai nasional dalam waktu yang singkat. Langkah-langkah yang dapat diambil adalah dengan cara perluasan lahan (ekstensifikasi) dan peningkatan produksi (intensifikasi). Untuk meningkatkan produksi dalam satuan luas maka diperlukan teknologi yang canggih, tepat guna dan ramah lingkungan.

Dalam menjawab tantangan tersebut, salah satu alternatif adalah menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dengan menggunakan pupuk organik (cair, kompos dan pupuk kandang). Kita (CV.Meori Agro) telah melakukan percobaan pada beberapa varietas tanaman kedelai dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan yaitu dengan menggunakan paket teknologi Bio-Fob (Bio-Fob, Bio-Triba dan Organo-Triba).

Aplikasi teknologi ini pada tanaman kedelai sangat mudah sekali yaitu dengan menggunakan Organo-Triba sebagai pupuk (diberikan pada waktu tanam dengan dosis 2 ton/Ha) dan benih kedelai sebelum ditanam direndam dengan Bio-Fob cair selama 15 menit dan ditaburi dengan Bio-Fob powder secukupnya (sampai semua benih kedelai tertutupi).

Teknologi Bio-Fob ini mengandung mikro organisme yang berperan untuk membuat tanaman tahan terhadap penyakit (bersifat vaksin dan bio-pestisida), memperbaiki kesuburan tanah, merangsang pertumbuhan tanaman (bio-fertiliser) dan meningkatkan hasil produksi pertanian. Pengguanaan teknologi Bio-Fob juga dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia sebesar 25%-50% dari anjuran pemakaian biasa. Hasil yang kita dapat di lapangan sangat luar biasa dan setiap varietas kedelai memiliki potensi produksi yang berbeda-beda. Data potensi produksi kedelai yang kita dapat dari lapangan adalah sebagai berikut:

Potensi Produksi Kedelai dalam 1 Ha:
1) Varietas Burangrang
Burangrang:hasil rata-rata dalam 10 pohon antara 130 gr-150 gr (1 pohon 13 gr-15 gr). Dalam 1 ha terdapat populasi kedelai sebanyak: 225.000 lubang tanam x 2 = 450.000 tanaman kedelai. Jadi Potensi Produksi kedelai dalam 1 Ha: 450.000 x ( 13 gr-15 gr) = 5.850 kg-6.750 kg.

2) Varietas Anjosmoro
Anjosmoro : hasil rata-rata dalam 10 pohon antara 120-140 gr (1 pohon 12 gr-14 gr). Dalam 1 ha terdapat populasi kedelai sebanyak: 225.000 lubang tanam x 2 = 450.000 tanaman kedelai. Jadi Potensi Produksi kedelai dalam 1 Ha: 450.000 x (12 gr-14 gr) =5.400 kg-6300 kg

3) Varietas Kaba
Kaba : hasil rata-rata dalam 10 pohon adalah 110 gr -120 gr(1 pohon 110gr-120 gr). Dalam 1 ha terdapat populasi kedelai sebanyak: 225.000 lubang tanam x 2 = 450.000 tanaman kedelai. Jadi Potensi Produksi kedelai dalam 1 Ha:450.000 x 110 gr-120 gr) =4.950 kg-5.400 kg

Semoga teknologi Bio-Fob yang kita tawarkan ini dapat menjawab tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dan dapat membantu masyarakat petani yang ingin bergerak dalam budidaya tanaman kedelai. Untuk mencapai potensi produksi tersebut, kita harus mengoptimalkan semua aspek yang terkait dengan budidaya pertanian (pengairan, penyinaran, curah hujan, pengendalian hama dan penyakit, penggunaan teknologi, pemilihan lahan, pemilihan waktu tanam dll) serta waktu pemanenan dan cara panen juga harus tepat.

Untuk pemanenan dianjurkan batang kedelai dipotong dengan sabit atau alat lainnya sehinnga tanah tidak terbawa ke tempat pengeringan kedelai.

BIO-TRIBA DAN MITOL 20E EFEKTIF MENGATASI JAMUR AKAR


(1) Kedaan tajuk tanaman yg terinfeksi jamur akar sebelum perlakuan. Pertumbuhan tanaman terhambat, daun kaku kekuningan, tidak menghasilkan bunga atau kurang sekali.

(2) Keadaan tajuk tanaman 2 tahun setelah diberi perlakuan Mitol 20Edan Kompos yg diproses dengan Bio-TRIBA (B. pantotkenticus, T.lactae) Pertumbuhan tanaman normal, daun hijau mengkilat dan menghasilkan bungan cukup banyak.

IMUNISASI BIBIT PANILI MENYELAMATKAN PRODUKSI


Tanaman panili perlu imunisasi? Bila ingin berhasil dalam produksi, cara ini layak dilakukan. Bahan imunisasinya telah tersedia.

Salah satu kendala dalam membudidayakan panili adalah gangguan penyakit busuk pangkal batang panili (BPP) yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporus sp. vanillae (Fov). Penyakit ini terutamanya menular melalui stek yang digunakan sebagai sumber bahan tanaman. Oleh sebab itu, menggunakan bibit yang bebas Fov merupakan kunci pengendalian penyakit.

Saat ini Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (dan tentunya juga melalui CV. Meori Agro, red) berhasil mengembangkan bibit panili yang telah diimunisasi. Selain menjadi bebas Fov, bibit yang telah diimunisasi tahan terhadap penyakit BBP. Bibit panili menjadi tahan terhadap penyakit BBP setelah diimunisasi dengan F. oxysporum non-patogenetik asal tanaman panili sehat (FoNP). FoNP adalah jamur yang tidak bersifat patogen pada tanaman dan apabila diinokulasi pada tanaman panili menyebabkan sifat ketahanan dalam panili menjadi aktif sehingga infeksi Fov bisa digagalkan. Hal ini mirip dengan bayi yang diimunisasi supaya tahan terhadap penyakit. FoNP merupakan jamur asli Indonesia yang diperoleh dari suatu proses seleksi sehingga didapatkan galur yang efektif.

Formula FoNP Galur F10A-M dan Aplikasinya
Untuk memudahkan pemakaian di lapang, galur F10A-M dibuat dalam bentuk formulasi siap pakau. Ada tiga jenis produk formulasi, yaitu:
1.BIO-FOB, produk berbentuk tepung, mengandung 106 spora FoNP pada setiap ml formula
2.BIO-FOB EC, produk berbentuk cair, mengadung 105 - 106 spora FoNP setiap ml formula
3.Organo -FOB, produk berbentuk seperti kompos, mengadung 105 - 106 spora FoNP setiap gram formula.

Dalam bentuk formula, FoNP dapat bertahan hidup selama 1 tahun, bahkan pada formula Organik-FOB jumlah cenderung bertambah.

Cara untuk memperoleh stek batang yang bebas patogen BBP adalah sebagai berikut:
1.Stek batang sampai 2-5 ruas dipilih dari tanaman yang tidak menunjukkan gejala BBP.
2.Stek dicelupkan dalam BIO-FOB EC selama 30 – 60 menit
3.Stek kemudian ditanam pada tanah yang telah dicampur dengan Organik-FOB atau BIO-FOB WP.
4.Setelah bibit berumur 3 bulan siap ditanam di lapang.

Bibit yang telah diimunisasi dengan FoNP akan mengandung FoNP dalam jaringan tanamannya tanpa menimbulkan gejalan kelainan, kecuali tanaman cenderung tumbuh lebih subur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa FoNP ditemukan dalam jaringan tanaman setelah 6 bulan imunisasi.

Keunggulan Komperatif FoNP
FoNP dapat berkembang dan bertahan hidup dalam jaringan tanaman, sehingga dapat berfungsi optimal dengan mikroba lain. Ia tidak memiliki struktur istirahat yang disebut klamidospora. Bentuk istirahat ini dapat bertahan hidup lama di alam dalam kondisi ekstrim. FoNP melindungan tanaman dengan 3 cara, yakni 1) dapat berkompetisi dalam hal nutrisi dengan patogen, 2) melindungi bagian tanaman yang luka sehingga patogen sulit masuk, dan 3) mengaktifkan sistem ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen.

FoNP memiliki potensi untuk mengendalikan penyakit Fusarium pada tanaman tomat dan pisang. Sebagai agen hayati, FoNP dapat diandalkan untuk mengendalikan penyakit akibat Fusarium, dan merupakan komponen potensial dalam mengembangkan usaha tani organik (sumber: Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. 24 No. 3, 2002) .

PROSPEK PERTANIAN ORGANIK DI INDONESIA


Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan Back to Nature telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.

Peluang Pertanian Organik di Indonesia
Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.

Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.

Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.

Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal tanam komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta hektar. Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian organik internasional di samping produk peternakan.

Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain: 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.

Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang.

Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.

Pertanian Organik Modern
Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.

Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.

Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:

a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.

b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.

Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan, (Tabel 2). Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.

(Sumber: Litbang pertanian)

CARA BERTANI VANILI YANG SEHAT DAN EFEKTIF


Untuk mewujudkan pertanaman vanili yang sehat maka diawali dengan penggunaan bibit bermutu yakni vanili Bio-FOB yang menggunakan tiga macam mikroorganisme yaitu Fusarium oxysporum, Bacillus pantotkenticus, dan Trichoderma lactae. Secara generatif bibit harus tulen (memiliki sifat seperti induknya), murni (biji tidak tercampur dengan yang berkualitas jelek), dan segar (biji dalam kondisi segar dan sehat). Secara vegetatif bibit harus sehat dan cukup umur, sudah mengeluarkan sulur dahan yang kuat, dan tanaman induk belum sampai berbuah.

Penyiapan lahan dilakukan dengan mengolah tanah pada pertengahan musim kemarau agar pada awal musim hujan pohon pelindung dapat ditanam. Setelah diolah tanah dibuat bedengan dengan lebar 80-120 cm dan lebar parit 30-50 cm.

Bibit ditanam pada lubang tanam berukuran 20 cm x 15 cm x 10 cm atau 25 cm x 20 cm x 12 cm atau 30 cm x 25 cm x 15 cm. Setek ditanam dengan cara memasukkan tiga ruas seluruhnya ke lubang tanam secara mendatar, kemudian lubang tanam ditutup dengan tanah yang telah dicampur pupuk kandang. Bagian tanaman yang tidak tertutup tanah diikatkan pada pohon panjatan dengan ikatan longgar.

Pemupukan dilakukan dengan cara menebar pupuk di sekitar pohon kemudian ditimbun tanah. Pupuk yang dibutuhkan adalah pupuk kandang 10-20 kg, urea 8 kg, SP-36 4 kg, KCl 14 kg, CaO 5 kg, dan Mg 2,5 kg per pohon per tahun.

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyulaman, penyiangan, pembumbunan, dan pemangkasan. Penyulaman dilakukan jika ada bibit yang terserang penyakit dan menggantinya dengan tanaman segar. Penyiangan dilakukan sebulan sekali setelah tanam pada sekeliling tanaman. Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk menjaga bedengan tetap rapi.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan menggunakan insektisida (Furadan, Leadarsenate), fungisida (Cupravit, Dithane, Benlate) atau menggunakan Bio-TRIBA dan fungisida nabati Mitol 20 EC. Bio-TRIBA dalam bentuk cair mengandung dua jenis mikroorganisme yaitu B. pantotkenticus dan T. lactae, sebagai biodekomposer limbah organik dan biofungisida untuk pengendalian patogen tanaman serta dapat dicampur dengan pupuk organik dalam aplikasinya. Fungisida Nabati Mitol 20 EC mengandung bahan aktif eugenol dari cengkeh, toksik terhadapR. lignosus, R. solani, F. oxysporum, F. solani, Pythium, S. rolfsii termasuk patogen penyebab BBP dan jamur kontaminan pada pascapanen seperti Aspergillus dan Penicillium (sumber: primatani-litbang).

APLIKASI ORGANO TRIBA PADA TANAMAN BAWANG

Bagaimana jika organo-triba digunakan pada tanaman bawang?



Ternyata, sekali lagi, organo-triba efektif meningkatan produksi tanaman bawang. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Bapak Mesakh Tombe seperti yang ditunjukkan gambar di atas.

Penggunaan organo-triba mampu meningkatkan produksi tanaman hingga 27,97 ton ha jauh melebihi produksi tanaman yang menggunakan kompos 21,14 ton/ha atau pupuk kandang 17,41 ton/ha.

Hanya dengan Rp. 1.250,-, 1 kg organo-triba sudah dapat diperoleh. Ternyata cukup murah untuk dapat mengalami keajaiban organo triba.

UJI COBA TEKNOLOGI BIO-FOB PADA BUDIDAYA CABE


Budidaya Cabe kriting dengan Teknologi Bio-FOB, Kabupaten Temanggung, JAWA TENGAH (2005) Pro. Meningkat sampai 1,5 - 2 kali lipat dibanding cara biasa.

10 PETANI KARO KEMBALI DARI PELATIHAN DI BOGOR

Sebanyak 12 petani berprestasi Sumatera Utara masing-masing 10 petani dari Kabupaten Karo, 1dari Kabupaten Simalungun dan 1 dari Kabupaten Samosir tiba di Bandara Internasional Polonia Medan, Minggu (25/5).

Para petani ini tiba setelah mengikuti pelatihan Magang Pemanfaatan Teknologi Bio-Fob dan Budidaya Tanaman Ramah Lingkungan, 23-25 Mei di Balitro Departemen Pertanian, Bogor Jawa Barat.

Koordinator tim Rombongan Daniel Sembiring dalam jumpa pers di Medan mengatakan, pengalaman dan pengetahuan dari pelatihan pemanfaatan Teknologi Bio Fob akan langsung dipraktikkan di lapangan, khususnya dalam pembuatan pupuk kompos organik.

Selain itu, katanya, pengetahuan di bidang teknologi pembudidayaan tanaman ramah lingkungan akan ditularkan kepada para petani Karo. "Kita akan berikan pengetahuan bagaimana menciptakan bibit tanaman yang sehat dan pembuatan pupuk kompos organik," katanya.

Salah seorang peserta pelatihan Rinton Karo Sekali SP MSi mengaku terkesan dengan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti pelatihan di Badan Penelitian Rempah-rempah dan Obat (Balitro) Bogor.

Menurut dia, metode yang diajarkan para pakar pertanian yang rata-rata bergelar doktor itu sangat membantu dalam pembudidayaan tanaman hortikultura yang selama ini masih menggunakan cara lama sehingga kesuburan tanaman sulit dijamin dan tidak berkembang.

Dalam pelatihan itu, kata dia, petani diberi bekal pengetahuan teknologi Bio-Triba dan Bio-Fob yang sangat penting untuk mengendalikan penyakit sekaligus untuk menyuburkan dan menciptakan kekebalan tanaman.

Bio Triba misalnya, selain sebagai pengendali hayati juga mengendalikan penyakit dan menyuburkan tanah, "Sekarang ini Bio Fob sudah dibuat dalam bentuk kemasan dan sudah mendapat hak paten. Bio Fob ini dimasukkan ke tanaman melalui pupuk kompos dan tanaman akan bereaksi membentuk kekebalan terhadap penyakit," kata Rinton.

Ia mengaku, banyak manfaat jika metode tekonologi Bio-Fob digunakan, apalagi saat ini di Tanah Karo harga pupuk jenis NPK terus melambung mencapai Rp 500 ribu per sak. Sementara pupuk bersubsidi dari pemerintah jelas tidak mencukupi bahkan sekarang menghilang di pasaran. " Jadi, untuk menanggulangi kondisi ini kita buat pupuk kompos organik yang diharapkan bisa meningkatkan hasil dan kualitas tanaman hortikultura Tanah Karo," katanya.

Adapun ke 12 petani yang mengikuti pelatihan yakni Agus Suryanta G, Fajar Efendi Ginting, Daniel Sembiring, Bungaran Sitohang, Erwinson Sipayung, Baskita Kaban, Berto, Akumina, Calvin, Eri BB Tarigan dan Rinton Karo Sekali SP MSi (Sumber: Harian Global).

MENJADI MILIARDER DENGAN BERTANI ORGANIK


Seringkali kita mendengar keluhan klasik petani Indonesia, produktivitas hasil panen turun dan biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan penghasilan yang didapat. Ada apa sebenarnya? Bukankah negara kita dikenal dengan sebutan negara agraris?

Dulu, nenek moyang kita bercocok tanam dengan cara sederhana dan belum ada penemuan teknologi pertanian seperti zaman sekarang. Tapi, kenapa mereka bisa menjadikan negeri ini kaya raya, sehingga banyak bangsa lain tergoda menjajahnya? Ada yang salah dengan teknologi pertanian kita!

Ketergantungan pada penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia yang semakin mahal harganya menjadikan biaya produksi petani kian meningkat. Awalnya memang menggembirakan. Penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia menjadikan hasil panen petani berlipat ganda. Segalanya menjadi serba mudah untuk menyiasati kondisi alam yang tidak bersahabat dengan bantuan zat kimia tesebut.

Tetapi, kita tidak sadar bahwa zat kimia ibarat candu bagi kondisi tanah sebagai tempat tinggal tanaman. Sebagai contoh, pemberian dosis 1x untuk mendapatkan hasil panen 2x, pada jangka waktu tertentu akan menjadi pemberian dosis 2x untuk mendapatkan hasil panen 2x.

Karena apa? Zat kimia merusak struktur tanah. Tanah menjadi sakit, sudah tidak ada lagi mikroorganisme hidup di dalamnya yang sebenarnya sangat membantu mempertahankan keseimbangan struktur tanah secara alami.

Lalu, bagaimanakah solusinya? Back to organic. Mulailah mengendalikan penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia dengan cara bijaksana. Bila perlu, tinggalkan dan mulai menerapkan kembali pola bercocok tanam nenek moyang kita dahulu dengan teknologi kompos untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

Untuk beberapa periode panen, tentunya petani harus siap. Karena, poduktivitas hasil pertanian akan turun karena proses pemulihan struktur tanah.

Dari hasil polling 2 kelompok petani yang berbeda, didapat alasan kenapa petani tidak ingin menggunakan teknologi kompos, 60% tidak yakin dengan efektivitasnya (lamanya waktu pengolahan dari bahan baku sampai dengan siap kompos). Tapi, sebanyak 64% menjawab bahwa pupuk kompos tidak tersedia di lapangan.

Memang betul bahwa dengan cara sederhana, pengolahan kotoran ternak sebagai bahan baku kompos memerlukan waktu 1 bulan sampai siap diberikan pada tanaman. Tidak salah bila budaya petani kita adalah budaya petani yang sangat memerlukan teknologi pertanian yang aplikatif dengan biaya terjangkau. Budaya ini yang akhirnya menjadikan pupuk dan obat-obatan kimia laris manis bak kacang goreng saat awal diterapkannya.

Alangkah baiknya bila ilmuwan dan peneliti kita terus tertantang untuk menemukan teknologi pertanian yang aplikatif dengan biaya terjangkau serta bersifat organik. Seperti yang telah dilakukan oleh Dr. Ir. Mesak Tombe, peneliti utama dari Balai Tanaman Obat dan Aromatika, Bogor.

Hasil penemuan doktor lulusan Jepang ini telah membantu petani untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian berupa teknologi bio triba yang sangat bermanfaat dalam pengolahan kompos organik.

Teknologi bio triba sangat membantu dalam proses penguraian limbah menjadi kompos melalui bantuan mikroorganisme secara terkendali. Mikroorganisme tersebut tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah, namun dapat pula mengendalikan patogen pada tanaman dengan Trichodherma dan Bacillus.

Hasil Penelitian pada Tanaman Jagung:
1. Tanpa kompos dan tanpa Bio Triba, produksinya 2,28 ton per ha
2. Kompos namun Tanpa Bio Triba, produksinya 5,04 ton per ha
3. Kompos dan Bio Triba, produksinya 5,58 ton per ha

Hasil Penelitian pada Tanaman Bawang Merah:
1. Tanpa kompos dan tanpa Bio Triba, produksinya 14,83 ton per ha
2. Kompos namun Tanpa Bio Triba, produksinya 21,14 ton per ha
3. Kompos dan Bio Triba, produksinya 23,97 ton per ha

Hasil Penelitian pada Tanaman Petsai:
1.Tanpa Kompos dan Tanpa Bio Triba Produksi 3,42 ton per ha
2.Kompos namun Tanpa Bio Triba Produksi 8,79 ton per ha
3. Kompos dan Bio Triba, produksinya 12,29 ton per ha


Harga Produk Pertanian Organik Lebih Tinggi
Berita menarik, pasar produk pertanian organik memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan produk non-organik di pasar konvensional. Rata-rata harganya sekitar 100–300 persen lebih mahal dibanding produk pertanian non-organik. Hal ini amatlah wajar. Produsen pertanian organik di dunia masih belum banyak.

Di negara tetangga kita Singapura misalnya, diperkirakan lebih dari 50 ribu konsumen membelanjakan US$ 5 juta untuk produk pertanian organik. Australia dan Selandia Baru merupakan pemasok rutin ke negara Singa tersebut. GNP (gross national product) Singapura yang mencapai USD 95,5 miliar telah menjadikan negeri ini sebagai pasar
organik yang menjanjikan!

Tidak hanya sayuran dan buah-buahan, pasar organik rempah di luar negeri pun terus menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Produk rempah organik yang sudah menjadi primadona pilihan antara lain: lada merah, temu lawak, vanili, dan kayu Manis. Kita ambil contoh harga kayu manis, kualitas terbaik di Indonesia hanya
dihargai Rp2.600 s.d Rp5.000 per kg. Bandingkan di Eropa yang dihargai Rp25.000 s.d Rp28.000 per kg.

Kendala yang mungkin harus kita upayakan solusinya bilamana ingin membidik potensi ekspor produk pertanian organik tidak lain adalah mahalnya biaya sertifikasi. Seperti yang kita ketahui, mayoritas petani Indonesia adalah bermodal kecil dan berlahan sempit. Namun, hal ini tidaklah menjadi masalah bila petani dalam satu wilayah atau daerah dapat berkoordinasi untuk melakukan sertifikasi berupa bentuk kelompok.

Tentunya harus ada upaya kerjasama tidak hanya melibatkan koordinasi antarpetani. Peran Pemerintah dan sektor swasta amat dibutuhkan dalam hal ini, baik sebagai penyedia sumber permodalan maupun pembuka akses pasar.

Bertani organik juga perlu kesabaran serius. Awalnya petani akan dikagetkan dengan hasil produksi yang menurun secara drastis pascaperalihan dari pertanian konvensional menuju organik. Regulasi terbaru standar pertanian organik Eropa, perlu waktu 3 tahun pemeriksaan untuk produsen di negara berkembang yang akan memasuki pasar organik Eropa sebelum dinyatakan lulus sertifikasi. Lalu, selama 3 tahun tersebut, produk pertanian bersangkutan hanya dinyatakan produk konvensional atau non-organik.

Kombinasi usaha peternakan dan pertanian juga amat dianjurkan dalam melakukan budidaya pertanian organik. Ketersediaan bahan baku pupuk akan lebih mudah didapatkan dengan adanya produksi kotoran ternak yang kita pelihara.

Tidak hanya itu, daging hewan ternak dapat menjadi sumber penghasilan tambahan sebelum kita menunggu hasil panen pertanian organik dan menjadi miliarder petani organik Indonesia! Salam Organik! (Agus Ramada S, Direktur Utama Eka Agro Rama )

KEAJAIBAN ORGANO-TRIBA DAN MITOL 20EC

Gambar dibawah ini merupakan hasil penelitian dari Bapak Mesakh Tombe, yang menunjukkan bagaimana efektifnya kerja Organo-Triba dan Mitol 20EC pada tanaman jambu mente.


1) Kondisi tanaman jambu mente yang terserang penyakit JAP 2 tahun setelah di beri perlakuan Organo-Triba dan Mitol 20EC. Produksi meningkat dari 0,33kg (sebelum perlakuan) glondong/phn menjadi 2-2,2kg glondong/phn (2 tahun setelah perlakuan).

2) Keadaan tanaman jambu mente terserang JAP yang tidak mendapat aplikasi OrganoTriba dan MITOL 20EC (Kontrol) , 2 tahun kemudiaan produksi sudah menurun dari 0,33kg glondong/phn menjadi 0,16 kg glondong/phn